Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Jokowi Dituntut Bertanggung Jawab Terkait Penjualan Senjata ke Junta Myanmar

Media Indonesia
10/10/2023 15:21
Jokowi Dituntut Bertanggung Jawab Terkait Penjualan Senjata ke Junta Myanmar
Presiden Joko Widodo(ANTARA/Sigid Kurniawan)

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) bersama dua menterinya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri BUMN Erick Thohir disebut sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas dugaan jual-beli senjata ilegal ke Myanmar, yang dilakukan tiga BUMN, yaitu PT PINDAD, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional Julius Ibrani mengatakan pertanggungjawaban ketiga penyelenggara negara itu berkaitan dengan jabatan mereka di Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).

Ketua KKIP adalah Jokowi, Ketua Harian adalah Prabowo, dan Wakil Ketua KKIP adalah Erick.

Baca juga: Komnas HAM Dalami Data Pasokan Senjata BUMN ke Myanmar

Julius menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Produk Industri Pertahanan Kontrak Jangka Panjang, alur pengadaan atau penjualan diawali usulan dari Menhan, yang kemudian diajukan kepada KKIP, dengan Menhan juga berposisi sebagai ketua harian.

"Dalam konteks ini tentu minim akuntabilitas karena regulator, pengusul, dan eksekutor adalah menteri pertahanan itu sendiri," ujar Julius, dalam Diskusi Publik "Junta Myanmar, Pelanggaran HAM dan Problematika Supply Senjata dari Indonesia" di Jakarta Selatan, Senin (9/10).

Terlebih lagi, ia menuturkan, publik tidak bisa mengakses segala jenis informasi terkait proses pengadaan dan penjualan senjata tersebut.

Baca juga: Defend ID Menegaskan Tidak Pernah Ekspor Senjata Sejak Februari 2021

Lebih lanjut, ia mendukung pelaporan dugaan kasus jual-beli senjata ilegal itu ke Komnas HAM pada Senin (2/10) lalu.

Pelapornya adalah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan PBB, Myanmar Accountability Project; Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization, Za Uk; dan mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman.

Di Myanmar telah terjadi pembunuhan, penculikan terhadap aktivis, pembakaran desa-desa, pemerkosaan, pengusiran, dan seterusnya.

"Sementara itu BUMN kita menjadi game keeper supply senjata dari Indonesia kepada junta militer Myanmar. Pertangggungjawaban pelanggar HAM adalah berada pada negara," kata Julius.

Saat ini, ia menekankan, kita dihadapkan pada aktor negara yang tangannya berdarah.

"Menteri Pertahanan dan Presiden Jokowi harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dengan penggunaan senjata produksi Indonesia terhadap situasi keamanan di Myanmar," tegasnya.
 
Di tempat yang sama, Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative Al Araf sepakat Presiden dan Menhan harus bertanggung jawab.

Ia menambahkan Komisi I DPR pun tidak bisa diam saja melihat kasus tersebut.

"Dalam bisnis persenjataan tidak bisa dilakukan secara business as usual, mereka yang menyuplai persenjataan, harus juga ikut bertanggung jawab. Tidak cukup hanya direktur Pindad, tetapi Menteri Pertahanan juga harus bertanggung jawab," kata Al Araf.

Secara khusus, ia menilai seharusnya Jokowi secara resmi meminta kepada junta militer Myanmar agar tidak menggunakan senjata tersebut untuk melakukan pelanggaran HAM. 

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyampaikan sulit mempercayai Jokowi dan Prabowo untuk mengatasi kasus itu. 

"Tapi kita harus mendesak agar mereka bertanggung jawab."

Secara khusus ia meminta Komnas HAM cepat merespons pelaporan kasus itu. 

Untuk Kementerian Luar Negeri, ia mengingatkan jangan sampai kasus itu menjadi bukti tidak konsistennya kebijakan luar negeri Indonesia. 

Di satu sisi mendorong perdamaian di Myanmar tapi di sisi lain menyuplai senjata.

Terhadap para pelapor, ia juga memperingatkan jangan sampai ada ancaman dalam berbagai bentuk. 

"(Pelapor) dilindungi UUD 1945," tegasnya. (RO/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya