Cara Predator Purba Thylacosmilus Atrox Berburu dengan Cara yang Unik

Siti Sayidah
10/12/2024 23:04
Cara Predator Purba Thylacosmilus Atrox Berburu dengan Cara yang Unik
Ilustrasi kehidupan Thylacosmilus atrox.(Jorge Blanco/Science News)

PENELITIAN dari beberapa ahli paleontologi mengungkapkan mengenai adaptasi unik Thylacosmilus Atrox, predator purba yang dikenal sebagai "marsupial bertaring pedang".

Studi ini membahas bagaimana spesies tersebut tetap efektif berburu meskipun memiliki mata dengan posisi yang tidak biasa. Dalam dunia hewan darat (vertebrata darat), penglihatan merupakan hal yang sangat penting untuk bertahan hidup, namun Thylacosmilus memiliki karakteristik visual yang berbeda dari predator lainnya.

Keunikan Thylacosmilus atrox

Predator yang hidup di Amerika Selatan selama era Kenozoikum hingga Pliosen ini, memiliki massa tubuh sekitar 117 kilogram, setengah dari ukuran Smilodon fatalis (kucing bertaring pedang lainnya yang sebesar singa). 

Uniknya, mata Thylacosmilus terletak di sisi tengkorak, mirip dengan herbivora seperti sapi atau kuda. Sehingga menyulitkan hewan berkaki empat ini untuk berburu mangsanya. 

Menurut Charlène Gaillard, ahli paleontologi yang terlibat dalam penelitian ini, mengungkapkan bahwa karakteristik tengkorak Thylacosmilus sangat dipengaruhi oleh gigi taringnya yang besar. 

"Anda tidak dapat memahami organisasi tengkorak Thylacosmilus atrox tanpa terlebih dahulu berhadapan dengan gigi taringnya yang besar," kata Gaillard. 

Gigi taring ini terus tumbuh hingga melewati bagian atas tengkoraknya, mengurangi ruang untuk orbit mata di bagian depan wajah. Hal ini juga yang menimbulkan keterbatasan visual.

Penelitian menggunakan teknologi Pemindaian CT

Tim peneliti menggunakan pemindaian CT dan rekonstruksi virtual 3D digunakan untuk mempelajari struktur orbit mata Thylacosmilus. Mereka menemukan bahwa spesies ini memiliki konvergensi orbital rendah, hanya sekitar 35 derajat, jauh lebih kecil dibandingkan predator modern seperti kucing yang mencapai 65 derajat.

Namun, Thylacosmilus mengkompensasi posisi mata yang menyamping dengan membuat orbitnya sedikit menonjol dan hampir vertikal. 

Menurut Dr. Analia Forasiepi, peneliti dari Instituto Argentino de Nivología, Glaciología y Ciencias Ambientales, dan CONICET, mengatakan bahwa tumpang tindih dalam bidang visual tersebut ternyata membuat Thylacosmilus cukup untuk menjadi predator aktif yang sukses.

"Pendekatan ini memungkinkan Thylacosmilus atrox mencapai sekitar 70% tumpang tindih bidang visual cukup untuk menjadi predator aktif yang sukses,"ungkap Analia.

Selain posisi orbit yang unik, tengkorak Thylacosmilus juga menunjukkan berbagai adaptasi lain. Dr. Ross MacPhee, kurator senior di Museum Sejarah Alam Amerika, menjelaskan bahwa pertumbuhan gigi taring yang berkelanjutan mempengaruhi susunan tengkorak secara keseluruhan. 

"Orientasi aneh orbit Thylacosmilus atrox sebenarnya merupakan kompromi morfologi untuk mengakomodasi gigi taring besar sambil melindungi otak dan organ sensorik," katanya.

Mata Thylacosmilus yang terletak di sisi kepala membuat orbitnya dekat dengan otot pengunyah, yang bisa menyebabkan perubahan bentuk atau tekanan saat makan. Untuk mengatasi masalah ini, hewan tersebut mengembangkan tulang pelindung di sekitar rongga matanya, mirip dengan struktur yang ditemukan pada primata.

Mengapa gigi taringnya yang sangat besar?

Masih menjadi misteri mengapa Thylacosmilus memiliki gigi taring yang begitu besar hingga memengaruhi struktur tengkoraknya. 

Charlène Gaillard berspekulasi bahwa gigi taring tersebut mungkin memiliki fungsi unik dalam berburu, meskipun tidak ada predator lain yang menunjukkan adaptasi serupa.
 
"Gigi taring Thylacosmilus tidak mengalami kerusakan seperti gigi seri hewan pengerat. Sebaliknya, gigi ini terus tumbuh hingga mencapai hampir ke bagian belakang tengkorak," ujarnya.

Penelitian ini menunjukkan bagaimana Thylacosmilus atrox berhasil mengatasi keterbatasan visual yang disebabkan oleh adaptasi struktural tengkoraknya.

 Dengan kompensasi pada posisi orbit dan adaptasi unik lainnya, predator ini mampu tetap efektif berburu meskipun menghadapi tantangan genetik yang tidak biasa. (Sciencenews/Biomedcentral/nationalgeographic/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya