Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mengenal Sejarah Hari Bakti TNI AU yang Dirayakan Setiap 29 Juli

Eve Candela
29/7/2024 07:56
Mengenal Sejarah Hari Bakti TNI AU yang Dirayakan Setiap 29 Juli
Ilustrasi(Antara)

Setiap tahun, 29 Juli diperingati sebagai Hari Bakti TNI Angkatan Udara (AU). Dasar peringatan tersebut adalah peristiwa serangan udara Belanda yang menewaskan tiga pionir TNI AU pada 29 Juli 1947.

Lalu bagaimana sejarah dari peristiwa 29 Juli 1947? Mari kita kupas Bersama.

Peristiwa yang Terjadi pada 29 Juli 1947

Baca juga : Mengenal Sosok Pahlawan Halim Perdanakusuma, Perintis TNI Angkatan Udara

Peristiwa tersebut bermula karena Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati Bersama pemerintah Indonesia. Secara sepihak, Belanda memutuskan hubungan diplomatik dan mengambil tindakan militer, sehingga melanggar perjanjian yang pada saat itu dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Belanda.

Pada 21 Juli 1947, Agresi pertama Belanda terjadi. Belanda menyerang secara serentak beberapa daerah, termasuk di beberapa pangkalan udara. Tempat yang menjadi sasaran serangan Belanda salah satunya adalah Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta atau yang kini dikenal dengan Bandara Adisutjipto. Pangkalan itu jadi sasaran karena dianggap sebagai pusat kekuatan udara Indonesia.

Beruntung, karena cuaca buruk, serangan tersebut gagal. Belanda kemudian mengalihkan serangannya ke beberapa pangkalan udara lain seperti Pangkalan Udara Panasan Solo, Maospati Madiun, Bugis Malang, Pandanwangi Lumajang, Gorda Banten, Kalijati Subang, Cibeureum Tasikmalaya, dan Pangkalan Udara Gadut Bukittinggi, di Sumatra Barat.

Baca juga : Jelang Peringatan Ke-77 Hari Bakti TNI AU, Personel Lanud Husein Sastranegara Ikuti Donor Darah

Aksi Belanda tersebut menimbulkan kemarahan pimpinan TNI AU. Sehingga mereka menyusun rencana untuk melakukan serangan balasan.

Pada 28 Juli 1947 sekitar pukul 19.00, empat kadet penerbang yaitu Suharnoko Harbani, Mulyono, Bambang Saptoadji, dan Sutardjo Sigit secara rahasia diperintahkan untuk menghadap ke Kasau Komodor Udara Suryadi Suryadarma dan Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma. Panggilan ini terkait rencana operasi udara yang ditugaskan kepada empat kadet penerbang tersebut untuk menyerang kedudukan Belanda.

Pada 29 Juli 1947 pukul 05.00 pagi, TNI AU melancarkan operasi udara ke kubu militer Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Tiga pesawat AURI itu terdiri dari pesawat Guntei dan dua pesawat terbang Churen yang take off secara berurutan di lapangan terbang Maguwo. Pesawat Guntei yang dikemudikan oleh Mulyono dan Dulrachman sebagai air-gunner terbang terlebih dahulu.

Baca juga : TNI AU Usulkan Surjadi Soerjadarma Jadi Pahlawan Nasional

Dilanjutkan dengan pesawat Churen yang dikemudikan oleh Sutardjo Sigit yang dibantu oleh Sutardjo sebagai penembak udara. Sementara Suharnoko Harbani dan Kaput juga menggunakan pesawat Churen, yaitu pesawat yang mengudara terakhir.

Pasca pengeboman di tiga kota tersebut, sebelum pukul 6 pagi, ketiga pesawat mendarat dengan selamat di Bandara Maguwo.

Hari Bakti TNI AU: Gugurnya Pelopor TNI AU

Serangan dini hari yang dilancarkan TNI AU kemudian dibalas oleh Belanda. Sore harinya, dua pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda menembak jatuh pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Malaya kepada Palang Merah Indonesia.

Baca juga : Pilot Jet Tempur Sebut Lalu Lintas Udara Jakarta Sangat Padat

Saat itu, Dakota VT-CLA diketahui terbang dari Singapura pada pukul 13.00 menuju Pangkalan Udara Maguwo. Setelah menempuh penerbangan selama tiga jam, pesawat yang dikemudikan Alexander Noel Constantine bersiap mendarat di Bandara Maguwo.

Namun saat roda pendaratan keluar, tiba-tiba dua pesawat P-40 Kitty Hawk muncul dan melepaskan tembakan. Akibatnya, pesawat Dakota VT-CLA oleng karena mesin kiri terkena tembakan. Sebelum jatuh ke tanah, sayap tersebut menabrak pohon dan mendarat di persawahan di Desa Ngoto, Bantul, selatan Kota Yogyakarta.

Akibat kejadian tersebut Sebagian besar awak dan penumpang meninggal dunia, yang terdiri dari Alexander Noel Costantine (pilot Australia), Ny. Alexander Noel Costantine, Ny. A.N. Constantine, Roy Hazelhurst (co pilot), Bhida Ram (juru tehnik), Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, Opsir Muda Udara Adi Soemarmo Wirjokusumo, dan Zainal Arifin. Satu-satunya penumpang yang bertahan hanyalah Abdulgani Handonotjokro.

Lebih lanjut, peristiwa gugurnya tokoh dan pionir TNI AU itulah yang kemudian dijadikan sebagai Hari Berkabung TNI AU mulai 29 Juli 1955. Setelah itu, untuk mengenang dan mengabadikan peristiwa tersebut, sejak tanggal 29 Juli 1962 diubah menjadi 'Hari Bhakti TNI AU', yang diperingati oleh seluruh anggota TNI AU di pusat Pangkalan Udara Adisutjipto.

Saat itu, lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA di desa Ngoto diresmikan sebagai monumen perjuangan TNI AU, sesuai dengan Keputusan Kasau Nomor: Skep/78/VII/2000 tanggal 17 Juli 2000. Sementara itu, jenazah Marsda TNI (anumerta) Adisucipto dan Marsda TNI (anumerta) Abdulrachman Saleh beserta istri dipindahkan dari TPU Kuncen Yogyakarta ke pemakaman TNI AU di Ngoto, Yogyakarta. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya