Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Keluar dari INF, Kontrak Rudal AS Naik

(AFP/Yan/I-1)
03/5/2019 04:40
 Keluar dari INF, Kontrak Rudal AS Naik
Beatrice Fihn, pemimpin ICAN(AFP)

WASHINGTON telah menandatangani lebih dari US$1 miliar kontrak rudal baru dalam tiga bulan sejak mengumumkan menarik diri dari perjanjian senjata penting era Perang Dingin. Demikian menurut para pegiat, Kamis (2/5).

"Penarikan dari Perjanjian INF telah menembakkan pistol dimulainya awal Perang Dingin baru," kata Beatrice Fihn memperingatkan. Fihn ialah Kepala Kampanye Internasional pemenang Hadiah Nobel Perdamaian untuk Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN).

Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada Oktober bahwa negaranya akan meninggalkan perjanjian Senjata Nuklir Jangka Menengah (INF) yang disepakati antara AS dan bekas Uni Soviet pada 1987.

Washington, yang menuduh Rusia melanggar perjanjian itu melalui sistem rudal baru, memulai proses resmi penarikan diri dari pakta itu pada Februari. Presiden Rusia Vladimir Putin menanggapi dengan mengatakan Moskow juga akan meninggalkan perjanjian INF, yang dianggap sebagai ajang kendali senjata global.

Dalam tiga bulan setelah pengumuman pada Oktober, pemerintah AS melanjutkan untuk mengatur tidak kurang dari US$1 miliar dalam kontrak rudal baru. Hal ini menurut sebuah laporan ICAN dan kelompok kampanye antinuklir lainnya, PAX.

Laporan tersebut memerinci lebih dari US$1,1 miliar dalam kontrak baru oleh enam perusahaan, terutama AS. Kontraktor pertahanan AS, Raytheon, mendapat rezeki nomplok. Raytheon mendapat 44 kontrak baru senilai sekitar US$537 juta.

Sementara itu, Lockheed Martin meneken 36 kontrak baru senilai US$268 juta, sedangkan Boeing meraih empat kontrak baru dengan total US$245 juta.

Demikian temuan laporan itu. "Kongres harus menyelidiki peran lobi Boeing, Lockheed Martin, dan Raytheon yang mengambil bagian terbesar dari kontrak-kontrak ini," kata Fihn dalam sebuah pernyataan.

Penulis laporan itu mengakui, tidak jelas apakah semua kontrak baru antara 22 Oktober 2018 dan 21 Januari 2019 ialah untuk produksi senjata nuklir baru.

"Ada desakan baru untuk membangun lebih banyak rudal yang menguntungkan segelintir perusahaan AS dan berniat membanjiri pasar dengan rudal terlepas dari jangkauan mereka," kata Fihn. (AFP/Yan/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya