Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
MESIR menuduh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berusaha untuk mempolitisasi kematian presiden pertama yang dipilih secara demokratis, Muhammad Morsi. Apalagi, PBB menyerukan penyelidikan independen terkait kasus tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Ahmed Hafez, menyalahkan seruan "dalam istilah terkuat" dari juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Rupert Colville, mengenai penyelidikan independen atas kematian Morsi dalam persidangan pada Senin kemarin.
Baca juga: 2018, Jumlah Pengungsi Global Capai 70,8 Juta Orang
Hafez mengatakan tindakan itu merupakan upaya yang disengaja untuk mempolitisasi kasus kematian wajar. Colville diketahui menyerukan penyelidikan apakah penahanan Morsi selama hampir enam tahun, berkontribusi pada kematiannya.
"Setiap kematian mendadak dalam tahanan harus disertai dengan investigasi yang cepat, independen, menyeluruh dan transparan, serta dilakukan oleh badan independen untuk menjelaskan penyebab kematian," pungkas Colville.
"Muncul kekhawatiran mengenai kondisi penahanan Morsi, termasuk akses perawatan medis yang seharusnya memadai. Kemudian bagaimana akses ke pengacara dan keluarganya," lanjut dia.
Colville menekankan penyelidikan harus mencakup seluruh aspek perlakuan terhadap Morsi. Hal itu penting untuk memeriksa sejauh mana kondisi penahanan berdampak pada kematiannya.
Baca juga: Trump akan Bertemu Xi di KTT G20
Pada 2013 lalu, Morsi dilengserkan pimpinan militer yang saat ini berkuasa, Presiden Abdel Fattah al-Sisi. Morsi kemudian didakwa berbagai pelanggaran, termasuk spionase. Sejak mantan pemimpin Mesir itu digulingkan, otoritas berwenang melakukan operasi penumpasan terhadap kalangan oposisi. Ribuan pendukung Morsi dipenjara, dan ratusan orang menghadapi hukuman mati.
Kelompok anggota parlemen Inggris pada Maret 2018, memperingatkan kondisi penahanan Morsi. Terutama, kurang memadainya perawatan medis terhadap penyakit diabetes dan liver yang diderita Morsi, karena dapat memicu kematian dini. (AFP/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved