Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PENINGKATAN kematian akibat kelaparan di Gaza, Palestina akibat kekurangan gizi dan penyakit menunjukkan krisis di negara tersebut yang semakin memburuk. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat hampir 200 kematian terkait kelaparan, meski para ahli meyakini angka sebenarnya lebih tinggi. Kekurangan gizi membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit lain, serta sulitnya pencatatan kematian di luar rumah sakit.
Situasi ini semakin parah meskipun ada desakan internasional kepada Israel untuk meningkatkan aliran bantuan. Para pakar menegaskan bahwa tambahan pasokan makanan saja tidak cukup menyelamatkan penderita kekurangan gizi parah, terutama anak-anak, yang membutuhkan perawatan khusus dan intensif.
Pakar Kesehatan Global dan Nutrisi yang berbasis di Divisi Kesehatan Populasi dari Universitas Sheffield Robert Akparibo mengatakan ketersediaan pangan memang membantu mengurangi kerawanan pangan, namun perawatan malnutrisi akut memerlukan nutrisi tepat, pemantauan medis dan penanganan risiko sindrom refeeding yang dapat memicu komplikasi serius seperti kejang atau gagal jantung.
Para pakar juga menyarankan penggunaan makanan terapeutik siap saji (RUTF) berenergi tinggi yang tahan lama, serta susu khusus atau cairan infus bagi pasien yang tidak mampu menelan makanan. Anak-anak dengan komplikasi kesehatan memerlukan perawatan rawat inap, sementara pasien tanpa komplikasi dapat dirawat secara rawat jalan.
Namun, perang yang telah berlangsung 22 bulan menghancurkan sistem kesehatan Gaza. WHO melaporkan 94% rumah sakit rusak atau hancur dan empat pusat khusus perawatan malnutrisi di Gaza terancam kehabisan pasokan pada pertengahan Agustus.
Mohammed Fadlalla, dokter MSF di Rumah Sakit Lapangan Bedah al-Zawaida, mengatakan kelangkaan makanan bergizi menghambat pemulihan pasien. Meski program gizi dapat memberikan kesembuhan sementara, risiko kekambuhan tetap tinggi akibat kerawanan pangan kronis.
Dilansir dari The Washington Post, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak laporan kelaparan sebagai kebohongan besar, berbeda dengan Presiden Donald Trump yang mengakui adanya kelaparan nyata di Gaza. Israel memberlakukan blokade hampir total, hanya mengizinkan sedikit makanan masuk, dan mengganti distribusi bantuan PBB dengan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang menuai kritik.
Menurut PBB, hingga 31 Juli lebih dari 1.300 orang tewas saat mencari bantuan di lokasi GHF, sebagian besar diduga ditembak oleh militer Israel. Pengiriman bantuan lewat udara juga dinilai tidak efektif dan berisiko.
Tenaga medis pun ikut terdampak kekurangan pangan, memengaruhi kemampuan mereka merawat pasien. Dampaknya meluas, mulai dari penyembuhan luka yang lebih lambat hingga peningkatan infeksi.
"Saya bisa mengatakan secara langsung bahwa semua orang di Gaza kelaparan, semua orang," pungkas Fadlalla. (H-4)
MENTERI Luar Negeri RI Sugiono menyampaikan bahwa pemerintah berencana menyalurkan bantuan beras sebanyak 10 ribu ton untuk Palestina melalui jalur darat.
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menghalangi rencana Israel untuk menguasai sepenuhnya Jalur Gaza, Palestina.
OTORITAS dalam negeri Jalur Gaza, Palestina, mendesak dihentikan penerjunan bantuan kemanusiaan via udara karena justru dapat memperburuk situasi dan menimbulkan korban jiwa baru.
Pezeshkian menekankan kembali dukungan Iran yang teguh terhadap perjuangan Palestina dan mendesak negara-negara muslim lainnya untuk mengambil sikap yang lebih tegas.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan bahwa keputusan untuk menduduki seluruh wilayah Gaza sepenuhnya berada di tangan Israel.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved