Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Sengsara sang Asisten Rumah Tangga

MI
09/3/2019 10:25
Sengsara sang Asisten Rumah Tangga
(AFP/ANTHONY WALLACE)

Baby Jane Teodoro Allas, perempuan berusia 38 tahun, harus menelan pil pahit karena dipecat dari pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga. Dia dipecat saat sedang cuti sakit.

Sang majikan memutuskan untuk memecat Allas yang didiagnosis menderita kanker serviks. "Mempertimbangkan kondisi medis Anda, saya tidak dapat mempekerjakan Anda lagi. Semoga kesehatanmu membaik," bunyi surat pemecatan Allas.

Allas yang berasal dari Palawan, Filipina, mengatakan pemecatan itu seperti hukuman mati bagi dirinya. Keputusan sang majikan muncul beberapa pekan setelah Allas didiagnosis mengidap kanker stadium tiga yang agresif. Allas harus menjalani perawatan intensif.

Sudah terjatuh, tertimpa tangga pula. Sudah dipecat, visa kerja Allas berakhir pula. Hal itu berarti dia tidak bisa lagi mengakses layanan kesehatan yang disubsidi secara besar-besaran oleh pemerintah Hong Kong.

Jika bergantung pada kocek pribadi, Allas harus mengeluarkan uang sebesar 1 juta dolar Hong Kong atau setara US$127 ribu. Biaya tersebut mencakup tiga bulan kemoterapi dan radioterapi untuk mengecilkan sel kanker.

Di Hong Kong, saat ini tercatat sebanyak 385 ribu pekerja asing. Kontribusi mereka mencapai 3,6% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dengan mengacu pada pengeluaran pribadi, biaya penugasan dan nilai waktu bebas untuk para ibu.

Baca juga: Tenaga Kerja Asing Punya KTP Elektronik tidak Salahi Aturan

Manuela Basto, anggota NGO HELP for Domestic Workers yang berbasis di Hong Kong, mengungkapkan pemecatan asisten rumah tangga karena menderita penyakit berat, bukan hal aneh. Walaupun memecat seorang asisten rumah tangga merupakan tindakan ilegal, apalagi sedang cuti sakit, tetap saja sulit bagi orang asing untuk mengambil tindakan hukum.

Pasalnya, tanpa visa, mereka hanya memiliki waktu selama dua pekan untuk meninggalkan Hong Kong. "Saya sedang fokus memikirkan lima kasus serupa baru-baru ini. Jika pekerja yang sakit diberhentikan secara tidak sah atau mereka didiskriminasi, mereka bisa saja mengajukan tuntutan. Untuk bisa melakukan itu, mereka harus tetap di Hong Kong, tapi tidak bisa mengakses layanan kesehatan yang disubsidi," tukas Basto.

Seperti kasus Allas, ibu dari lima anak tersebut, tiba di Hong Kong pada 2016 demi menghidupi keluarganya. Selama bekerja di Hong Kong, dia memperoleh penghasilan sebesar 4.250 dolar Hong Kong per bulan atau sesuai upah minimum rata-rata untuk pekerja rumah tangga di sana.

Besaran upah itu bisa mencukupi kebutuhannya di Filipina, termasuk biaya makan, pakaian, rumah dan pendidikan bagi anak-anaknya. Bahkan, dia masih bisa menyisihkan sebagian untuk tabungan.

Kendati demikian, dia tidak menampik kondisi kerja dan kehidupan di Hong Kong tergolong sulit. Dia kerap menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan standar pemerintah.

Di Hong Kong, regulasi mengamanatkan pekerja rumah tangga asing yang tinggal bersama majikannya, harus mendapatkan privasi yang layak. Hanya saja, ketentuan akomodasi yang sesuai tidak dijelaskan secara detail. (CNN/Tesa Oktiana Surbakti/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya