Pemimpin Hong Kong Minta Maaf atas Kekacauan UU Ekstradisi

Denny Parsaulian Sinaga
18/6/2019 21:05
Pemimpin Hong Kong Minta Maaf atas Kekacauan UU Ekstradisi
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam(Anthony WALLACE / AFP)

PEMIMPIN Hong Kong Carrie Lam, Selasa (18/6), meminta maaf atas kerusuhan politik yang telah mengguncang Hong Kong pekan lalu. Namun kepala eksekutif pro-Beijing itu menolak untuk mengundurkan diri.

Wilayah semiotonom itu telah terjerumus ke dalam krisis terbesarnya dalam beberapa dekade. Itu saat jutaan orang turun ke jalan menuntut pembatalan RUU yang diusulkan yang akan memungkinkan ekstradisi ke daratan Tiongkok.

Lam menunda RUU pada Sabtu (15/6) setelah dua demonstrasi besar-besaran yang menimbulkan serangan dan kekerasan antara polisi dan beberapa pengunjuk rasa.

"Tetapi penundaan itu gagal memadamkan kemarahan publik dan sebuah demonstrasi yang bahkan lebih besar pada Minggu (16/6) bahkan telah menarik lebih dari dua juta orang," kata penyelenggara yang menambahkan bahwa itu lebih dari seperempat populasi.

"Saya pribadi harus memikul banyak tanggung jawab. Ini telah menimbulkan kontroversi, perselisihan dan kecemasan di masyarakat," kata Lam dalam konferensi pers. "Untuk ini saya menawarkan permintaan maaf yang paling tulus kepada semua orang di Hong Kong."

Para pengunjuk rasa menuntut agar RUU itu ditarik sepenuhnya dan Lam mundur serta meminta maaf karena polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet saat membubarkan para pemrotes pekan lalu.

Mereka juga meminta agar semua dakwaan terhadap siapa pun yang ditahan selama protes, dicabut.


Baca juga: Kemunduran Politik Xi Jinping di Hong Kong


Namun Lam tidak memberikan indikasi bahwa dia siap untuk mundur. Dia malah mengatakan dia ingin terus bekerja sangat keras untuk memenuhi aspirasi rakyat Hong Kong.

Tanpa secara eksplisit menyatakan demikian, Lam mengindikasikan bahwa RUU ekstradisi tidak mungkin dihidupkan kembali mengingat sentimen publik.

"Saya tidak akan melanjutkan lagi legislasi ini jika ketakutan dan kecemasan ini tidak dapat diatasi secara memadai," katanya. "Jika RUU itu (tidak) dibawa ke dewan legislatif pada Juli tahun depan, itu akan berakhir dan pemerintah akan menerima kenyataan itu."

Kritisi terhadap undang-undang itu khawatir akan melibatkan rakyat Hong Kong dalam sistem peradilan Tiongkok yang terkenal buram dan penuh politisasi, serta mengancam para pengkritisi Beijing.

Protes massa juga mendapat dukungan dari komunitas bisnis kota yang tangguh. Dukungan ini di tengah kekhawatiran bahwa hukum bakal merusak reputasi Hong Kong sebagai pusat bisnis yang aman.

Sejak 1997 hingga kini, masih banyak warga yang khawatir jika kebebasan mereka perlahan-lahan terkikis oleh cengkeraman pengetatan Beijing atas kota semiotonom itu.

Pemerintah Tiongkok telah mendukung proposal ekstradisi, dan menuduh penyelenggara protes berkolusi dengan pemerintah Barat.

Namun setelah penangguhan RUU minggu lalu, Beijing mengatakan akan menghormati dan memahami keputusan Pemerintah Hong Kong. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya