Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PULUHAN ribu orang melakukan unjuk rasa di depan gedung parlemen Hong Kong menuntut penghapusan usulan peraturan ekstradisi yang akan mengizinkan warga dikirim ke Tiongkok untuk diadili. Peraturan baru ini dikhawatirkan akan mengancam kebebasan sipil dan perlindungan hukum di Hong Kong.
Kebebasan di Hong Kong dijamin berdasarkan kesepakatan penyerahan kota itu dari kekuasaan kolonial Inggris ke Tiongkok pada 1997.
Massa yang berjumlah sekitar puluhan ribu orang berkumpul di sepanjang Pulau Hong Kong, mulai Teluk Causeway hingga gedung parlemen di pusat kawasan bisnis.
Polisi setempat mengatakan 22.800 orang tergabung dalam iring-iringan aksi tersebut. Di sisi lain, penyelenggara memperkirakan ada 130 ribu orang turun ke jalan. Hal ini menjadi rekor protes jalanan terbesar di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir.
Para pengunjuk rasa menuntut Kepala Eksekutif Hongkong Carrie Lam untuk mengundurkan diri. Demonstran juga menyatakan Carrie telah mengkhianati Hong Kong.
Sebagian pengunjuk rasa terlihat membawa payung kuning, simbol The Occupy, gerakan prodemokrasi sipil yang sempat melumpuhkan sebagian Hong Kong selama 11 pekan pada 2014.
Kerumunan orang banyak meneriakkan, ‘Memotong hukum kejahatan!’ dan ‘Menentang ekstradisi Tiongkok!’ membentang bermil-mil.
Pemilik kedai kopi, Marco Ng, mengatakan dia menutup tokonya untuk bergabung dengan pawai. “Kota kami lebih penting daripada bisnis kami,” kata pria berusia 26 tahun itu kepada AFP. “Jika kita tidak berbicara, tidak mungkin pemerintah akan mendengarkan keprihatinan kita.”
“Suara rakyat tidak terdengar,” tambah Ivan Wong, mahasiswa berusia 18 tahun.
“RUU ini tidak hanya akan memengaruhi reputasi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional, tetapi juga sistem peradilan kami. Itu berdampak pada masa depan saya.”
Namun demikian, Kepala Eksekutif Lam dan pejabat pemerintah lainnya kukuh dengan rancangan peraturan mereka, dan menyebut aturan itu penting untuk menutup celah yang sudah lama ada.
Di bawah perubahan aturan itu, pemimpin Hong Kong akan memiliki hak untuk memerintahkan ekstradisi pelaku yang dicari ke Tiongkok, Makau, dan Taiwan, serta negara-negara lain yang tidak tercakup perjanjian ekstradisi Hong Kong yang ada.
Para ahli mengatakan undang-undang itu juga akan mengikis prinsip konstitusi satu negara, dua sistem yang dijanjikan Beijing pada 1997, ketika bekas koloni Inggris dipindahkan ke Tiongkok.
Hingga saat ini, pemisahan sistem ini menjamin Hong Kong tingkat otonomi yang tinggi, yang memungkinkan wilayah itu mempertahankan sistem politik, peradilan, dan ekonominya sendiri hingga 2047.
“Mereka berusaha mengintegrasikan Hong Kong ke daratan utama sampai-sampai Hong Kong harus dihilangkan,” kata Claudia Mo, anggota Dewan Legislatif Hong Kong. (AFP/CNN/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved