Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KESEPAKATAN antara pemerintah Myanmar dan Bangladesh untuk mengembalikan ratusan ribu pengungsi Rohingya di wilayah perbatasan ke kampung halaman mereka, yang ditandatangani dua bulan lalu belum juga terlaksana. Pada Kamis (1/3) justru militer Myanmar mengirimkan sekitar 100 personel tentara mereka bersenjata berat lengkap ke wilayah perbatasan tak jauh dari para pengungsi Rohingya berada. Pemerintah Myanmar berkilah bahwa pasukan yang dikirim tersebut untuk mengejar gerilyawan Rohingya.
Kehadiran keamanan yang meningkat pada minggu ini berpusat di sekitar hamparan "tanah tak bertuan" antara kedua negara di mana sekitar 6.000 orang Rohingya mencari perlindungan setelah melarikan diri dari tindakan militer Myanmar yang brutal Agustus 2017 lalu.
Namun Myanmar secara kukuh membela tindakan keras tersebut sebagai upaya untuk menghabisi gerilyawan Rohingya yang menggerebek jabatan polisi tahun lalu. Masyarakat internasional melihat langkah pemerintah Myanmar yang sistematis itu sebagai upaya pembersihan etnis minoritas muslim (Rohingya) di negaranya. Baca juga: Peraih Nobel Ultimatum Suu Kyi: Akhiri Pemunahan Rohingya Atau Diadili
Dalam minggu-minggu ini, lonjakan masalah keamanan di sepanjang perbatasan Myanmar-Bangladesh merupakan tanggapan terhadap laporan intelijen terbaru mengenai pergerakan militan Rohingya, kata juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay.
"Kami bertindak berdasarkan informasi yang kami dapatkan mengenai terorisme, terutama gerakan ARSA," katanya kepada AFP. ARSA yang dimaksud ialah Arakan Rohingya Salvation Army, sebuah kelompok militan. "Itu tidak ditujukan untuk menentang Bangladesh," tambahnya.
Pada Kamis (1/3), Kementerian Luar Negeri Bangladesh memanggil perwakilan Myanmar dan meminta agar Myanmar menarik mundur pasukan keamanannya dan perlengkapan mereka dari perbatasan yang juga menjadi penampungan pengungsi Rohingya.
Pengungsi Rohingya yang tinggal di tenda-tenda pengungsian mengaku tidak menghadapi tekanan dari tentara Myanmar, yang telah meningkatkan patroli di sepanjang pagar kawat berduri di dekat kamp tersebut.
Ketegangan yang meningkat tidak akan banyak mempercepat rencana repatriasi yang ditandatangani oleh tetangga pada Januari. Bahkan prosesnya tertunda pada saat terakhir karena kurang persiapan dan protes oleh para pengungsi, yang takut kembali ke Myanmar tanpa jaminan keselamatan dan kewarganegaraan dasar mereka.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved