Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
NEGARA Belanda meminta maaf kepada Indonesia atas kekerasan oleh militer Belanda selama masa perang Kemerdekaan 1945-1949. Permintaan maaf ini langsung dismapiakan oleh Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte.
Rutte Menyebut 1945-1950 adalah lembaran hitam dalam sejarh negaranya. ia juga menyebutnya dnegan babak menyaktikan dalam sejarah. sebelumnya permintaan maaf juga pernah dsiampiakan Belanda pada 2020 melalui Raja Belanda.
Terpisah, Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI), Asep Kambali mengatakan, selain mengapresiasi Belanda yang meminta maaf kejahatan perang pada periode 1945-1950, dirinya menambahkan, Belanda juga perlu meminta maaf atas penjajahan sejak 1619 silam.
“Dari 1619-1949 Belanda juga perlu meminta maaf pada peridoe yang panjang itu, karena mereka membantai penuh kerajaan-kerajaan yang ada pada saat itu,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (18/2).
Baca juga: PM Belanda Minta Maaf ke Indonesia atas Kekerasan Saat Perang 1945-49
Pasalnya, Asep menuturkan pada zaman tersebut Belanda menjajah negara-negara kecil yang dipimpin raja pada saat itu dan Belanda mulai mencengkramkan penjajahanya pertama kali menduduki Batavia, bukan Indonesia. Indonesia sendiri menjadi sebuah negara pada periode 1945-1949 yang akhirnya diakui dunia.
Ia berharap permohonan maaf ini terus dilakukan setiap tahunnya. menurutnya, sejak dahulu Indoensia tidak pernah dijajah, melainkan kejahatan perang yang dilakukan Belanda kepada Indonesia.
“Kejahatan perang ini masif dilakukan 1945-1949, luka sejarah itu, luka yang lama,tetapi jangan hanya meminta maaf yang 5 tahun tetapi periode yang jauh itu kurang lebih 350 tahun yang lalu. Tentu boleh kepada Indonesia, karena wilayah yang dulu mereka jajah sudah menjadi Indonesia pada hari ini,” jelasnya. (OL-4)
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAMĀ Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved