Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Trump Sangsikan Intelijen AS

Haufan Hasyim Salengke
06/1/2017 09:57
Trump Sangsikan Intelijen AS
(AP/Evan Vucci)

PARA pejabat tinggi intelijen Amerika Serikat (AS) akan memberikan kesaksian di Kongres pada Kamis (5/1) waktu setempat terkait dengan tuduhan bahwa Rusia telah mengintervensi pemilihan presiden di ‘Negeri Paman Sam’.

Sejauh ini, presiden terpilih AS, Donald Trump, masih mempertanyakan laporan dan pernyataan pihak intelijen AS yang menyimpulkan bahwa Moskow berada di balik aksi peretasan terhadap komputer milik Partai Demokrat.

Sementara itu, masyarakat AS tengah menunggu bukti-bukti yang lebih kuat terkait dengan aksi peretasan oleh Rusia. Oleh karena itu, Komisi Senat Bidang Militer John McCain akan memimpin dengar pendapat di Senat guna membahas dugaan peretasan Rusia.

Sebelumnya pada Rabu (4/1), McCain, senator senior dan mantan calon presiden dari Partai Republik, menyebut bahwa aksi Moskow yang telah mengacaukan pemilihan presiden AS sebagai sebuah bentuk ‘aksi perang’.

Direktur Badan Intelijen Nasional Amerika (NIS) James Clapper dan Direktur Badan Keamanan Nasional Amerika (NSA) Michael Rogers berencana memberi ­kesaksian seiring dengan perbedaan pendapat dengan Trump yang siap dilantik menjadi presiden AS pada 20 Januari mendatang.

Di media sosial miliknya pekan ini, Trump telah melontarkan pernyataan. Ia menganggap aneh kesimpulan yang disampaikan Badan Intelijen AS (CIA) dan Biro Investigasi Federal AS (FBI) yang mendapat dukungan dari Presiden Barack Obama.

Kedua lembaga tersebut, CIA dan FBI, menyimpulkan bahwa para peretas melakukan aksi mereka terkait dengan pemerintah Rusia. Para peretas tersebut telah mencuri dokumen dari komputer milik Partai Republik dan membocorkan dokumen tersebut via Wikileaks.

Menjelang rencana pertemuan para kepala intelijen AS untuk memberi penjelasan, Trump telah berkicau di media sosial.

‘Pertemuan intelijen mengenai apa yang disebut sebagai ‘peretasan Rusia’ ditunda sampai Jumat (6/1), mungkin perlu waktu membangun kasus. Sangat aneh,’ tulis pengusaha realestat tersebut.

Pria yang akan menjadi presiden ke-45 AS itu menambahkan sebuah penghinaan dengan me-ngutip pendiri Wikileaks Julian Assange. Trump tetap menolak soal fakta-fakta yang disampaikan badan intelijen AS yang menegaskan bahwa Rusia berada di balik aksi peretasan.

“Julian Assange mengatakan anak berusia 14 tahun juga bisa meretas Podesta. Kenapa DNC (Komisi Nasional Demoktrat) begitu ceroboh?” ucap Trump yang mengacu pada ribuan e-mail dan dokumen dari DNC dan John ­Podesta, ketua tim kampanye capres Hillary Clinton.

Menuduh Putin
Pernyataan Trump yang me­ngejek telah menampar Gedung Putih, CIA, FBI, dan NIS yang menyimpulkan bahwa Rusia berada di balik aksi peretasan dalam pemilu presiden pada November 2016 lalu.

Para kepala lembaga intelijen AS dan Obama telah menuding langsung Presiden Rusia Vladimir Putin. Mereka meyakini bahwa tidak ada operasi peretasan seperti itu tanpa persetuju­an pejabat tinggi di Moskow.

Kekesalan Obama terhadap aksi peretasan Rusia mencapai puncaknya pada 29 Desember 2016 lalu. Ia membalas aksi peretasan dengan mengusir 35 warga negara Rusia yang diduga terlibat dalam operasi intelijen.

Tak hanya itu, sanksi juga diberikan kepada beberapa pejabat, anggota badan intelijen, dan terduga peretas dari Rusia.

Sayangnya, bukti-bukti terkait dengan aksi peretasan tersebut masih minim. Dengan bukti yang tidak kuat, Trump masih tetap ingin menjalin hubungan dengan Rusia dan menentang sikap dari para petinggi intelijen negaranya.

Wall Street Journal melaporkan pada Rabu (28/12) lalu bahwa Trump sedang merencanakan restrukturisasi lembaga intelijen, NIS. NIS diyakini terlalu gemuk dan telah dipolitisasi.

Setelah memenangi pe­milu presiden, Trump juga telah mengumumkan sejumlah tokoh untuk mengisi pos-pos stra­tegis termasuk lembaga intelijen. (AFP/AP/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya