Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kemendikbud Ristek Pastikan Penggunaan Baju Adat Sebagai Seragam Sekolah bukan Paksaan 

Mesakh Ananta Dachi
19/10/2022 04:45
Kemendikbud Ristek Pastikan Penggunaan Baju Adat Sebagai Seragam Sekolah bukan Paksaan 
Sejumlah guru dan siswa mengenakan pakaian adat di SD Negeri 1 Panarung, Palangka Raya, Kalimantan Tengah.(ANTARA/Makna Zaezar)

MELALUI Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nomor 50 tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan menengah, disebutkan bahwa peserta didik secara leluasa dapat mengenakan baju adat pada hari atau acara tertentu, tergantung keputusan sekolah.

Peraturan yang berlaku pada 7 September 2022 tersebut, menuai banyak kritikan, karena dianggap akan memberatkan perekonomian orangtua didik, yang harus membeli baju adat kembali.

Merespon hal tersebut, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid mengungkapkan bahwa aturan tersebut masih dilanjut dan sebenarnya juga merupakan kewenangan daerah, dan bersifat tidak memaksa.

Baca juga : Penempatan Tenaga Guru PPPK Masih Bermasalah, Nasibnya Terluntang-lantung

“Masih dilanjut, jadi itu kan sebenarnya ‘memberi kewenangan’. Ini yang harus dibedakan. Permendikbud itu kan tidak memerintahkan ‘harus begini, harus begitu.’ Jadi Permendikbud ini memberi peluang, kepada daerah untuk memberikan aturan spesifik mengenai penggunaan di luar seragam nasional,” ujar Hilmar dalam acara Festival Film Sains di Goethe Institut, Selasa (18/10).

Lebih lanjut, Hilmar juga mengungkapkan bahwa Permendikbud Nomor 50 tahun 2022, adalah aturan lanjutan dari Perpres Nomor 71 tahun 2018 mengenai penggunaan baju di dalam kegiatan resmi.

“Kenapa nomenklaturnya pakaian adat? Karena Perpres no. 71 tahun 2018 tentang penggunaan baju di dalam kegiatan resmi. Di situ, bahasa yang dipakai adalah pakaian adat. Nah mungkin perlu dibedakan pakaian adat dan pakaian upacara. Nah, bukan berarti anak anak setiap upacara harus pakai pakaian kayak kawinan gitu, yah. Namun, baju yang merepresentasi identitas lokalnya dia,” ujar Hilmar.

Baca juga : Kemendikbudristek Fokus pada Penanganan Korban dan Pelaku dalam Kasus Perundungan di Sekolah

Hilmar menekankan aturan itu nantinya akan secara leluasa dapat ditentukan oleh daerah masing masing.

“Dan itu, saya kira bagus. Hanya saja, mungkin jadi ramai karena orang merasa, ‘Aduh, beli baju adat dong berarti’. Padahal tidak, yang dimaksud adalah kami beri keleluasaan atau peluang bagi daerah untuk menentukan, silahkan, kalau kemudian merasa di daerah tertentu perlu untuk meningkatkan identitas kulturalnya dengan menggunakan baju daerah yang bersangkutan,” ujar Hilmar.

“Pasti nggak (dipaksa),” tegasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya