KOMUNIKASI menjadi hal penting yang tak boleh luput dari perhatian. Tidak hanya korporasi, lembaga pemerintah juga semestinya mengelola komunikasi dengan baik demi penjagaan citra maupun reputasi instansi. Terlebih lagi di post-truth era ini, menginvestasi kepercayaan publik menjadi hal pokok yang harus dilakukan.
"Saya setuju dengan yang disampaikan Bapak Ernadhi Sudarmanto, Sekretaris Utama BPKP, bahwa menabung narasi bagian dari investasi," kata Firsan Nova, CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembahasan Tindak Lanjut Pengukuran Indeks Reputasi BPKP Tahun 2022, Jakarta, Selasa (21/3).
Dalam acara yang diadakan hibrida ini, Firsan, salah satu penulis buku PR Crisis, juga setuju dengan yang disampaikan Sekretaris Utama BPKP dalam sambutannya. "Saya juga setuju bahwa komunikasi itu aset dan investasi." ujarnya.
Itu seperti lebih baik mencegah daripada mengobati, penjagaan citra dan reputasi, melalui narasi positif harus terus dikomunikasikan sebagai bentuk mitigasi dari kemunculan krisis. "Orang itu membeli narasi dan relasi. Keduanya harus disiapkan untuk menjadi tabungan. Memang sudah sewajarnya ada cost yang dikeluarkan untuk membangun narasi," jelas Firsan.
Dalam FGD yang dihadiri para ketua satgas, ketua tim teknis proteksi dan branding pengelolaan reputasi BPKP di seluruh unit kerja BPKP ini, Firsan juga menyampaikan bahwa komunikasi pemerintah ialah communication of hope. "Artinya, dibutuhkan ada komitmen dan keseriusan. Oleh karena itu, kuncinya ialah berikan janji dan buktikan," jelas Firsan.
Baca juga: Kampanye Hidup Hijau, Alfamart Sediakan Tas Belanjang Seharga Rp500
Ketika kepercayaan masyarakat sudah dibangun, akan muncul peluang. "Ketika ada opportunity dan capability, itu bagus. Akan tetapi, ketika ada peluang dan tidak diambil. Karenanya, kita akan kehilangan profitability bahkan bisa memunculkan ancaman," tuturnya. "Capability missmatch muncul ketika ada perbedaan hal yang terjadi di luar dengan yang terjadi di dalam. Adapun salah satu solusi dari gap itu ialah rekrut pihak ketiga, konsultan. Ketika gap-nya tertutup, business value-nya baik."
Cara menutupi capability missmatch ialah berpikir strategis. Untuk menutup gap yang ada, diperlukan kesadaran dan tanggup jawab institusi. Apabila kita tidak ingin masuk ke situasi krisis, risk management harus dilakukan. Kalau abai dengan risk management, kita akan masuk ke tahap awal krisis.
"Krisis yang baik adalah krisis yang bisa dilewati. Dalam krisis, orang bisa dikatakan cerdas apabila dia bisa menerima krisis dan langsung bangkit dari krisisnya," tutupnya. (RO/Z-2)