Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Tekanan Politik Thailand Jatuhkan Dinasti Shinawatra dari Puncak Kekuasaan

Ferdian Ananda Majni
02/7/2025 10:51
Tekanan Politik Thailand Jatuhkan Dinasti Shinawatra dari Puncak Kekuasaan
Warga Thailand protes perdana menterinya.(Dok Al-Jazeera)

SELAMA lebih dari dua dekade, keluarga Shinawatra, salah satu dinasti politik paling berpengaruh di Thailand, mendominasi panggung politik kerajaan. 

Namun, warisan kekuasaan keluarga miliarder ini terus diguncang oleh kudeta militer, krisis politik, dan serangkaian kasus hukum, termasuk penangguhan jabatan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra baru-baru ini.

Akar Kekuatan: Thaksin dan Awal Dinasti

Thaksin Shinawatra, mantan perwira polisi yang kemudian menjadi pengusaha sukses di bidang telekomunikasi, mendirikan Partai Thai Rak Thai dengan janji mengembangkan perdesaan menggunakan pendekatan bisnis modern. 

Dia terpilih sebagai perdana menteri pada 2001 dan kembali menang mutlak pada 2005. Popularitasnya melonjak berkat kebijakan populis, terutama di kalangan masyarakat desa.

Namun, dukungannya yang besar itu memicu reaksi keras dari kelompok militer dan monarki yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap tatanan tradisional. 

Pada 2006, saat Thaksin tengah berada di luar negeri, militer menggulingkannya lewat kudeta. Meski aset-asetnya di dalam negeri dibekukan, ia tetap aktif dari pengasingan dan bahkan membeli klub sepak bola Inggris, Manchester City, sebelum menjualnya dengan keuntungan besar.

Thai Rak Thai dibubarkan, tetapi politik Thailand tetap berada dalam bayang-bayang pengaruh Thaksin. Penggantinya, Partai Kekuatan Rakyat, sempat membawa saudara iparnya, Somchai Wongsawat, menjadi perdana menteri sebelum partai itu juga dibubarkan oleh pengadilan. Partai tersebut kemudian bermetamorfosis menjadi Pheu Thai.

Keluarga yang Terus Bangkit dan Jatuh

Pada 2011, Yingluck Shinawatra, adik perempuan Thaksin, berhasil memenangkan pemilu dan menjadi perdana menteri. Namun, banyak yang menganggapnya hanya sebagai perpanjangan tangan sang kakak. Thaksin sendiri pernah menyebutnya sebagai kloningannya.

Pemerintahannya berakhir setelah upaya mengesahkan undang-undang amnesti yang memungkinkan Thaksin kembali ke Thailand. 

Langkah tersebut memicu aksi protes besar yang berujung kekerasan. Puluhan orang tewas dan ratusan terluka. Pada 2014, pengadilan mencopot Yingluck dari jabatannya dan tak lama kemudian militer kembali mengambil alih kekuasaan.

Generasi baru klan Shinawatra kembali ke panggung utama lewat Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu Thaksin. Dengan latar belakang di sektor perhotelan dan bisnis keluarga, dia memimpin kampanye Pheu Thai dalam pemilu 2023 meski tengah hamil. 

Meskipun partainya berada di posisi kedua, Paetongtarn akhirnya diangkat sebagai perdana menteri setelah membentuk koalisi rapuh dengan partai-partai pro-militer.

Namun, seperti Yingluck, Paetongtarn juga disebut-sebut sebagai boneka Thaksin. Pada Selasa (1/7), Mahkamah Konstitusi menskorsnya dari jabatan sementara menunggu hasil penyelidikan atas perannya dalam konflik diplomatik dengan Kamboja.

Thaksin Kembali, Dinasti Retak

Thaksin akhirnya kembali ke Thailand pada hari yang sama saat Pheu Thai mengambil alih kekuasaan. Dia ditangkap dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Namun hanya beberapa jam setelah penahanannya, ia dipindahkan ke rumah sakit polisi karena alasan kesehatan. Tak lama kemudian, Raja mengampuninya dan Thaksin tidak pernah benar-benar menjalani masa tahanan.

Kini, Thaksin kembali berhadapan dengan hukum atas tuduhan pencemaran nama baik kerajaan dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara jika terbukti bersalah.

Analis politik dari Thailand, Thitinan Pongsudhirak, menilai bahwa pengaruh politik keluarga ini mulai memudar. 

"Keluarga Shinawatra telah dilemahkan secara sistematis hingga daya tarik massanya dalam politik Thailand telah memudar," ungkapnya.

Masa depan dinasti yang dulu sangat dominan ini kini menghadapi ketidakpastian besar dengan tekanan dari lembaga hukum, ketidakstabilan koalisi pemerintahan, dan kekecewaan publik yang semakin meluas. (South China Morning Post/I-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik