Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENGEMBANGAN tata kelola pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong.
Alue berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut. Ia menyatakan bahwa dalam rangka mengembangkan energi baru terbarukan, sektor pariwisata alam menjadi bagian penting dari strategi untuk membangun green economy.
“Melalui G20 di Bali kemarin, Kemenparekraf juga mendorong agar pariwisata berkelanjutan bisa membangkitkan kembali sektor pariwisata dan industri kreatif kita setelah pandemi. Paling tidak sektor ini ditargetkan bisa menghasilkan hingga 3 juta lapangan kerja,” ucap Alue dalam keterangan resmi, Rabu (15/3).
Baca juga: Sandiaga; Kinerja Industri Pariwisata Semakin Baik
Alue bercerita, persoalan pembangunan pariwisata ini tidak hanya sampai di sana, beberapa kasus di Bali mengungkapkan bahwa marak terjadi pengalihan kepemilikan dari masyarakat lokal ke pemilik non-WNI.
"Hal ini juga perlu kehati-hatian. Sektor seperti ini rawan diambil alih karena sektor pariwisata khususnya tourism melibatkan mobilitas manusia, dan tentunya rawan terjadi pengalih kekuasaan,” tambahnya.
Baca juga: Sektor Pariwisata Bakal Berkembang Pesat, Kesmepatan Besar Untuk Pengembangan Startup Pemula
Menurut Alue, target pariwisata berkelanjutan tentu tidak akan berjalan dengan baik jika terjadi banyak hambatan dari segi yang tidak direncanakan sebelumnya. Interaksi antar masyarakat asing dan lokal perlu ditinjau lebih lanjut sebagai dasar rancangan preventif kasus tersebut.
Kepala PSLH UGM, Pramono Hadi mengungkapkan keresahan utama ketika menghadapi isu lingkungan di bidang pariwisata, yaitu jika pembangunan ini tidak dilakukan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan, maka lingkunganlah yang menjadi korbannya.
Pramono Hadi berharap masyarakat dan pemangku kepentingan dapat lebih sadar dan berkontribusi dalam membangun tata kelola pariwisata yang berkelanjutan di Indonesia.
"Dalam menerapkan pariwisata berkelanjutan, diperlukan tiga aspek mendasar," ucap dia.
Pertama, pembangunan pariwisata harus dirancang dengan memperhatikan kebutuhan generasi mendatang. Kedua, diharapkan pembangunan juga mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal.
"Terakhir, adanya unsur penguatan tradisi dan kearifan lokal untuk memperkuat pengelolaan daya tarik lingkungan," pungkasnya. (Z-10)
‘’Kolaborasi, termasuk dengan kerja sama dengan pihak swasta menjadi kunci untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang efektif, bernilai ekonomis dan ramah lingkungan,”
KEPALA Subdit Ditjen KLHK Yuli Prasetyo Nugroho menuturkan terdapat beberapa kearifan lokal dari masyarakat adat yang dapat menjadi contoh dalam pengelolaan sampah sisa makanan (food waste).
Kayu itu dikumpulkan untuk kemudian direbus. Sebanyak 10 kg kayu mangrove, direbus dengan 10 liter air untuk menghasilkan 7 liter cairan tinta.
Program pembagian bibit pohon gratis yang digagas KLHK menjadi langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan di Indonesia.
Dalam mengelola sampah kemasan, GCPI bekerja sama dengan Indonesia Packaging Recovery Organisation (IPRO),
Pendanaan konservasi ini memerlukan anggaran besar sehingga memerlukan kontribusi semua pihak untuk menutup gap antara anggaran dengan kebutuhan yang tersedia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved