Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Kemenkes Masih Teliti Penyebab Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak

M. Iqbal Al Machmudi
14/10/2022 23:37
Kemenkes Masih Teliti Penyebab Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak
Ginjal.(Ilustrasi)

KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan organisasi profesi yakni Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo masih belum menemukan peneybab dari Atypical Progressive Acute Kidney Injury atau Gangguan Ginjal Akut Atypical Progressive yang menyerang 152 anak Indonesia ini.

"Penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal memang masih diteliti karena berdasarkan data yang dikumpulkan dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya belum ada bukti konsisten dengan etiologi atau penyebab akut gangguan ginjal anak ini," tandasnya.

Baca juga: Turunkan Kasus KDRT dengan Pendekatan Hukum

Gangguan Ginjal akut Progresif Atipikal merupakan penurunan yang cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi atau penyaringan ginjal. Biasanya penyakit ini ditandai dengan peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau peningkatan konsentrasi nitrogen urea darah (azotemia) atau penurunan sampai tidak ada urine sama sekali pada pasien.

Kasus Gangguan ginjal akut saat ini menyerang anak usia 0-18 tahun dengan mayoritas balita. Paling khas dari kasus adalah penurunan jumlah urin (oliguri) atau tidak sama sekali BAK (anuria), dan diagnosis gangguan ginjal akut yang belum diketahui etiologinya.

Para pasien anak ini juga belum pernah mengalami gagal ginjal sebelumnya atau penyakit ginjal kronik.

"Jadi demam ini bukan gejala khas bisa disertai gejala demam atau infeksi lain. kemudian didapatkan tanda hiperinflamasi dan hiperkoagylasi dimana tanda ini didapat dari perawatan pemeriksaan laboratorium," ujar dr Yanti.

Pemerintah berharap karena masih dalam penelitian dan perawatan pasien dilakukan di beberapa center rumah sakit maka kami menghimbau kepada masyarakat bahwa orang tua harus waspada dan perlu memantau anak yang kurang dari 18 tahun dengan gejala demam, infeksi saluran pernapasan akut, batuk, pilek, atau gejala infeksi pencernaan lain berupa diare atau muntah meski tidak khas.

Pemantauan orang tua bisa dilakukan dari pemantauan urin anak yakni urin berwarna pekat atau cokelat. "Apabila ada anak di bawah 18 tahun yang urinnya sedikit bahkan tidak keluar dalam satu hari maka bisa diperiksa ke pelayanan kesehatan terdekat," ucapnya.

Kementerian Kesehatan telah melakukan mitigasi lewat perangkat koordinasi dengan rumah sakit dan juga organisasi profesi untuk mengetahui perjalanan penyakit dan penyebaran perawatan AKI pada anak.

"Dari hasil koordinasi dengan tim bentukan Kemenkes, rumah sakit, dan organisasi profesi tersebut membutuhkan obat intravena imunoglobulin/IVIG," ungkapnya.

Tata laksana Intravena Immunoglobulin (IVIG) menjadi pilihan untuk diberikan di awal pada kasus gangguan ginjal akut ini. Untuk itu, Rumah Sakit dapat mengajukan permohonan permintaan obat IVIG kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Selain itu, Kemenkes juga sudah siapkan dan agar berstandar dalam pelayanannya maka Kemenkes mengeluarkan Keputusan Dirjen Nomor. HK.02.02/I/3350022 tentang Tata Laksana Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak di fasilitas layanan kesehatan.

Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengatakan ada beberapa teori penyebab gangguan ginjal akut pada anak ini. Salah satunya diduga karena covid-19, namun setelah dilakukan pemeriksaan infeksi MIS-C ternyata berbeda. Penyebabnya ini belum konklusif maka butuh investigasi lebih lanjut.

"Kita koordinasi dengan Kemenkes dan mengirim semua sampel yang di BKPK dan hasilnya kami belum bisa menyimpulkan bahwa ada infeksi yang konsisten, sehingga keti ada wabah tertentu temuan virus dan bakteri akan serupa pada semua anak. Sementara ini beragam," dr Eka.

Sehingga SARS-CoV-2 dinilai bukan faktor utama terjadinya gangguan ginjal akut ini.

Tim investigasi dari Kemenkes, IDAI, dan RSCM juga mencari virus dan bakteri yang menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada biasanya. Jika berbicara resistensi antibiotik maka kondisinya adalah menemukan bakteri dan diberi antibiotik dan antibiotik itu tidak mempan atau tidak ada respon perbaikan ketika diberi antibiotik tetapi kondisi ini berbeda karena IDAI tidak menemukan virus dan bakteri pada pasien anak ini.

Dr Eka menjelaskan pada pasien yang sudah melakukan pemulihan, IDAI melihat mayoritas pasien mengalami pulih total sehingga tidak perlu lagi terapi jangka panjang. Menurutnya butuh waktu pemulihan 1-3 bulan.

"Sehingga ketika ada pasien yang sudah pulang dan menjalani terapi. Kemudian pemulihan terapi intensif selama 3 bulan dan biasanya sudah rawat jalan," pungkasnya.

Diketahui, Atypical Progressive Acute Kidney Injury atau Gangguan Ginjal Akut Atypical Progressive telah menyerang 152 anak dari 16 provinsi. Sebanyak 49 kasus berasal dari Jakarta, Jawa Barat 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, Bali 15 kasus, dan Yogyakarta 11 kasus. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya