Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENGURUS Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menduga adanya rancangan besar di balik kasus peredaran vaksin palsu. Terlebih dengan melihat bukti-bukti yang seakan menyudutkan profesi dokter maupun tenaga kesehatan di rumah sakit (RS).
Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis mengatakan tidak hanya masyarakat yang merasa gelisah pascapengumuman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengenai RS dan fasilitas kesehatan yang terindikasi menerima vaksin palsu.
"Kami juga sangat menyayangkan hal itu. Tapi kemungkinan, ada satu grand design luar biasa yang sengaja ingin menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter dan pelayanan kesehatan di Indonesia," ujarnya dalam jumpa pers terkait perkembangan terbaru vaksin palsu di Jakarta, Senin (18/7).
Jika sudah demikian, menurut Marsis, dikhawatirkan muncul intervensi dari pihak luar yang akan mengambil alih sistem pelayanan kesehatan di Tanah Air. Apalagi mulai tahun depan sudah memasuki era keterbukaan dari sisi pelayanan kesehatan.
Karena itu, lanjutnya, pemerintah diminta segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan mencari dalang di balik skenario besar yang dimaksud. Sehingga nantinya masyarakat tidak lagi khawatir dan mampu mempercayai kinerja dan kredibilitas dokter dan tenaga kesehatan di dalam negeri.
"Ini juga sekaligus momentum buat kita semua untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, memperbaiki apa yang perlu agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara aman," tukas dia.
Namun demikian, Marsis menilai bahwa apa yang sudah dilakukan pemerintah dalam mengatasi persoalan vaksin palsu kurang sesuai. Terutama menyangkut tindakan anarkisme yang menjadikan dokter dan tenaga kesehatan lain sebagai korban.
Bahkan, kejadian tindak kekerasan yang terjadi di RS Harapan Bunda Jakarta Timur (15/7), RSIA Mutiara Bunda Ciledug (16/7), dan di RS Santa Elisabeth Bekasi (16/7) mengenai para dokter yang notabene tidak berhubungan dengan pembelian vaksin palsu ikut menjadi korban serta menimbulkan keresahan.
"Jangan hanya dokter atau bidannya yang ditangkap, tapi peelu bertanya siapa di balik semua ini. Kami tidak punya kewenangan, jadi kita serahkan ke penyidik," tandasnya.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan menegaskan tidak ada satupun aturan yang melarang dokter memiliki stok obat. Namun terkait masalah transaksi merupakan penilaian yang berbeda, tergantung dari kebijakan RS terkait.
"Kita lihat dulu sistem yang ada di RS itu, manajemennya seperti apa. Ada juga pasien yang berobat boleh meminta kuitansi langsung dari dokter atau dari RS," tutur dia. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved