Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Pernikahan Dini Dipicu Faktor Ekonomi

Puput Mutiara
19/12/2016 08:10
Pernikahan Dini Dipicu Faktor Ekonomi
(ANTARA/JAFKHAIRI)

PERNIKAHAN pada usia dini masih banyak terjadi di Indonesia. Data penelitian Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia pada 2015 menyebutkan sekitar 2 juta perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah.

Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan kasus pernikahan dini terbanyak kedua setelah Kamboja.

"Penyebab pernikahan dini di Indonesia karena masalah ekonomi. Orangtua menganggap dengan menikahkan anak akan mengurangi beban hidup. Kedua, pola pikir berkelanjutan di masyarakat yang menganggap menikahkan anak di usia dini merupakan hal wajar bahkan suatu keharusan karena tradisi," ujar Ketua Kalyanamitra, Listyowati, pada acara Youth Forum bertema Saatnya beraksi untuk menghentikan perkawinan anak di Jakarta, kemarin (Minggu, 18/12).

Ia menjelaskan pernikahan dini berpotensi menyebabkan banyak masalah, seperti hilangnya kesempatan pendidikan anak, terganggunya kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga, dan penelantaran ekonomi. Pernikahan dini juga rawan perceraian yang menyebabkan anak perempuan harus menjadi orangtua tunggal.

Dari sisi kesehatan, ada banyak akibat negatif dari pernikahan dini. Salah satunya, bila seorang anak perempuan hamil di usia 19 tahun ke bawah, dia tidak akan mendapat asupan gizi yang cukup karena harus berbagi dengan bayi dalam kandungannya. Hal itu berakibat pada tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan AKI di Indonesia ialah 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Adapun AKB sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Listyowati mengingatkan perlu adanya tindakan pencegahan pernikahan dini dari sisi orangtua dan si anak.

"Orangtua harus memberikan pemahaman mengenai akibat dari pernikahan dini, juga mengenai kesehatan reproduksi pada anaknya. Anak harus disibukkan dengan kegiatan berkreasi dan berprestasi agar terjauh dari hal-hal yang menyebabkan pernikahan dini," ujarnya.

Pemberdayaan ekonomi
Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Wahyu Hartomo juga meng-ungkapkan anak-anak yang belum cukup umur (masih di bawah 18 tahun menurut UU No 1/1974) sangat rentan mengalami eksploitasi ataupun penganiayaan setelah menikah.

Ia menyebut tingginya angka pernikahan dini di Indonesia karena faktor ekonomi. "Solusinya, kita berdayakan perempuan terutama kaum ibu melalui industri rumahan. Jadi mereka juga bisa berkontribusi membangun ekonomi keluarga," paparnya.

Selain karena impitan ekonomi, ungkap Wahyu, umumnya pernikahan dini juga dipicu rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.

"Program wajib belajar 12 tahun juga bagian dari upaya pemerintah menekan pernikahan dini. Tapi para orangtua juga harus diberi edukasi," tukasnya.

Lebih lanjut, Kementerian PPPA telah melakukan pemetaan guna mengetahui daerah mana saja yang berpotensi rawan pernikahan dini. Nusa Tenggara Barat sejauh ini masih menjadi provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi.(*/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya