Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
GELAR maestro randai pangkalan sangat tepat dilekatkan pada sosok Pak Kalit. Laki-laki berusia 65 tahun bernama asli Mayunis itu memang tokoh sentral randai pangkalan. Ia mampu memainkan seluruh peran dalam randai, baik sebagai pendendang, pemusik, penari, pesilat, dan pelakon. Ia menghidupkan randai selama puluhan tahun, berlatih dan melatih, serta menjaga kelangsungannya. Selain itu, ia berjuang mengibarkan bendera randai pangkalan agar dikenal seantero negeri, khususnya di Kampar Kiri.
Kesan pertama ketika bertemu dengan Pak Kalit ialah pendiam, sederhana, santun, dan rendah hati. Beliau terlihat gembira ketika membicarakan randai pangkalan. Di matanya terlihat kecintaan yang luar biasa dan keinginan yang kuat untuk menjaga kelangsungan hidup seni tradisi itu.
Kemampuan Pak Kalit dalam berandai tidak saja disebabkan telah berlatih sejak usia 10 tahun, tetapi juga berkat bakat yang luar biasa, terutama dalam berdendang. Saking indah dan merdunya dalam berdengang randai, beliau dijuluki 'Nabi Daud Pangkalan Serai'. Dalam perlombaan dendang randai di Provinsi Sumatra Barat, Pak Kalit berhasil mengalahkan para pendendang randai asal Minangkabau, yang merupakan di negeri asal randai.
Baca juga : Randai Pangkalan kian Menepi dalam Sepi
Pak Kalit menjaga randai dengan mengajarkan pengetahuannya kepada generasi muda dan melakukan upaya-upaya tertentu untuk melindungi bahasa, cerita, dan praktik randai yang terancam punah. Ia melatih generasi penerus agar memahami dan meneruskan randai pada masa mendatang.
Secara tidak langsung, Pak Kalit memainkan peran penting dalam mempertahankan identitas budaya masyarakat Pangkalan Serai. Ia menjaga agar cerita-cerita, lagu-lagu, dan pengetahuan randai tetap hidup dan berkembang. Pak Kalit, sebagai pemimpin randai, berupaya untuk menyertakan randai dalam perayaan budaya dan acara-acara komunitas, baik di Pangkalan Serai maupun di daerah lain, agar mereka dapat mempersembahkan seni budaya itu kepada masyarakat luas.
Meskipun Pak Kalit dan pemain randai lainnya berupaya agar randai pangkalan tetap eksis, minimal di kampung mereka, pengaruh eksternal tidak dapat dihadang. Perubahan sosial ekonomi, bahasa, pendidikan, perubahan nilai dan norma, dan teknologi modern mengalihkan perhatian masyarakat dari seni tradisional ke hal-hal yang dinilai lebih modern.
Baca juga : Eksistensi Kerupuk, Antara Ada dan Tiada
Dengan kerja keras Pak Kalit, sudah beberapa pemuda yang menguasai keterampilan menari, bermain saluang, dan berlakon. Sayangnya, belum ada generasi pelapis yang menguasai kemampuan berdendang. Kemampuan Pak Kalit yang di atas rata-rata meninggikan standar berdendang itu sendiri. Beberapa murid pun mengaku tidak percaya diri untuk bisa mencapai kemampuan sang guru.
Pak Kalit bernyanyi sedih, mengkhawatirkan randai pangkalan yang mati setelah kepergiannya. Ia bermohon agar randai pangkalan digiatkan kembali sebelum kepunahan benar-benar terjadi.
Baca juga : Bertekad Cetak Banyak Penulis Tradisi Lisan, ATL Akan Gelar Lokakarya Penulisan
Membangkit batang terendam: sanggupkah?
Menghidupkan kembali sebuah tradisi yang sudah terbenam ibarat membangkit batang terendam. Pekerjaan besar itu tidak dapat dilakukan satu atau dua orang, tetapi harus melibatkan semua pihak, baik masyarakat, pecinta budaya, maupun pemerintah.
Randai pangkalan sudah lima tahun tidak dipentaskan karena beberapa sebab. Situasi menurunnya pertunjukan randai diawali dengan pemain yang berpindah ke daerah lain karena faktor ekonomi. Situasi makin buruk dengan pelarangan pertunjukan saat pandemi covid-19.
Baca juga : Ritual Pratanam Masyarakat Pajjaiang
Berdasarkan kondisi eksistensi randai pangkalan yang memprihatinkan, perlu dipertimbangkan untuk melakukan revitalisasi simbol budaya itu. Namun, program revitalisasi yang dilakukan jangan sampai hanya bersifat artifisial, tetapi 'berurat berakar' dan 'mendarah daging' dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.
Merevitalisasi randai pangkalan berarti mewariskan kearifan lokal, sistem nilai, dan pengetahuan tradisional yang tetap berguna dan mampu beradaptasi dalam kehidupan zaman sekarang. Dengan demikian, masyarakat Pangkalan Serai dapat menjadikan kumpulan kearifan lokal, sistem nilai, dan pengetahuan sebagai acuan tambahan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi pada masa sekarang.
Merencanakan program revitalisasi membutuhkan keterlibatan berbagai pihak yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Diperlukan kesepahaman dan kesepakatan berbagai pihak yang terlibat guna memperoleh kerangka program revitalisasi yang jelas dan aplikatif. Jelas maksudnya ialah dipahami seluruh pihak yang terlibat, sedangkan aplikatif maksudnya bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat Pangkalan Serai sesuai dengan dinamika dan perkembangan yang terjadi di desa itu.
Baca juga : Ritual Penanda Identitas Dayak Lawangan
Permasalahannya ialah sanggupkah berbagai pihak terkait itu bersinergi dengan baik? Sanggupkah mengedepankan nilai-nilai dan kebijaksanaan lokal di tengah-tengah kepungan keprofanan? Sanggupkah memperjuangkan kelokalan dengan menghadapi serangan budaya global yang dahsyat dan masif? Begitu banyak pertanyaan skeptis yang memunculkan keraguan. Akan tetapi, lebih baik ada perjuangan walaupun dihantui keraguan. Tanpa ada yang diperbuat, tentu saja tidak akan terpenuhi segala harap. (Fatmawati Adnan/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved