Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
TAGAR kabur aja dulu yang ramai di media sosial dinilai mencerminkan keresahan generasi muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri. Menurut Ketua Peminatan Pemberdayaan Perempuan S2 PSDM Pasca Sarjana Unair Andriyanto fenomena ini bukan sekadar bentuk pelarian, melainkan refleksi dari keinginan mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
"Artinya bahwa dia sebenarnya bukan persoalan melarikan diri, tapi dia mencoba untuk mencari kehidupan yang lebih tinggi," ujar Andriyanto dalam Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (19/2).
Ia menegaskan bahwa faktor utama yang mendorong munculnya tren ini adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan, rendahnya upah, serta meningkatnya ketimpangan sosial dan menurunnya kualitas hidup.
Andriyanto menjelaskan bahwa jumlah penduduk usia kerja di Indonesia mengalami lonjakan signifikan, dari 53,39 persen menjadi 70,72 persen. Hal ini memperbesar persaingan di pasar tenaga kerja, sementara lapangan pekerjaan yang tersedia belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal.
"Secara objektif, sebenarnya tagar kabur aja dulu itu menjadi sesuatu yang memungkinkan terjadi," katanya.
Di sisi lain, pemerintah sebenarnya telah menunjukkan komitmen dalam meningkatkan lapangan kerja dan kewirausahaan melalui misi Asta Cita yang diusung oleh Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran. Namun, implementasi kebijakan tersebut masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai kurang populer di masyarakat.
"Ini juga perlu menjadi perhatian serius pemerintah bahwa sebenarnya beberapa program-program itu harus betul-betul dijelaskan," tambahnya.
Andriyanto juga menyoroti permasalahan yang dialami lulusan perguruan tinggi. Banyak dari mereka yang berprestasi tinggi tetapi mendapatkan gaji yang tidak sesuai dengan ekspektasi dan usaha yang telah mereka lakukan selama menempuh pendidikan.
"Baru tiga hari yang lalu, saya katakan bahwa seorang lulusan S1 dengan nilai cumlaude dari perguruan tinggi negeri melamar pekerjaan dan hanya ditawari gaji Rp3 juta. Ini adalah faktanya," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa jika fenomena ini terus diabaikan, dampaknya bisa lebih serius, yakni meningkatnya brain drain, di mana tenaga kerja berkualitas tinggi lebih memilih bekerja dan menetap di luar negeri.
"Dalam satu tahun terakhir, hampir seribu orang pindah kewarganegaraan ke Singapura. Ini menjadi evaluasi yang cukup tajam, jangan-jangan tagar ini menjadi kenyataan," tegasnya.
Sebagai solusi, Andriyanto menyarankan pemerintah untuk lebih responsif terhadap aspirasi generasi muda dan meningkatkan komunikasi mengenai kebijakan ketenagakerjaan yang ada.
Selain itu, ia menekankan pentingnya sinergi antara berbagai kementerian dalam menciptakan peta jalur kompetensi dan penyiapan pekerjaan yang berkualitas.
"Momentum munculnya tagar ini sebaiknya diambil hikmahnya. Kementerian investasi, ekonomi kreatif, pendidikan, dan ketenagakerjaan harus duduk bersama untuk menciptakan solusi konkret," sarannya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya sosialisasi tentang bekerja di luar negeri secara legal dan meningkatkan keterampilan generasi muda agar lebih kompetitif di pasar tenaga kerja. "Hati-hati, tidak gampang bekerja di luar negeri. Kita harus menyampaikan informasi yang seimbang," tutupnya. (Ata/M-3)
Obligasi ini dijamin sepenuhnya, tanpa syarat, dan tidak dapat dibatalkan oleh CGIF selaku lembaga penjamin kredit dengan kekuatan finansial tingkat tertinggi (idAAA/stabil).
Duta Besar Australia untuk Indonesia Rod Brazier menyoroti pencapaian IA-CEPA dalam memperkuat hubungan antara Australia dan Indonesia.
FEBRUARI 2008, tatkala krisis finansial global masih berkecamuk, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengundang beberapa ekonom terkemuka.
SEGERA atasi tantangan struktural yang dihadapi perempuan agar mampu berperan aktif dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
SULIT menjadi Indonesia. Bukan lantaran tak punya sumber daya, melainkan karena harapan selalu membuncah melebihi kapasitas institusi yang mengelola.
Kedua sistem ini, QRIS dan Project Nexus, sejatinya bersifat komplementer, bukan saling menggantikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved