Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagi Umat Islam

Alya Putri Abi
23/11/2024 16:33
Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagi Umat Islam
Ilustrasi(Freepik)

SEAGAI negara dengan keberagaman agama, kita hidup berdampingan dengan umat agama lain. Terkadang, kita ingin turut merayakan atau sekadar mengucapkan selamat kepada mereka yang merayakan hari raya tertentu. 

Namun, bagi umat Islam, mengucapkan selamat Natal bisa menjadi perdebatan hukum dalam agama. Beberapa ulama berpendapat memberikan ucapan tersebut tidak dianjurkan karena bisa dianggap sebagai bentuk pengakuan terhadap keyakinan agama lain. 

Sementara itu, ada juga pandangan yang lebih moderat yang melihatnya sebagai bentuk silaturahmi dan menjaga hubungan baik antar sesama, tanpa menyalahi prinsip dasar agama.

Pendapat ulama seputar ucapan selamat Natal

Dilansir dari Neliti dalam  Journal of Islam and Plurality, ada dua pendapat utama dalam hal ini:

1. Pendapat ulama yang mengharamkan

Ulama, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, dan para pengikutnya (seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin, dan Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil) berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya haram. 

Mereka beralasan perayaan Natal adalah bagian dari syiar agama mereka, dan Allah tidak meridhoi adanya kekufuran. 

Mengucapkan selamat berarti memberikan pengakuan terhadap keyakinan mereka, yang dianggap sebagai bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka, yang diharamkan dalam Islam. 

2. Pendapat ulama yang membolehkan

Sebaliknya, sebagian ulama, seperti Syeikh Yusuf al-Qaradhawi, memandang bahwa mengucapkan selamat Hari Natal boleh dilakukan, terutama jika orang yang menerima ucapan adalah orang yang cinta damai dan tidak memusuhi umat Islam. 

Syeikh al-Qaradhawi berpendapat tidak ada larangan untuk mengucapkan selamat, asalkan tidak ikut serta dalam ritual keagamaan mereka. 

Islam mengajarkan agar umatnya hidup berdampingan dengan non-Muslim, asalkan tidak ada konflik dan tetap menjaga prinsip-prinsip syariah.

Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia sudah sejak lama mengeluarkan fatwa mengenai perayaan Natal bersama. 

Dalam fatwa yang ditetapkan di Jakarta pada 7 Maret 1981, MUI menegaskan mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram. 

Hal ini bertujuan agar umat Islam tidak terjerumus dalam syubhat dan larangan Allah SWT terkait ritual agama lain, seperti Natal. 

MUI memberikan enam alasan berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai pijakan keharaman umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama, di antaranya:

  1. Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat-umat agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan: Qs. Al-Hujurat [49]: 13, Qs. Luqman [31]: 15, dan Qs. Muntahanah [60]: 8.
  2. Umat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agama-nya dengan aqidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan: Qs. Al-Kafirun [109]: 1-6 dan Qs. Al-Baqarah [2]: 42.
  3. Umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al-Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan: Qs. Maryam [19]: 30-32, Qs. Al-Maidah [5]: 75, dan Qs. Al-Baqarah [2]: 285.
  4. Siapa yang berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa al-Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan: Qs. Al-Maidah [5]: 72-73 dan Qs. At-Taubah [9]: 30.
  5. Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “tidak”. Hal itu berdasarkan: Qs. Al-Maidah [5]: 116-118.
  6. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan: Qs. Al-Ikhlas [112]: 1-4.

Perselisihan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal bagi umat Islam menunjukkan perbedaan pandangan yang mendalam di kalangan ulama. Sebagian berpendapat bahwa hal itu tidak sesuai dengan ajaran Islam, sementara yang lain melihatnya sebagai bagian dari akhlak yang baik dalam hubungan antar umat beragama, asalkan tidak terlibat dalam ibadah atau perayaan agama lain. (berbagai sumber/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya