Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Penerima Vaksin Palsu Diimunisasi Ulang Pekan Depan

Beo/Try
13/7/2016 07:23
Penerima Vaksin Palsu Diimunisasi Ulang Pekan Depan
(MI/Galih Pradipta)

"Sampel vaksin palsu itu ada yang cuma mengandung NaCL. Ada juga vaksin yang di labelnya tertera DPT, tapi isinya vaksin hepatitis B."

SEBANYAK 197 bayi yang diberi vaksin palsu oleh bidan ME di tempat praktiknya di Ciracas, Jakarta Timur, akan divaksin ulang pekan depan. Dari daftar pasien yang dimiliki ME, sebenarnya ada 294 bayi yang diimunisasi. Namun, berdasarkan penelusuran, 197 bayi yang dikasih vaksin palsu, sedangkan sisanya masih diteliti.

"Berdasarkan daftar bayi itu, ME sudah memiliki vaksin palsu sejak 2010. Beberapa bayi ada yang tidak memperlihatkan efek setelah menerima vaksin palsu, tetapi ada juga yang muntah-muntah," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya di Jakarta, kemarin.

Selain di klinik, lanjutnya, ada 14 rumah sakit (RS) yang membeli vaksin palsu dari 18 tersangka. "Penyidik masih mencari tahu pembelian itu atas inisiatif oknum RS atau sepengetahuan manajemen," tambah Agung.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Subdit Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Sandi Nugroho mengatakan satu tersangka yang sudah ditahan ialah perawat di salah satu dari 14 RS itu. "Peran dia menyiapkan botol vaksin bekas yang harusnya dihancurkan, tapi malah dijual ke produsen vaksin palsu," terang Sandi.

Kementerian Kesehatan, Bareskrim, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) melakukan uji laboratorium untuk 39 sampel vaksin dari 37 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di sembilan provinsi di Indonesia. Hasilnya, empat sampel terbukti palsu.

"Isi kandungan vaksin tidak sesuai dengan yang dicantumkan di label. Mereka pun mendapatkannya dari jalur tidak resmi. Dari empat sampel itu tidak ada yang berasal dari fasyankes pemerintah," kata Direktur Pengawasan Distribusi Obat Badan POM Arustiono.

Lebih lanjut, Arustiono mengatakan sampel vaksin palsu itu hanya mengandung natrium klorida (NaCL) atau garam, antigen pertusis, dan ada yang kandungannya ternyata vaksin hepatitis B padahal labelnya DPT (difteri, pertusis, dan tetanus). "Ketidaksesuaian pemberian label vaksin itu membuat harga lebih murah karena isinya hanya vaksin hepatitis B," tambahnya.

Ke-37 fasyankes dari sembilan provinsi yang diuji laboratorium itu antara lain di Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pangkalpinang, dan Batam. Daerah dengan penemuan vaksin tidak resmi paling tinggi ialah Pekanbaru, Riau, dan Serang, Banten. (Beo/Try/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya