Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Ulama Irak Desak PM Abdul Mahdi Mundur

(AFP/Uca/I-1)
06/10/2019 07:50
Ulama Irak Desak PM Abdul Mahdi Mundur
Ulama Syiah Irak dan pemimpin politik Moqtada al-Sadr((Photo by Haidar HAMDANI / AFP))

ULAMA Syiah terkemuka Irak, Moqtada al-Sadr, menuntut pemerintahan Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengundurkan diri. Ia akhirnya angkat suara ketika kekerasan dan jumlah kematian meningkat dalam aksi demonstrasi yang pecah di Baghdad hingga kota-kota lainnya di Irak.

"Untuk menghindari kematian lebih lanjut, pemerintah harus mengundurkan diri dan pemilihan awal harus diadakan di bawah pengawasan PBB," ujar Al-Sadr dalam sebuah pernyataan, Jumat (4/10).

Al-Sadr mengatakan ia tidak bisa tinggal diam atas banyaknya darah rakyat Irak yang harus bercucuran dalam aksi unjuk rasa memprotes pengangguran dan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Irak.

Jumat (4/10) malam, Komisi Hak Asasi Manusia Irak mengumumkan setidaknya 60

orang telah tewas dalam empat hari aksi unjuk rasa ber-darah yang tumpah di seluruh wilayah Irak. Angka terbaru termasuk 18 kematian yang terdaftar di satu rumah sakit di Baghdad. Namun, Komisi Hak Asasi Manusia Irak tidak memerinci lebih lanjut jumlah warga sipil atau pasukan keamanan yang tewas dari angka tersebut.

Dengan lebih dari 1.600 orang terluka, jumlah korban tewas diprediksikan masih akan terus bertambah.

Pernyataan Sadr tersebut menambah tekanan baru kepada Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi saat ia tengah berjuang untuk mengakhiri kerusuhan.

Sebelumnya, pemimpin spiritual Syiah Ayatollah Agung Ali Sistani dalam khotbahnya mendesak pihak berwenang untuk memperhatikan tuntutan demonstran.

Ia memperingatkan bahwa eskalasi protes dapat meningkat kecuali jika pemerintah segera mengambil langkah.

Dalam pidato pertamanya pascaprotes meletus sejak Selasa (1/10) lalu, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi meminta para penganggur muda yang menjadi tumpuan dalam unjuk rasa untuk bersabar.

Ia mengatakan pemerintahnya yang belum genap setahun membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengimplementasikan agenda reformasinya di sebuah negara yang dilanda korupsi dan pengangguran setelah beberapa dekade diterpa konflik.

"Tidak ada solusi yang ajaib," ujar Abdul Mahdi pada Jumat (4/10). (AFP/Uca/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik