Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Soichiro, Pendiri Honda yang Pernah Jadi Montir Bengkel

Meilani Teniwut
17/12/2022 09:33
Soichiro, Pendiri Honda yang Pernah Jadi Montir Bengkel
Ilustrasi(Dok: HONDA PROSPECT MOTOR)

SIAPA yang tidak tahu Honda, ya kata tersebut pasti dikaitkan dengan merk otomotif. Tapi tahukan Anda, siapa pendiri merk tersebut? Pendiri Honda itu ternyata memiliki kisah inspiratif hingga dijuluki "Raja Jalanan".

Yuk, kita simak ulasan tentang pendiri Honda, Soichiro.

Tentang Soichiro Honda

Soichiro Honda merupakan seorang industrialis Jepang yang dilahirkan di Hamamatsu, Shizuoka, Jepang. Honda diketahui tidak menyandang  gelar insinyur bahkan ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang.

Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.

"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda," kata Soichiro Honda yang meninggal di usia 84 tahun.

Soichiro Honda lahir 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di prefektur Shizuoka. Soichiro dididik ayahnya menjadi seorang yang ahli membuat suku cadang mesin. Dari situlah minat Soichiro pada mesin terus meningkat.

Honda kemudian mendirikan pusat Lembaga Penelitian Teknis Honda di Yamashita-cho, Hamamatsu. Honda terus bekerja keras menghasilkan sesuatu yang bisa mendatangkan uang bagi dirinya. Di tempat itu, Honda berusaha mengembangkan mesin tenun yang pada waktu itu sangat populer.

Namun bisnisnya kehabisan dana dan Honda harus memutar otak agar bisnisnya tetap berjalan. Tidak lama berselang, Honda merancang sebuah mesin yang bisa dipasangkan di sepeda. Momen itu menjadi langkah awal Honda menekuni dunia sepeda motor.

Motor tersebut kemudian mendapatkan sambutan yang cukup baik. Banyak orang yang menyukai motor buatan Honda meski untuk menstarternya butuh waktu cukup lama.

Honda terus melakukan inovasi dengan motornya tersebut. Bersama partner barunya, Kiyoshi Kawashima, Honda terus mengembangkan sepeda motornya. Percobaan dan uji coba terus dilakukan Honda untuk mendapatkan motor yang lebih baik lagi.

Sebagai ajang pembuktian kualitas motornya, Honda terjun ke arena balap dengan motornya. Pada masa-masa awal, motor Honda babak belur dan selalu kalah dengan kompetitor lainnya. Namun itu tidak membuat Honda jera. Dia terus bekerja keras menghasilkan motor yang sesuai dengan keinginannya.

Lambat laun Honda menuai sukses di arena balap motor dan produk motor Honda mulai dikenal masyarakat Jepang. Motor produksi massal Honda dikenal sebagai Honda D-Type yang dirilis tahun 1949.

Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja di Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disana, menambah wawasannya tentang mesin. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu, prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif.

Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk mengganti ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30 tahun, Honda bersedia patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Otaknya dituntut untuk pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur dan tidak laku dijual.

Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel. Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.

Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda pancalnya.

Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor, cikal bakal lahirnya mobil Honda itu, diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Lalu Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobilnya, menjadi raja jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Semasa hidup Honda selalu mengingat agar jangan dulu melihat keberhasilanya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya.

"Orang melihat kesuksesan saya yang hanya 1%. Tetapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya," ucap Honda.

Ia pun memberi nasihat agar setiap mengalami kegagalan, segera mulai kembali bermimpin dan mimpikan lah hal baru. 

Nah, kisah Honda ini menjadi contoh jika sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah dan hanya berasal dari keluarga miskin. Jadi tetap semangat ya!.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya