Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMERINTAH Presiden AS Donald Trump, yang terus memicu kontroversi dalam berbagai kebijakannya beberapa pekan ini, membuat gerah bukan hanya pihak oposisi, melainkan juga internal partai pengusungnya, Partai Republik.
Kekhawatiran dan frustrasi anggota Kongres dari Republik tentang kekeliruan langkah pemerintahan, kegaduhan akibat kebijakan kontroversial, kekeliruan fakta, dan nada kasar Trump, kian meningkat, baik tampak secara terbuka di publik maupun di internal.
"Ini ialah 'masalah berkembang' yang tidak normal. Sebagian besar Republikan menginginkan dia berhenti mencuit (Twitter) dan staf Trump agar mengurangi kekacauan," kata Rorry Cooper, petinggi Republik yang juga mantan Staf Gedung Putih pada masa Presiden Gorge W Bush.
Dalam berbagai wawancara, anggota parlemen, tokoh partai, dan staf kongres menggambarkan pemerintahan baru AS ini berjuang untuk mencapai sesuatu secara cepat dalam berbagai bidang, tetapi mengabaikan protokol Gedung Putih.
Sebuah pemerintahan yang bertindak terburu-buru tanpa musyawarah dan kehati-hatian saat memutuskan sesuatu, menjauhi poros kebijakan pendahulunya.
"Tidak ada yang panik, tetapi mereka mencari kepastian dari atasan bahwa Gedung Putih tidak tersandung ke dalam krisis," ujar seorang anggota Kongres Partai Republik merefleksikan suasana hati di kalangan Capitol Hill.
Para staf di Gedung Putih pun tampak 'frustrasi' dengan gaya pemerintahan Trump.
"Ini waktu dan situasi yang tidak biasa," kata Senator Susan Collins ketika ditanya bagaimana dia memandang aspek dalam era Trump.
Kritik keras juga muncul dari tokoh senior Partai Republik Senator John McCain, terutama setelah mencuatnya skandal tim kampanye dan sejumlah bawahan Trump yang membangun komunikasi dengan pihak intelijen Rusia.
"Ini disfungsi terkait pertimbangan keamanan nasional. Siapa yang bertanggung jawab! Siapa yang bertanggung jawab," kritik McCain menyusul mundurnya Penasihat Keamanan Nasional, Michael Flynn.
"Siapa yang membuat kebijakan? Siapa yang membuat keputusan? Saya tidak tahu ada seorang pun di luar Gedung Putih yang tahu," lanjutnya.
Susunan pemerintahan Trump pun semakin mengundang kritik.
Setelah mundurnya Flynn, kemarin giliran calon menteri tenaga kerja yang dipilih Trump, Andrew Puzder, mengundurkan diri dari pencalonan.
Gedung Putih mengonfirmasi hal itu tanpa penjelasan panjang.
Namun, pengunduran diri Andrew diberitakan terkait dengan pengawasan rekam jejak bisnis dan kehidupan pribadinya di masa lalu yang kontroversial.
"Saya menarik diri dari pencalonan sebagai menteri tenaga kerja. Saya merasa terhormat telah dipertimbangkan dan berterima kasih kepada semua yang telah mendukung saya," kata Puzder melalui akun Twitter.
Namun, tidak semua Republikan terganggu dengan sepak terjang Trump.
"Trump tetap Trump," kata Morton Blackwell, seorang aktivis konservatif berpengaruh yang baru-baru ini menemui Trump di Gedung Putih.
Menurutnya, pendukung Trump sejauh ini masih senang dengan langkah Trump.
Begitu pula anggota Kongres asal New York Peter King mencoba berkepala dingin.
"Setiap presiden baru perlu periode penyesuaian untuk membuat pemerintahannya kompak. Saya lebih cenderung memberinya waktu untuk bekerja. Kita bisa melihat dalam beberapa bulan ini," ujarnya.
Sementara itu, Trump berulang kali menyatakan ia akan melakukan perubahan yang diperlukan untuk memantapkan pemerintahan.
"Saya hanya melakukan apa yang dulu saya janjikan," ujarnya pada Senin (13/2) lalu, merujuk pada mewujudkan janji-janji kampanye. (AFP/I-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved