Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional: Sejarah, Tujuan, dan Maknanya dalam Menghadirkan Keadilan Sosial

Nur Amalina
17/10/2024 09:19
Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional: Sejarah, Tujuan, dan Maknanya dalam Menghadirkan Keadilan Sosial
Setiap 17 Oktober, dunia memperingati Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional untuk meningkatkan kesadaran global tentang kemiskinan dan pentingnya kolaborasi untuk mengatasinya. (MI/Usman Iskandar)

SETIAP 17 Oktober, dunia bersatu dalam memperingati Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional. Hari bersejarah ini berakar dari peristiwa penting pada  1987, ketika lebih dari seratus ribu orang berkumpul di Trocadéro, Paris, tempat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ditandatangani pada 1948. 

Mereka berkumpul untuk menghormati para korban kemiskinan ekstrem, kekerasan, dan kelaparan, sekaligus menegaskan kemiskinan adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Deklarasi ini menyerukan perjuangan untuk melindungi hak-hak asasi manusia harus menjadi prioritas global, dan sejak itu, setiap tahun orang-orang dari berbagai latar belakang terus bersatu untuk memperbarui komitmen mereka terhadap pemberantasan kemiskinan.

Pada 1992, Majelis Umum PBB secara resmi menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Internasional untuk Pemberantasan Kemiskinan melalui resolusi 47/196. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang kemiskinan di seluruh dunia dan pentingnya kolaborasi global untuk mengatasinya.

Tema 2024: Mengakhiri Penganiayaan Sosial dan Kelembagaan

Setiap tahun, peringatan ini membawa tema yang relevan dengan isu kemiskinan saat ini. Untuk tahun 2024, tema yang diangkat adalah "Mengakhiri Penganiayaan Sosial dan Kelembagaan: Bertindak Bersama untuk Masyarakat yang Adil, Damai, dan Inklusif". Tema ini menyoroti salah satu dimensi kemiskinan yang sering kali tidak terlihat, yaitu penganiayaan sosial dan kelembagaan yang dialami oleh orang-orang yang hidup dalam kemiskinan.

Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan kerap kali menjadi korban stigma dan diskriminasi, dinilai hanya dari penampilan atau latar belakang mereka. Mereka sering disalahkan atas situasi yang mereka hadapi, menghadapi penghinaan, dan diperlakukan tanpa rasa hormat. 

Penganiayaan sosial semacam ini menciptakan lingkaran ketidakadilan yang mengarah pada penganiayaan kelembagaan, di mana kebijakan dan praktik diskriminatif semakin menghambat akses mereka terhadap hak-hak dasar seperti perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan.

Lebih parah lagi, kekerasan sosial dan institusional ini saling memperkuat satu sama lain, menciptakan siklus ketidakadilan yang sulit diputus. Hal ini terutama dirasakan  mereka yang juga menghadapi bentuk diskriminasi lain, termasuk berdasarkan gender, orientasi seksual, ras, atau etnis.

Kemiskinan bukanlah sekadar masalah ekonomi. Ia mencakup banyak dimensi yang kompleks dan saling terkait, dari kurangnya pendapatan hingga hilangnya kemampuan dasar untuk hidup dengan martabat. 

Orang-orang yang hidup dalam kemiskinan sering kali terjebak dalam berbagai kekurangan yang memperkuat satu sama lain, termasuk kondisi kerja yang berbahaya, perumahan yang tidak layak, kurangnya akses terhadap makanan bergizi, ketidakadilan dalam sistem hukum, hingga minimnya akses terhadap layanan kesehatan.

Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional hadir untuk menyoroti kemiskinan adalah persoalan multidimensi yang harus dilihat dari perspektif kemanusiaan dan keadilan sosial. Di era modern ini, ketika kita memiliki sumber daya teknologi dan keuangan yang belum pernah ada sebelumnya, fakta jutaan orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem adalah sebuah pelanggaran moral yang tak termaafkan.

Pada peringatan tahun ini, tema yang diusung menggarisbawahi pentingnya bertindak bersama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-16 yang bertujuan mempromosikan masyarakat yang adil, damai, dan inklusif. Hal ini mengingatkan kita bahwa kemiskinan tidak dapat diatasi tanpa mengakhiri penganiayaan sosial dan kelembagaan yang memperparah ketidakadilan. (UNESCO/United Nation/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya