Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
Peneliti Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anggi Afriansyah mengatakan bahwa fasilitas sarana prasarana Sekolah Rakyat karena dipersiapkan dalam waktu yang relatif singkat, perlu pengecekan memadai terkait dengan keamanan semua fasilitas tersebut.
“Kemudian dari target 100, yang sudah selesai 63 dan sisanya akan aktif di akhir Juli dan Agustus jika menyimak pernyataan Mensos. Dalam konteks tersebut pembangunan dan proses kelengkapana sarana prasarana harus tetap sesuai prosedur keamanan yang berlaku dan tentu harus dilaksanakan secara transparan, objektif dan akuntabel,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Senin (14/7).
Lebih lanjut, menurut Anggi sejauh ini masih ada perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana Sekolah Rakyat. Tentu saja diharapkan hal tersebut dilakukan secara bertahap dan sesuai target, serta sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
“Daya dukung fasilitas pembelajaran menjadi sangat penting. Sebab anak-anak ini tinggal di asrama. Artinya lingkungan sekolah sekaligus arena bermain dan tinggal mereka. Harus betul-betul dipastikan segala hal mendasar sudah memadai misal aliran air, listrik, internet dan fasilitas lainnya,” tegas Anggi.
Aspek lainnya tentu harus dipastikan berbagai aspek lain mulai dari tata kelola, pendampingan guru dan tenaga pendidik termasuk psikologi, pendampingan psikologis guru, dan rapid asesmen untuk mengecek apakah ragam target yang sudah ditentukan.
“Juga dalam beberapa literatur, dalam konteks sekolah berasrama pendampingan yg dialogis di awal menjadi sangat penting sebab anak akan memasuki ruang pendidikan berbeda, meninggalkan orangtuanya dan bertemu teman-teman baru. Risiko perundungan, kekerasan, dan pelecehan juga sering menjadi hal yang perlu diperhatikan di sekolah berasrama. Dalam konteks ini para pengasuh dan guru harus benar-benar mengamati dan mendampingi setiap aktivitas anak. Hal tersebut akan berdampak pada kesejahteraan dan keberhasilan pendidikan anak di Sekolah Rakyat,” tuturnya.
Di lain pihak, Anggota Komisi VIII DPR RI, Haeny Relawati Rini Widyastuti menyoroti ketidakjelasan status tenaga pendidik dan kependidikan dalam program Sekolah Rakyat.
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil wawancara langsung di lapangan, calon kepala sekolah Sekolah Rakyat berasal dari ASN pemerintah daerah, namun belum ada kejelasan tertulis terkait penempatan mereka secara faktual di bawah kementerian pusat.
“Meski disebut akan dipindah ke pusat, hingga saat ini mereka belum menerima SK tertulis. Padahal, hal ini melibatkan instansi negara lain seperti BKN dan KemenPAN-RB. Ini yang sejak awal sudah saya ingatkan kepada Kementerian Sosial,” ujarnya.
Menurutnya tenaga pendidik dan kependidikan di luar kepala sekolah ternyata berasal dari tenaga P3K, yang direkrut langsung oleh Kementerian Sosial. Ia mempertanyakan keberlanjutan status mereka mengingat belum ada kejelasan penganggaran jangka panjang di dalam RAPBN 2026.
“Jika kontrak P3K dengan Kementerian Sosial hanya untuk satu tahun, bagaimana kelanjutannya? Apakah akan diperpanjang atau dialihkan? Ini penting untuk keberlangsungan Sekolah Rakyat,” tegasnya.
Dia juga mengusulkan agar dalam sistem pendidikan berasrama seperti Sekolah Rakyat, dibutuhkan “pamong”, sebagaimana yang diterapkan di sekolah-sekolah seperti Taruna Nusantara. Menurutnya, Kementerian Sosial memiliki keunggulan dalam pengelolaan pamong karena pengalaman panjang dalam rehabilitasi sosial.
“Kalau sekolah umum tak terbiasa dengan sistem asrama, Kementerian Sosial justru unggul. Mereka punya SDM dan pengalaman yang cukup, bahkan bisa memanfaatkan tenaga dari 27 UPT Sentra di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Ia juga mencatat bahwa desain fisik sekolah rakyat di Sentra Bekasi sudah 80% menyerupai blueprint Kementerian Sosial yang dirancang bersama Kementerian PUPR, yang artinya program ini bisa berjalan dengan lebih efisien secara anggaran dan tepat guna.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyinggung soal ketersediaan lahan sebagai tantangan terbesar dalam ekspansi Sekolah Rakyat ke seluruh kabupaten/kota seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo.
Ia mendorong agar aset-aset milik pemerintah provinsi yang belum dimanfaatkan dapat dialihfungsikan untuk mendukung Sekolah Rakyat, mengingat pemerintah kabupaten/kota tidak lagi memiliki kewenangan atas pendidikan tingkat menengah atas ke atas.
“Saya pernah sampaikan, daripada cari lahan baru, lebih baik kita manfaatkan aset provinsi yang idle. Pemerintah provinsi bisa membantu mempercepat realisasi program ini,” ujar dia.
Dengan berjalannya program sekolah rakyat ini, Haeny menekankan bahwa pengembangan Sekolah Rakyat tidak boleh hanya fokus pada target kuantitatif seperti jumlah sekolah atau siswa, melainkan juga harus memastikan kualitas manajemen, status hukum tenaga pengajar, dan kesiapan kurikulum.
“Kalau kita mau mewujudkan cita-cita besar Presiden Prabowo melalui Sekolah Rakyat, maka tenaga pendidikan, kurikulum, dan tata kelola kelembagaan harus beres sejak awal,” pungkasnya. (H-1)
Banyak tempat olahraga yang digunakan masyarakat menengah ke bawah sehingga omzet yang didapatkan juga terbilang rendah.
Pengakuan menjadi indikator keberhasilan atas implementasi standar mutu dan kepuasan pelanggan.
Selain fasilitas yang bisa dinikmati tamu tanpa membayar, tamu juga bisa menikmati fasilitas lainnya yang berbayar.
Dekan FKIP USD Tarsisius Sarkim menyampaikan pentingnya Steam Learning Center sebagai fasilitas pendidikan yang tanggap terhadap kebutuhan zaman.
Lebih dari sekadar penambahan jenjang, pendidikan berkualitas dengan standar internasional terus dikembangkan di wilayah Cilegon, Banten.
Kemensos menghormati keputusan dari para siswa dan orangtuanya meski saat proses rekrutmen sudah ada kesediaan untuk masuk Sekolah Rakyat.
Sekolah Rakyat bukan merupakan program Kemensos, melainkan langsung dari Presiden Prabowo, yang tahun ini diharapkan 100 SR bisa memulai operasional.
Di hadapan para siswa, Gus Ipul sekolah gratis berasrama ini untuk menjangkau anak-anak dari keluarga kurang mampu yang belum terjangkau pendidikan karena keterbatasan biaya.
"Kekuasaan itu kan alat. Alat untuk memperjuangkan saudara-saudara kita yang tertindas, alat untuk memperjuangkan saudara-saudara kita yang masih miskin."
Banyak anak yang sudah putus sekolah ternyata enggan kembali bersekolah, bahkan sebagian sudah melewati usia sekolah dasar.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa belum semua peralatan Sekolah Rakyat berada di masing-masing lokasi karena terkendala pengiriman dan lain sebagainya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved