Prancis Resmi Angkat Kaki dari Senegal, Akhiri Kehadiran Militer di Afrika Barat

Haufan Hasyim  Salengke
18/7/2025 17:04
Prancis Resmi Angkat Kaki dari Senegal, Akhiri Kehadiran Militer di Afrika Barat
Seluruh pasukan permanen Prancis resmi ditarik dari Senegal per Kamis (17/7).(Cem Ozdel/Anadolu via Getty Images)

PEMERINTAH baru Senegal telah mengambil sikap tegas terhadap kehadiran pasukan Prancis sebagai bagian dari reaksi regional yang lebih luas terhadap apa yang oleh banyak orang dianggap sebagai warisan kekaisaran kolonial yang represif.

Militer Prancis merampungkan penarikan seluruh pasukannya dari Senegal pada Kamis (17/7) waktu setempat, negara Afrika Barat terakhir dengan kehadiran pasukan permanen, di tengah memudarnya pengaruh regional Paris. Pasukan Prancis telah hadir di negara ini sejak memperoleh kemerdekaannya pada 1960.

Prancis telah menghadapi tentangan dari para pemimpin beberapa bekas koloninya di Afrika atas apa yang mereka gambarkan sebagai pendekatan yang merendahkan dan sewenang-wenang terhadap benua tersebut.

Militer Prancis menyerahkan Camp Geille, pangkalan terbesarnya di Senegal, beserta fasilitas udara di dekatnya, kepada pemerintah Senegal dalam sebuah upacara di Ibu Kota Dakar.

Jenderal Pascal Ianni, kepala pasukan Prancis di Afrika, menyatakan bahwa penyerahan tersebut menandai fase baru dalam hubungan militer.

"Ini merupakan bagian dari keputusan Prancis untuk mengakhiri pangkalan militer permanen di Afrika Barat dan Tengah, dan menanggapi keinginan otoritas Senegal untuk tidak lagi menampung pasukan asing permanen di wilayah mereka," ujarnya.

Strategi Pertahanan Baru

Panglima militer Senegal, Jenderal Mbaye Cissé, mengatakan penarikan tentara Paris tersebut mendukung strategi pertahanan baru negaranya.

"Tujuan utamanya adalah untuk menegaskan otonomi angkatan bersenjata Senegal sekaligus berkontribusi pada perdamaian di subkawasan tersebut, di Afrika, dan secara global," kata Cissé.

Upacara tersebut menandai selesainya penarikan sekitar 350 tentara Prancis dari negara Afrika Barat tersebut selama tiga bulan, yang dimulai pada Maret.

Militer Prancis telah hadir di Senegal sejak merdeka dari Prancis pada 1960, berdasarkan perjanjian kerja sama militer antara kedua negara.

Penarikan pasukan tersebut menyusul seruan Presiden Senegal Bassirou Diomaye Faye tahun lalu agar semua pasukan asing meninggalkan negaranya, dengan alasan kedaulatan Senegal tidak sesuai dengan penempatan pangkalan asing.

"Senegal adalah negara merdeka, negara berdaulat, dan kedaulatan tidak mengakomodasi keberadaan pangkalan militer di negara berdaulat," ujarnya tahun lalu, seraya menambahkan bahwa Dakar justru akan mengupayakan kemitraan baru dengan Paris.

Prancis telah mengumumkan rencana untuk secara drastis mengurangi kehadirannya di semua pangkalannya di Afrika, kecuali di negara Afrika timur, Djibouti.

Prancis menyatakan akan memberikan pelatihan pertahanan atau dukungan militer yang ditargetkan, berdasarkan kebutuhan yang diungkapkan oleh negara-negara tersebut.

Pengaruh Prancis Melemah?

Prancis telah mengalami serangkaian kemunduran di Afrika Barat baru-baru ini, termasuk di Chad dan Pantai Gading. Prancis telah menyerahkan pangkalan militer terakhirnya di kedua negara tersebut awal tahun ini.

Langkah itu menyusul pengusiran pasukan Prancis dalam beberapa tahun terakhir di Niger, Mali, dan Burkina Faso. Pemerintah yang dipimpin militer di negara-negara ini justru beralih ke Rusia untuk mendapatkan dukungan militer.

Saat ini, tercatat sekitar 350 prajurit Prancis masih berada di Gabon, di mana militer telah mengubah pangkalannya menjadi kamp bersama dengan negara Afrika tengah tersebut.

Pantai Gading masih menampung sekitar 80 prajurit Prancis yang menjadi penasihat dan pelatih militer negara tersebut, dan Djibouti adalah negara Afrika terakhir di mana Prancis memiliki kehadiran militer permanen, dengan sekitar 1.500 tentara. (Euronews/B-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Haufan Salengke
Berita Lainnya