Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PERGI meninggalkan tanah kelahiran di Libia, Afrika Utara, menuju Eropa sudah menjadi tekad bulat sejumlah imigran. Mereka memimpikan kehidupan yang lebih manusiawi ketimbang di negara asal yang kerap dilanda konflik mengerikan.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Keinginan para imigran, terutama kaum hawa, untuk menuju 'Benua Biru' malah berbuah nestapa. Mereka dilecehkan, disiksa, hingga diperkosa. Bahkan adapula imigran yang sampai meregang nyawa.
Baca juga: Demonstrasi Hong Kong Picu Perpecahan di Keluarga
Peristiwa nan biadab tersebut terungkap setelah polisi Italia menangkap tiga orang, Senin (16/9). Seorang pria berusia 27 tahun dari Guinea dan dua warga negara Mesir, berusia 24 dan 26 tahun, kini mendekam di salah satu penjara di Messina, Sisilia.
Ketiga orang itu diketahui mengelola kamp tahanan di bekas pangkalan militer di Zawyia, Libia. Hukuman yang seberat-beratnya kini membayang-bayangi mereka.
Penangkapan bermula setelah polisi Italia berhasil mengorek kesaksian dari para imigran yang tersebar di pusat-pusat penerimaan di seluruh Sisilia dan di Pulau Lampedusa.
Para saksi mata mengaku kepada polisi bahwa mereka telah dipukuli dengan tongkat, pangkal senapan, pipa karet, dicambuk atau disetrum. Mereka juga tidak diberikan air atau perawatan medis karena luka-luka mereka atau karena penyakit yang diderita di kamp, tempat mereka siap melakukan penyeberangan laut nan berbahaya.
Seorang saksi mata dengan nada lirih menceritakan betapa perempuan di kamp tahanan diperkosa secara sistematis dan berulang kali. "Semua wanita yang bersama kami ... diperkosa secara sistematis dan berulang kali," ujarnya.
Selama berada di kamp tahanan, lanjut dia, tidak jarang mereka minum air laut dan kadang-kadang memakan roti keras.
Selain pergi ke Eropa atas niat sendiri, rupanya adapula dari antara para imigran yang ditahan secara paksa dan baru dibebaskan setelah ketiga pelaku menerima uang tebusan.
Siapa pun yang tidak mampu membayar akan diteruskan ke pedagang lain untuk eksploitasi seksual. Adapula yang kemudian dijual sebagai pekerja ilegal. Malah ada yang sampai terbunuh dengan cara ditembak atau disetrum dengan listrik.
"Kami para lelaki dipukuli untuk memaksa kerabat kami membayar sejumlah uang dengan imbalan pembebasan kami. Saya pun pernah melihat pengelola kamp menembak dua migran yang berusaha melarikan diri," kenang dia.
Korban lain yang juga tidak disebutkan namanya mengatakan dia pernah dicambuk dengan kabel listrik. "Lain waktu saya dipukuli, bahkan di sekitar kepala," kata dia.
Ia menggambarkan betapa ngerinya disetrum dengan alat kejut listrik. Ia bahkan pernah jatuh ke tanah tidak sadarkan diri. "Saya secara pribadi menyaksikan banyak pembunuhan dengan kejut listrik," pungkasnya.
Ketiga pelaku yang kini mendekam di salah satu pusat penahanan di Messina, Sisilia itu, dituduh melakukan penculikan, penyiksaan, dan perdagangan migran dengan harapan dapat berlayar dari Libia ke Eropa. (AFP/Hym/A-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved