Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

G20 Bali Hasilkan Tekanan Penghentian Perang di Ukraina?

Mediaindonesia.com
08/11/2022 15:35
G20 Bali Hasilkan Tekanan Penghentian Perang di Ukraina?
Petugas beraktivitas di area General Aviation Terminal (GAT) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (5/11/2022).(Antara/Fikri Yusuf.)

PENGAMAT menilai pergelaran G20 di Bali tidak akan menghasilkan tekanan yang cukup bagi penghentian perang di Ukraina meski mayoritas peserta sepakat sepihak Rusia tersebut memengaruhi agenda pembangunan masing-masing negara. Indonesia menjadi tuan rumah presidensi G20 pada 2022 dan akan menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November mendatang. 

Tema KTT G20 tahun ini ialah Recover Together Recover Stronger dengan mengusung tiga fokus utama, yakni Global Health Architecture, Sustainable Energy Transition, dan Digital Transformation. G20 ialah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20  merepresentasikan lebih dari 60% populasi Bumi, 75% perdagangan global, dan 80% produk domestik bruto (PDB) dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Mantan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandi, dalam cuitannya di platform media sosial Twitter mengatakan tidak ada agenda KTT G20 yang lebih penting selain hentikan perang Rusia di Ukraina. "Sebagai ketua penyelenggara KTT, Indonesia masih punya waktu untuk terus menyuarakan perdamaian. Keberhasilan G20 di Bali sangat ditentukan oleh adanya komunike bersama untuk menghentikan perang," tuturnya dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11).

Dubes yang bertugas di Kiev selama 4,5 tahun tersebut mengingatkan pascakunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina pada 30 Juni lalu, bantuan kongkret yang sudah diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada Ukraina. "Invasi perang Rusia di wilayah kedaulatan Ukraina telah memasuki bulan ke-9. Indonesia tidak seharusnya diam. Berbuatlah demi kemanusiaan," tegasnya.

Pada kesempatan terpisah, dosen di Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra menilai pergelaran G20 seharusnya menjadi kesempatan Indonesia untuk menunjukkan bahwa saat ini Indonesia menjadi salah satu pemimpin dunia dan wakil dari negara-negara berkembang. Dia menganjurkan agar Indonesia aktif menggalang solidaritas negara-negara non-Barat seperti Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Brasil, India, Meksiko, Korea Selatan, Tiongkok, dan Turki untuk meminta Rusia menghentikan serangan, kembali ke wilayahnya sebelum invasi, serta mengembalikan wilayah Ukraina. 

"Setelah kelompok penekan fokus mendorong Rusia mengambil tindakan damai, baru sesudah itu Indonesia dan negara-negara tersebut bisa mengadakan forum perdamaian sebagai bagian dari negosiasi," tutur mahasiswa doktoral di Universitas Tartu, Estonia, tersebut. Tanpa itu, lanjutnya, semua upaya dan kesepakatan yang tercapai hanya akan menjadi bagian seremonial belaka, karena tidak menyasar penyebab utama dari krisis ekonomi dan pangan dunia saat ini, yaitu perang Rusia di Ukraina.

Menurut Radityo, kegagalan mendorong upaya perdamaian agar kondisi ekonomi dunia segera pulih akan membuat relevansi G20 dipertanyakan. Apalagi, kalau sampai tidak ada kesepakatan penting atau komunike yang dihasilkan. Ini akan menimbulkan pertanyaan tentang manfaat dibentuk G20.

Dia mencontohkan sebelum perhelatan puncak G20 yang berakhir tanpa kesepakatan bersama atau komunike bahkan deadlock sangat mungkin terjadi, salah satu di antaranya tentang perdagangan karbon yang sampai saat ini belum mencapai titik kesepakatan. Begitu juga pertemuan menteri keuangan dan bank sentral yaitu The 4th Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting atau FMCBG G20 di Washington DC, Amerika Serikat, pada awal Oktober lalu harus berakhir tanpa kesepakatan bersama atau komunike akibat perang Rusia vs Ukraina.

"Sudah saatnya Indonesia benar-benar berperan sebagai salah satu pemimpin G20 dan dunia, bukan cuma sebagai tuan rumah yang menyelenggarakan acara. Sudah saatnya Indonesia menunjukkan bahwa negara ini bisa memikirkan persoalan dunia, bukan saja persoalan pragmatis kepentingan ekonomi Indonesia," tegasnya. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya