Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Gurita Cincin Biru: Cantik, Kecil, dan Mematikan

Thalatie K Yani
13/7/2025 12:45
Gurita Cincin Biru: Cantik, Kecil, dan Mematikan
Gurita cincin biru adalah hewan laut mungil dengan racun tetrodotoksin (TTX) yang 1.200 kali lebih mematikan dari sianida. (Beach Safe)

GURITA dikenal sebagai hewan laut yang cerdas dan ahli kamuflase. Namun, ada satu kelompok gurita yang terkenal bukan karena kecerdasan atau penyamarannya, melainkan karena racun mematikannya.

Meski ukurannya mungil, gurita cincin biru (Hapalochlaena) menyimpan senjata biologis yang sangat mematikan: tetrodotoksin (TTX), neurotoksin kuat yang dapat melumpuhkan, bahkan membunuh manusia dalam waktu singkat. TTX juga ditemukan pada ikan buntal.

Menurut para ilmuwan, TTX 1.200 kali lebih beracun dibandingkan sianida, dan sejauh ini belum ada penawarnya.

Empat Jenis Paling Mematikan

Semua spesies dalam genus Hapalochlaena mengandung TTX. Keempatnya adalah:

  • Gurita cincin biru besar (H. lunulata)
  • Gurita cincin biru selatan (H. maculosa)
  • Gurita garis biru (H. fasciata)
  • Gurita cincin biru umum (H. nierstraszi)

Dengan pola lingkaran biru yang berpendar di tubuhnya, gurita ini tampak indah dan mencolok. “Semua gurita memiliki racun, tapi gurita cincin biru adalah salah satu yang paling beracun,” ujar Michael Vecchione, zoolog dari Smithsonian Museum of Natural History.

Uniknya, racun TTX ini bukan dihasilkan langsung oleh tubuh gurita, melainkan diproduksi bakteri simbiotik di kelenjar liurnya, menurut laporan Australian Institute of Marine Science.

Kecil tapi Mematikan

Gurita cincin biru hidup di terumbu karang dan dasar laut berbatu di Samudra Pasifik dan Hindia. Mereka tinggal di kedalaman antara 20 - 50 meter, dengan panjang tubuh hanya sekitar 12 - 22 cm, termasuk lengannya.

“Wajar saja jika makhluk sekecil itu memiliki pertahanan sehebat ini,” kata Bret Grasse, pakar cephalopoda dari Marine Biological Laboratory, Universitas Chicago.

TTX bekerja dengan menghalangi saluran natrium di sel saraf, sehingga menghentikan komunikasi antara otak dan otot. Akibatnya, korban bisa kehilangan kemampuan bernapas, bahkan mengalami henti jantung.

Gurita ini menyuntikkan racunnya melalui gigitan langsung, meski juga bisa melepaskannya ke air di sekitarnya. Jika makhluk lain menghirup air beracun tersebut, mereka bisa terlumpuh secara bertahap.

Bukan Sekadar Senjata Pertahanan

Menariknya, racun TTX juga digunakan dalam proses kawin. Betina biasanya tiga hingga lima kali lebih besar dari jantan, sehingga jantan menghadapi risiko tinggi, termasuk dimangsa oleh pasangannya sendiri.

Untuk menghindari hal ini, gurita jantan kadang menggunakan racunnya untuk melumpuhkan betina sementara, cukup lama untuk mentransfer paket sperma. Racun juga digunakan oleh betina untuk melapisi telur agar aman dari predator.

Bahaya bagi Manusia

Kasus manusia digigit gurita cincin biru sangat jarang, tetapi tetap berbahaya. Setidaknya tercatat tiga kematian, dua di Australia dan satu di Singapura. Dalam kasus ekstrem, korban bisa meninggal dalam waktu 20 menit, namun ada pula yang selamat setelah perawatan intensif.

Salah satu kasus selamat terjadi pada tahun 2006. Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun di Australia digigit, muntah tiga kali, mengalami penglihatan kabur, dan tidak bisa berdiri hanya dalam 10 menit setelah digigit. Ia dirawat menggunakan ventilator selama 17 jam, dan pulih total dalam 28 jam tanpa komplikasi.

“Jika terjadi gigitan, penanganan medis cepat dan ventilator adalah langkah terbaik,” kata Grasse.

Kecil Tapi Jangan Diremehkan

Meskipun mungil, gurita cincin biru adalah salah satu makhluk paling beracun di dunia laut. Kemampuannya bertahan hidup dan mengendalikan lingkungan sekitarnya melalui racun yang kompleks menunjukkan betapa luar biasanya evolusi cephalopoda ini.

Maka, jika suatu hari Anda snorkeling di terumbu karang dan melihat gurita kecil dengan cincin biru menyala — jangan dekati, cukup kagumi dari jauh. (Live Science/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya