Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
AKTIVIS perlindungan anak sekaligus Manager Advokasi Wahana Visi Indonesia, Junito Drias mengatakan dirinya menyambut baik jika ada penghapusan rimisi untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Penghapusan remisi ini, kata dia tidak berlaku untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak secara umum. “Saya setuju usulan Bu Risma jika memang mau dihapus, tapi pelaku kekerasan seksual dewasa saja,” kata Junito kepada Media Indonesia, Senin (5/9).
“Pelaku kekerasan seksual itu kan bisa anak itu sendiri, bisa orang dewasa. Ketika dia orang dewasa, bagi saya tidak masalah kalau dia tidak mendapat remisi. Tetapi kalau pelakunya anak, kayak anak berhadapan dengan hukum statusnya, dia itu ketika mendapatkan remisi, tentu saja dalam spektrum memandang bahwa dia adalah anak dan dia masih punya hak yang kita sebut perlakuan khusus,” jelas Junito.
Baca juga: Tersangka Penggunaan Petasan di TN Komodo Diancam Lima Tahun Penjara
Junito juga berpendapat, orang dewasa yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak sudah cukup menjadi syarat untuk menghapus hak remisinya. Hal ini demi ketegasan dalam penegakan hukum dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual.
“Cukup satu syarat saja. Dia orang dewasa dan dia melakukan kekerasan seksual kepada anak, maka saya setuju kalau dia tidak mendapatkan remisi. Ini kan masalah legal, jadi pijakannya legal juga, bahwa kasus anak adalah delik khusus. Tindak pidana khusus. Karena itu dia punya UU Perlindungan Anak yang mengatur mekanisme perlindungan anak, termasuk kaidah pidananya,” jelas dia.
“Tapi kekhususan yang sama juga harus dipertimbangkan ketika pelakunya anak. karena pelakunya anak, katakan seorang anak berusia 17 tahun melakukan kekerasan kepada anak lain, dia sudah menjalani hukumannya secara pidana, dan kalau dipertimbangkan baik buat anak itu untuk mendapat remisi, jadi dia bisa juga dapat remisi. Kacamatanya harus memakai kacamata tindak pidana khusus. Tapi yang diusulkan Bu Risma itu tidak bisa dipandang secara umum. Dia harus dipandang secara khusus,” tandasnya. (H-3)
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Masyarakat saat ini telah diberikan sarana jika memang merasa mengalami kerugian dari setiap perkara yang sedang ditangani.
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved