Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
UNTUK makin mendekatkan Al-Qur'an dengan masyarakat, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat, telah menerjemahkan Al-Qur'an ke 26 bahasa daerah. Proses penerjemahan ini sangat rigit untuk memastikan kesempurnaan dan keberhasilannya.
Kepala Puslitbang LKKMO, M. Isom, mengungkapkan tahapan-tahapan penerjemahan tersebut. Menurut Isom, tahapan awal dimulai dengan identifikasi dan penjajakan di berbagai daerah untuk menentukan bahasa mana yang paling sesuai. "Tahap awal ini dalam bentuk pertemuan atau Fokus Grup Discussion (FGD) dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti pimpinan daerah, ulama, dan tokoh adat," ujar Isom dalam keterangan yang diterima Minggu (28/1).
Tahapan berikutnya adalah pembahasan dan rekomendasi bahasa-bahasa yang akan digunakan. Para pimpinan terkait akan membahas usulan bahasa daerah (scoring), dan merekomendasikan bahasa-bahasa yang akan digunakan.
Proses selanjutnya yaitu penetapan dan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) serta perjanjian kerja sama dengan pihak daerah. Selanjutnya, disiapkan petunjuk teknis penerjemahan yang melibatkan tim penerjemah dan mencakup teknik penulisan, gaya, dan kesepakatan lainnya.
Tim kemudian melakukan penerjemahan Al-Qur’an versi terbaru Kemenagke bahasa daerah yang ditargetkan, dilanjutkan dengan proses validasi. "Tahap kolaborasi antara tim penerjemahan dan tim validator menjadi kunci dalam memastikan akurasi terjemahan,” ungkap Isom.
Setelah itu dilakukan mastering Al-Qur'an dan tashih di Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an Balitbang Diklat. Tahap selanjutnya yaitu uji publik.
"Ini menjadi tahap penting berikutnya, dengan penerbitan terbatas untuk melibatkan masyarakat dalam menguji dan memberikan masukan. Setelah itu, hasil terjemahaan akan menjalani tahap digitalisasi dan dilanjutkan dengan monitoring, evaluasi, dan pelaporan oleh pihak pelaksanaan dan penyelenggara sebelum akhirnya diluncurkan," ungkap Isom. (RO/R-2)
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI Jawa Barat (Jabar), meminta agar Kementerian Agama (Kemenag), sebaiknya melakukan pengkajian secara matang.
Festival Ramadhan tahun ini bukan hanya tentang pembagian bingkisan semata, tetapi juga tentang semangat kolaborasi yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Sidang Isbat dihelat oleh Kemenag, sebagaimana amanah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Sidang yang bertepatan dengan 29 Zulqa’dah 1440H ini akan dipimpin oleh Dirjen Bimas Islam, Muhammadiyah Amin.
Pada kesempatan itu, Menag mengecek kamar-kamar jemaah haji, ketersediaan air minum, serta bagaimana distribusi makanan yang diterima jemaah haji selama ini.
Mekanisme dan pola pengawasan PIHK khususnya di bandara akan menjadi bahan evaluasi untuk memonitoring dan memantau pelaksanaan ibadah haji khusus tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved