Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Implementasi Pembangunan Rendah Karbon (LCDI) Solusi Jaga Pertumbuhan Ekonomi dan Tekan Emisi Karbon

Ihfa Firdausya
24/11/2024 21:06
Implementasi Pembangunan Rendah Karbon (LCDI) Solusi Jaga Pertumbuhan Ekonomi dan Tekan Emisi Karbon
Ilustrasi(MI/M IQBAL AL MACHMUDI)

PEMERINTAH dinilai memiliki tugas berat pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, tapi di sisi lain juga berkomitmen terhadap kesepakatan global dan kebutuhan untuk mengurangi gas rumah kaca. Hal itu disampaikan Penasihat Khusus Presiden bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro Green Press Community 2024 di M Bloc Space, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11).

Salah satu upaya yang bisa dilakukan, kata Bambang, adalah mengimplementasikan Low Carbon Development Initiative (LCDI) atau Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon.

“Pada 2018 kita sudah membuat studi yang namanya Low Carbon Development Initiative. Kesimpulan dari studi itu adalah kalau Indonesia melakukan pembangunan yang berbasis rendah karbon, artinya meminimalkan polusi atau emisi, kita bisa mencapai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” katanya.

“Kita melakukan simulasi, kalau business as usual, tidak berupaya menurunkan emisi, pertumbuhan ekonomi kita cenderung tertekan atau malah lebih rendah,” jelasnya.

Implementasi Low Carbon Development Initiative, kata Bambang, diharapkan bisa menjadi salah satu solusi untuk menjaga trade off antara kebutuhan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Di sisi lain, tantangan mitigasi perubahan iklim juga tidak mudah karena literasi masyarakat Indonesia bahkan dunia terhadap perubahan iklim belum terlalu tinggi. Bambang mengatakan masih banyak orang yang tidak sadar bahwa perubahan iklim itu sudah terjadi dan berbahaya.

“Kita tingkatkan dulu literasi, kesadaran, bahwa Indonesia masih bisa meminimalkan emisi gas rumah kaca kalau kita memang sadar dari mana itu berasal dan kita tahu bagaimana cara mitigasinya,” ujarnya.

Kemudian upaya adaptasi tetap harus dikedepankan karena bagaimana pun perubahan iklim itu keniscayaan. Menurut Bambang, adaptasi perlu mendapatkan pendanaan yang cukup.

“Secara global, upaya pendanaan perubahan iklim 90% jatuhnya masih ke mitigasi. Itu wajar, orang gak ingin berhadapan dengan bencana. Sebanyak 10%-nya itu yang adaptasi. Barangkali ini yang perlu ditingkatkan dari segi jumlah,” kata dia.

Namun, lanjutnya, mitigasi dan adaptasi pun terkadang tidak bisa 100% menghilangkan risiko bencana akibat perubahan iklim. Karena itu pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP) ke-29 yang baru digelar di Baku, Azerbaijan, salah satu yang mengemuka adalah harus ada pendanaan jenis baru untuk loss and damage.

“Berarti harus ada dana yang khusus untuk rehabilitasi, rekonstruksi, dari bencana yang tidak mungkin dihindari akibat perubahan iklim. Loss and damage tampaknya akan diangkat sebagai salah satu kewajiban dari negara penghasil emisi terbesar yakni negara maju untuk negara-negara yang menjadi pelengkap penderita dari perubahan iklim,” pungkas Bambang. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya