Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Beradaptasi di Lain Negeri

Wendy Mehari Utami
12/1/2016 00:00
Beradaptasi di Lain Negeri
(AFP/ANDY BUCHANAN)
BULAN lalu, sekitar 40 pengungsi asal Suriah tiba di Glasgow, Skotlandia. Dari wilayah daratan, mereka diantar menuju kapal untuk menyeberang ke Pulau Bute.

Perjalanan menyeberangi lautan hanya butuh 1 jam. Populasi di Pulau Bute hanya 7.000 orang. Di kota utamanya, Rothesay, hujan disertai angin kencang kerap melanda.

"Sulit. Kami tidak kenal siapa-siapa!" ucap seorang perempuan asal Aleppo yang tengah memilih-milih cangkir dan mangkuk di sebuah toko amal di Rothesay.

Seorang perempuan lain yang juga berasal dari Aleppo dan mengenakan kerudung hitam mengangguk-angguk.

"Di sini juga tidak ada kopi Arab, biji labu panggang, juga mate," kata dia, menyebut minuman mengandung kafein yang biasa diminum di Suriah.

Di supermarket Co-Op yang letaknya dekat dengan Kastel Rothesay, laki-laki asal Daraa di Suriah sisi barat daya terlihat kebingungan. Dia mondar-mandir di lorong-lorong supermarket sembari menggandeng anak laki-lakinya yang tidak berhenti menangis.

Seorang perempuan warga setempat lantas menghampiri mereka. Dia mencubit pipi si bocah Suriah dan berucap dengan gemas, "Saya tinggal di sebelah rumahmu lo!".

Sebagian
Beberapa hari setelah tiba di Pulau Bute, para pengungsi asal Suriah sibuk mendaftarkan anak-anak di sekolah, juga mendaftar ke fasilitas kesehatan, serta menukar mata uang, dan tidak ketinggalan, mengisi pulsa ponsel supaya mereka tetap bisa mengabari para sahabat dan keluarga yang masih di Suriah.

Empat puluh orang Suriah itu merupakan sebagian saja yang ditetapkan untuk dimukimkan di Inggris. Kelompok berikutnya, yakni enam keluarga Suriah, dijadwalkan akan tiba pula di Pulau Bute pada tahun ini.

September lalu, Perdana Menteri Inggris David Cameron mengumumkan akan menerima 20 ribu pengungsi dari kamp-kamp di perbatasan Suriah sepanjang periode hingga 2020.

Inggris memilih tidak mengikuti kuota yang telah ditetapkan Uni Eropa dalam penerimaan dan penyebaran migran di Eropa. Cameron berkukuh, meskipun Inggris diminta untuk menerima lebih banyak migran demi berbagi beban. Sebagai perbandingan, Jerman diharapkan menerima 1 juta pencari suaka pada tahun ini dan Belanda 60 ribu.

Beri waktu
Di Inggris, kelompok sukarelawan dan pejabat pemerintah berupaya agar media tidak banyak menyorot para pengungsi yang tiba, karena sorotan tentang identitas para pengungsi bisa-bisa membahayakan keluarga dan kawan-kawan mereka. Media juga diharap bisa memberi waktu untuk para pengungsi supaya bisa beradaptasi dengan kehidupan baru mereka.

Sesuai dengan kebijakan pemerintah, para pengungsi diberikan status perlindungan kemanusiaan selama 5 tahun, juga tempat tinggal gratis dan fasilitas kesejahteraan sosial, serta izin bekerja di tempat baru.

Beberapa warga lokal di Pulau Bute mengaku skeptis saat ditanya apakah para pengungsi Suriah bakal bertahan di pulau. "Curah hujan di sini yang cukup tinggi bakal membuat mereka kapok," tutur seorang laki-laki yang mengenakan topi pelaut di dermaga Pulau Bute.

Warga lain yang ditemui sedang membeli seliter vodka dan minuman energi di sebuah toko mengaku tidak punya masalah dengan kehadiran para pengungsi. "Asalkan mereka tidak berkelahi," kata dia.

Menurut Craig Borland, editor surat kabar The Buteman yang terbit setiap pekan, "Memang ada nuansa kecemasan karena ketidakpastian terutama di komunitas warga yang didominasi kulit putih dan Kristen ini, tapi mayoritas penduduk menerima mereka."


Sambutan
Gelombang migran pernah pula tiba di Skotlandia daratan, tapi rombongan migran muslim dari Timur Tengah apalagi yang tiba di Rothesay, belum pernah terjadi. "Ini mengingatkan saya pada saat orangtua saya pindah ke Skotlandia," kata Tariq Iqbal.

Iqbal ialah tenaga relawan di lembaga Scottish Communities Initiative yang berperan membantu mediasi kultural antara para pengungsi dan penduduk lokal. Orangtua Iqbal bermigrasi dari wilayah yang sekarang Pakistan.

Menjelang kedatangan para pengungsi Suriah di Rothesay, bulan lalu, Iqbal telah lama bersiap. Dia kerap bepergian ke Glasgow untuk mengoordinasikan tim relawan juga menggelar program kelas tentang Suriah dan Islam di sekolah-sekolah lokal.

Iqbal juga yang merencanakan pengiriman daging halal lebih banyak ke Pulau Bute dan menyiapkan pasokan untuk sehari-hari. "Mereka pasti tidak tahu mau makan apa di sini," kata Iqbal.

Pulau Bute, menurut Iqbal, dipilih sebagai salah satu tujuan permukiman baru para pengungsi Suriah karena di sana masih tersedia banyak permukiman. Rumah-rumah yang tidak berpenghuni menunjukkan kondisi ekonomi di Pulau Bute yang merosot selama beberapa dekade belakangan.

Pulau Bute sempat dikenal sebagai resor wisata populer bagi warga Glasgow. Namun, popularitas pulau itu mulai redup ketika penerbangan berbiaya rendah marak sehingga para pelancong lebih memilih tujuan wisata dengan cuaca yang lebih hangat ketimbang Bute.

Warga Pulau Bute, Tim Saul, yang berasal dari Inggris dan memiliki kafe jazz di Rothesay, mengaku amat berminat untuk berkenalan dengan para pengungsi asal Suriah.

"Lihat ini. Saya sudah menyiapkan kertas sontekan di balik meja bar supaya jika mereka datang, saya bisa memulai percakapan dengan mereka. Siapa tahu mereka datang untuk minum kopi misalnya," tutur Saul dengan antusias.(AFP/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya