Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
MENURUT survei UNICEF dan Nielsen pada kwartal I 2023, sekitar lima dari 10 warga Indonesia rentan terhadap serangan hoaks. Hal itu karena mereka belum mampu mengenali ciri-ciri hoaks.
Sementara itu, sekitar empat dari 10 warga lainnya mampu mengidentifikasi hoaks. Survei yang dilakukan UNICEF dan Nielsen ini melibatkan 2.000 responden yang terpilih secara acak di enam kota besar Indonesia, yakni Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar.
Dari survei ini juga ditemukan bahwa hanya sedikit (14%) warga Indonesia yang aktif mencari informasi untuk memastikan kebenaran informasi yang diterima. Bila ternyata informasi tersebut hoaks, hanya 0,1% warga saja yang melaporkannya ke kanal-kanal yang tersedia.
Baca juga: Pemerintah Disebut Punya Andil Sebar Hoaks
Sementara warga lainnya yang menerima hoaks kebanyakan mengabaikan saja (48%) dan segera menghapus (25%). Lalu 18% warga lainnya mengaku menghindari atau memblokir sumber informasi tersebut.
Selama pandemi covid-19, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat lebih dari 2.300 isu hoaks covid-19 tersebar di media sosial di Indonesia.
Hoaks menimbulkan masalah dalam penanggulangan covid-19, di antaranya keengganan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dan keragu-raguan terhadap vaksinasi covid-19. Hoaks ini memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap otoritas kesehatan dan melemahkan upaya penanganan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Ketimpangan Penegakan Hukum Jadi Penyebab Masifnya Hoaks
Rizky Ika Syafitri, Spesialis Perubahan Perilaku dan Sosial UNICEF Indonesia sekaligus Ketua Kelompok Kerja Risk Communication and Community Engagement (Pokja RCCE), mengatakan maraknya peredaran hoaks atau infodemi di Indonesia sangat berpengaruh pada upaya pencegahan penularan covid-19 termasuk vaksinasi.
Selanjutnya, Rizky menyampaikan hoaks juga dapat memicu keraguan masyarakat terhadap layanan kesehatan esensial lainnya, seperti imunisasi rutin untuk anak.
UNICEF Indonesia melihat kebutuhan mendesak untuk memperkuat penanganan hoaks melalui kerja sama dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, media, akademisi dan pihak swasta.
Dukungan UNICEF, melalui Pokja RCCE, Mafindo dan ICT Watch diharapkan dapat menghasilkan berbagai inovasi dan memperkuat upaya kolaborasi.
Mafindo telah memulai upaya penanganan hoaks sejak 2016. Sejumlah upaya yang dilakukan antara lain melakukan social listening, periksa fakta, pengembangan chatbot Kalimasada, dan edukasi masyarakat.
Dengan dukungan UNICEF dan Pokja RCCE, Mafindo melakukan sejumlah inovasi untuk memperkuat upaya penanganan hoaks yang dilakukan selama ini, antara lain:
1. Pengembangan dashboard Manajemen Infodemi dashboard.rcce.id yang menampilkan analisa dan visualisasi data dari berbagai data terkait sebaran hoaks, vaksinasi covid-19, dan perilaku masyarakat. Dashboard ini dapat digunakan oleh pemangku kepentingan dan pegiat penanganan hoaks untuk menganalisa situasi, menentukan prioritas program
dan perumusan kebijakan.
2. Pengembangan progressive web application cekhoax.id untuk masyarakat umum. Aplikasi ini menyediakan fungsi cek fakta, pelaporan hoaks, belajar literasi digital dan bergabung dalam komunitas penanganan hoaks.
3. Pembentukan pokja manajemen infodemi di tujuh kota di Indonesia, yaitu: Surabaya, Semarang, Aceh, Makassar, Jayapura, Kupang, dan Mataram.
4. Pengembangan materi edukasi literasi digital untuk masyakarat umum.
“Kita tidak bisa sendiri dalam menghadapi hoaks atau infodemi ini, masalahnya cukup rumit dan sumber daya terbatas,” tegas Pendiri Mafindo Harry Sufehmi.
Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan literasi digital masyarakat juga dilakukan oleh ICT Watch. Dalam enam bulan terakhir, dengan dukungan UNICEF, ICT Watch melakukan pelatihan literasi digital di 10 kota di Indonesia, Pelatihan ini menggunakan pendekatan komunikasi antarpribadi (KAP).
Pelatihan ini menyasar kader kesehatan, guru, siswa, pegiat sosial, penyuluh agama, pegiat digital dan anak muda di Surabaya, Mataram, Kupang, Semarang, Banda Aceh, Makassar, Ambon, Jayapura, Yogyakarta, dan Jakarta.
Hingga saat ini, lebih dari 2.500 komunikator yang tersebar di 10 kota tersebut tengah aktif melakukan kegiatan edukasi tangkal hoaks langsung di tengah masyarakat. Sampai akhir Juni, lebih dari 85.000 orang terpapar dengan materi literasi digital.
Direktur Eksekutif ICT Watch Indriyatno Banyumurti menyampaikan, “Edukasi literasi digital harus menyasar berbagai kelompok di masyarakat dengan pendakatan yang lebih praktis. Tidak hanya dengan metode edukasi konvensional seperti kelas pelatihan, seminar dan sebagainya, tetapi juga harus dapat disampaikan oleh siapapun dan kapanpun. Pendekatan komunikasi antarpribadi atau KAP membuka kemungkinan bagi setiap orang untuk mampu menyampaikan pesan-pesan edukasi literasi digital dalam berbagai kesempatan dengan cara menyenangkan.”
Dalam sesi diskusi panel, Koordinator Literasi Digital dari Kemkominfo Rizki Ameliah menyatakan pemerintah tidak bisa bekerja sendirian di tengah derasnya gempuran hoaks. Penanganan bersama terbukti merupakan cara yang tepat untuk mengatasi sebaran hoaks di masyarakat.
Hal serupa diungkapkan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi. Dia menyampaikan betapa hoaks kesehatan sangat penting untuk ditangani dalam bentuk kolaborasi. Hoaks dalam jangka panjang akan berdampak pada capaian program kesehatan dan status kesehatan masyarakat. Ia juga menyampaikan pentingnya memberdayakan kaum perempuan yang punya peran besar dalam menjaga kesehatan keluarganya. (RO/Z-1)
LEMBAGA Survei Charta Politika Indonesia merilis survei terbaru evaluasi publik atas kinerja Gubernur- Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) 2025
Sebanyak 53% pekerja penuh waktu mengatakan bahwa mereka menabung lebih sedikit dari rencana, hanya 23% yang mampu menabung lebih banyak dari yang ditargetkan.
Survei YouGov di Indonesia tentang resolusi tahun baru 2025 mengungkapkan 74% responden ingin mengelola keuangan dengan lebih baik.
Lembaga riset Ethical Politics mencatat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencapai 77,73%.
Pramono mengatakan enggan untuk membuat konten khusus terkait pekerjaannya. Sebab, ia tidak terlalu suka untuk tampil di media sosial.
40 persen responden mengaku sangat mengkhawatirkan kemungkinan AS akan terlibat dalam perang besar dengan Iran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved