Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Limbah Baterai Bisa Jadi Tambang Baru: Untung Besar, Polusi Berkurang

Bimo Aria Seno
21/8/2025 09:00
Limbah Baterai Bisa Jadi Tambang Baru: Untung Besar, Polusi Berkurang
Ilustrasi(freepik)

BATERAI lithium yang dibuang ternyata menyimpan sumber daya bernilai tinggi yang masih belum banyak dimanfaatkan. 

Daur ulang baterai dapat berpotensi menjadi industri hijau bernilai miliaran dolar, sekaligus mengurangi emisi dan menghemat sumber daya. Namun, agar daur ulang ini dapat diperluas skala penerapannya, diperlukan peningkatan infrastruktur.

Seiring dengan peningkatan permintaan kendaraan listrik, perangkat elektronik portabel, dan penyimpanan energi terbarukan menjadikan lithium sebagai mineral yang sangat dibutuhkan. Penelitian terbaru dari Edith Cowan University (ECU) menyoroti bagaimana daur ulang baterai lithium penting untuk dilakukan. Penelitian tersebut menunjukkan, pemanfaatan baterai bekas sebagai sumber lithium dapat membantu mengurangi dampak lingkungan, memperkuat ekonomi sirkular, serta menjamin keberlanjutan jangka panjang di sektor energi.

Mahasiswa doktoral ECU, Sadia Afrin, mencatat bahwa pasar baterai lithium-ion global diperkirakan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 13% dan mencapai US$87,5 miliar pada 2027. Sementara itu, konsumsi lithium diperkirakan naik dari 390 kiloton pada 2020 menjadi sekitar 1.600 kiloton pada 2026.

Meski demikian, baterai lithium-ion pada umumnya hanya menggunakan sekitar 20% kapasitasnya sebelum tidak lagi layak dipakai pada kendaraan listrik. Artinya, ketika berakhir di tempat penyimpanan atau pembuangan, baterai masih menyimpan hampir 80% kandungan lithium.

Departemen Industri, Sains, dan Sumber Daya Australia bahkan memperkirakan, pada 2035 Australia dapat menghasilkan 137 ribu ton limbah baterai lithium per tahun.

Penulis utama penelitian, Asad Ali, menilai daur ulang adalah solusi yang sangat cemerlang. Ia menyebut industri daur ulang berpotensi bernilai antara 603 juta hingga US$3,1 miliar per tahun dalam waktu kurang dari satu dekade. “Dengan mendaur ulang baterai ini, Anda tidak hanya dapat mengakses lithium yang tersisa, yang sudah dimurnikan hingga hampir 99%, tetapi juga dapat mengambil kembali nikel dan kobalt dari baterai tersebut,” ujarnya.

Ali menambahkan, meski lithium hasil daur ulang tidak akan banyak memengaruhi industri ekstraksi atau sektor hilir, manfaat lingkungannya sangat signifikan. Daur ulang dianggap mampu menekan kebutuhan lahan, mencegah pencemaran tanah, menghemat penggunaan air, mengurangi emisi karbon, dan membatasi pelepasan bahan kimia berbahaya.

Menurut perhitungan penelitian, penambangan lithium menghasilkan emisi karbon hingga 37% per ton, sedangkan daur ulang menghasilkan emisi 61% jauh lebih sedikit. Daur ulang hanya memerlukan energi 83% lebih sedikit dan penggunaan air 79% lebih rendah dibandingkan proses penambangan. Dengan metode hidrometalurgi, keuntungan ekonomi yang dihasilkan dapat mencapai US$27,70 per kilogram lithium yang dipulihkan.

Dosen ECU sekaligus penulis utama lainnya, Muhammad Azhar, mengatakan bahwa meskipun Australia memiliki salah satu cadangan lithium terbesar di dunia, pemulihan lithium dari baterai bekas tetap membawa manfaat sosial-ekonomi dan mendukung keberlanjutan lingkungan. 

“Industri pertambangan sebenarnya menawarkan sumber lain dari baterai yang sudah tidak terpakai, seiring percepatan elektrifikasi sektor tersebut. ECU sedang menjajaki kehidupan kedua dari baterai lithium bekas ini,” terang Azhar.

Meskipun manfaat daur ulang terlihat sangat jelas, Afrin mencatat bahwa masih ada sejumlah hambatan yang perlu diatasi. “Laju inovasi jauh melampaui pengembangan kebijakan, dan komposisi kimia baterai juga terus berkembang, yang membuat daur ulang baterai ini menjadi lebih rumit.” (sciencedaily/sciencedirect/Z-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya