Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
SEBANYAK 50 tokoh oposisi Hong Kong ditangkap kemarin karena melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru. Penangkapan di pusat keuangan Asia tersebut termasuk tokoh demokrasi terkenal dan mantan anggota parlemen James To, Lam Cheuk Ting, Lester Shum, serta sejumlah aktivis muda.
Tokoh oposisi dan partai menggunakan akun Facebook dan Twitter mereka untuk mengonfirmasi setidaknya ada 21 penangkapan, sebagian besar dengan tuduhan ‘subversi’.
Dua sumber polisi yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada AFP ada sekitar 50 orang telah ditangkap unit keamanan nasional yang baru di kota itu.
Di antara para aktivis pemuda yang mengonfirmasi penangkapan mereka melalui Facebook ialah Gwyneth Ho, mantan jurnalis yang berusia 30 tahun yang menjadi aktivis sosial, dan Tiffany Yuen, seorang anggota dewan distrik yang berusia 27 tahun.
Polisi Hong Kong tidak menanggapi permintaan komentar tentang berapa banyak yang ditangkap dan mengapa.
Halaman Facebook Partai Demokrat mengatakan polisi menangkap para aktivis karena berpartisipasi dalam pemungutan suara yang diselenggarakan secara independen tahun lalu.
Pemungutan suara itu dilakukan untuk memilih kandidat untuk pemilihan legislatif mendatang, yang diperingatkan pemerintah Hong Kong dan Beijing padasaat itu mungkin melanggar undang-undang baru.
Pengacara Hong Kong dan warga negara AS, John Clancey, juga ditangkap dan kantor firma hukumnya, Ho Tse Wai & Partners, dikunjungi polisi. Clancey terkenal di kalangan hukum Hong Kong dan telah berbicara di depan umum tentang konsekuensi hukum NSL.
Tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya itu membuat lebih dari dua kali lipat jumlah orang yang ditangkap di bawah NSL yang diberlakukan Beijing, yang pernah dipastikan pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, kepada publik akan digunakan hanya untuk melawan sekelompok kecil elemen kriminal dan tidak akan memengaruhi kehidupan warga Hong Kong biasa.
Pembersihan terus berlangsung
Prof Kenneth Chan, seorang ilmuwan politik di Universitas Baptist Hong Kong, dan pemimpin Proyek Pengamatan Pemilu yang melaporkan pemilihan pendahuluan, mengatakan “Ini keterlaluan dan ini bukan akhir karena pembersihan akan terus berlanjut. Ini tirani versus demokrasi karena kita menyaksikan bagaimana hak asasi manusia dan kebebasan sipil dilanggar berulang kali atas nama keamanan nasional.”
Maya Wang, peneliti senior Tiongkok di Human Rights Watch, mengatakan penangkapan massal itu menghilangkan lapisan demokrasi yang tersisa di kota.
“Beijing sekali lagi telah gagal belajar dari kesalahannya di Hong Kong bahwa penindasan menghasilkan perlawanan dan bahwa jutaan orang Hong Kong akan terus berjuang untuk hak mereka guna memilih dan mencalonkan diri dalam pemerintahan yang dipilih secara demokratis.”
Undang-Undang Keamanan Nasional diberlakukan di Hong Kong pada akhir Juni sebagai tanggapan atas aksi protes pada 2019. Target hukum yang diatur secara luas ialah tindakan yang dianggap Beijing sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing. (AFP/CNA/The Guardian/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved