GAYA hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif dan reaktif terhadap hal baru, serta masih kuatnya budaya mengedepankan produk asing merupakan salah satu faktor maraknya klinik jasa layanan kesehatan asing di Tanah Air. "Terutama di masyarakat kelas menengah ke atas lebih memercayai berbagai produk asing, apalagi dari negara Barat. Mereka memanfaatkan itu sebagai upaya peningkatan status sosial," ujar sosiolog UGM Arie Sudjito saat dihubungi kemarin.
Kemampuan secara finansial, lanjutnya, membuat mereka memilih menggunakan jasa layanan tenaga asing dengan biaya lebih tinggi. Hal tersebut menjadi salah satu cara untuk mendapatkan pengakuan sosial atas identitas mereka di lingkungan sekitar.
Senada dengan Arie, sosiolog Universitas Nasional, Sigit Rochadi, juga mengatakan sebagian besar masyarakat kelas menengah cenderung pesimistis terhadap produk dalam negeri, termasuk dalam hal layanan dan tenaga kesehatan.
"Masyarakat kita harus diedukasi agar tidak terus-menerus menjadi konsumen yang reaktif, tetapi tidak kritis," tambahnya.
Menurut Arie dan Sigit, kasus klinik Chiropractic First hanya contoh kecil dari kondisi sosial masyarakat menengah.
Untuk mengatasi hal itu, tambah kedua sosiolog tersebut, pemerintah perlu memberikan pendidikan sosial dan budaya kepada masyarakat agar tidak melulu mengedepankan berbagai produk dunia Barat.
"Pemerintah dan masyarakat terdekat wajib meningkatkan pengawasan serius," ujar keduanya.
Kasus meninggalnya Allya Siska setelah menjalani terapi di klinik terapi Chiropractic First, di kawasan Pondok Indah menuai banyak pertanyaan. Seperti apa pengawasan pemerintah selama ini terhadap klinik-klinik layanan kesehatan di berbagai wilayah.
"Pada banyak kasus, ada klinik yang sudah punya izin di satu tempat, tapi membuka banyak cabang dengan izin yang sama. Padahal, setiap cabang pun harus punya izinnya sendiri," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo.
Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno mengatakan pengawasan terhadap praktik klinik terapi, tradisonal, estetika, dan sejenisnya sebenarnya dilakukan secara rutin. Namun, banyak klinik sejenis yang berpraktik diam-diam.
"Dalam hal ini sebenarnya kita sangat mengandalkan masyarakat dan pasien. Kalau dirasa ada yang tidak beres dengan prosedur, dokter, atau hal lain, diharapkan segera melaporkan kepada dinkes atau pemerintah setempat," ujar Untung.
Di sisi lain, Kepala Bagian Humas Dirjen Imigrasi Heru Santoso mengatakan dokter Randall Cafferty masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Heru memastikan dokter yang diduga melakukan malapraktik itu belum keluar dari Indonesia.
Sementara itu, dua dokter asal Malaysia, Lee Woo Guan dan Wong Chung Cek, serta dua perawat WNI digelandang pada saat tim gabungan dari Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Polda Metro Jaya, dan Dinas Kesehatan DKI melakukan sidak ke klinik Medika Plaza di sebuah hotel di Jakarta Pusat. (Gol/Sri/Ind/X-8)