Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Habis Jatuh tetap Berjuang

Fathurrozak
28/7/2022 07:30

PERJALANAN It’s Buah sebagai entitas bisnis sebenarnya sudah berjalan sekitar satu dekade. Itu dimulai pada 2012 dari sebuah kedai yang terletak di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Ide awalnya, toko itu ditujukan sebagai semacam kedai kesehatan yang menyediakan tempat nongkrong dengan menu utamanya buah, mulai buah potong, jus, hingga rujak.

Dengan bermula dari satu kedai, It’s Buah berekspansi hingga punya delapan kedai. Namun, semuanya kemudian tutup dan usaha mereka terancam gulung tikar. Hamzah Parsaoran Sinaga, pemilik bisnis It’s Buah, ketika itu berada di persimpangan. Pada tahun kelimanya menjalankan bisnis yang selalu merugi, ia malah menerabas jalan dengan tetap melanjutkan visinya. Pada 2017, ia berkenalan dengan pemasaran digital (digital marketing), yang kala itu belum begitu banyak aksesnya.

“Waktu itu entah dari mana lihat iklan dari teman tentang digital marketing. Belum seheboh sekarang, masih di kalangan tertentu. Saya lihat potensi ke depan. Saat itu, saya komitmen belajar digital marketing. Ikut workshop, pelatihan ke mana-mana,” terang Hamzah saat berbincang dengan Media Indonesia melalui konferensi video, Rabu (20/7).

Namun, pilihan itu bukan berarti tanpa risiko. Seperti berjalan di atas duri, pria yang akrab disapa Hapasi itu lalu memilih untuk berinvestasi kembali di tengah instrumen bisnisnya yang tengah rapuh. Setidaknya ketika itu total utang dan kerugiannya mencapai lebih dari Rp2,3 miliar. Ia memilih untuk kembali menambah beban utang untuk belajar pemasaran digital. Kala itu, tutur dia, habis sampai Rp100-an juta karena ia ingin belajar secara cepat dan dari si empunya.

“Saya pikir ketika itu apa bedanya sudah rugi Rp2,3 miliar, kalau saya tambah Rp100 juta, jadi Rp2,4 miliar. Kan, tidak beda jauh. Saya juga sudah rugi lima tahun. Kalau saya belajar tiga tahun lagi dan jadi delapan tahun merugi, tidak jauh beda. Siapa tahu justru itu bisa me-recover bisnis saya?” begitu pertimbangan Hapasi.

Perjudian lulusan teknik elektro ITB itu pun baru terjawab tiga tahun berselang. Setelah belajar pemasaran digital, ia menemukan pola baru. Dari yang semula mengandalkan toko luring dengan sekadar toko buah biasa, ia ubah dengan model daring. Produk yang dijual ialah jus dingin dalam kemasan dengan penawaran paket program kesehatan.

“Dari situ kami menemukan polanya dan ternyata berhasil. Ada permintaannya dan kami mencoba mengembangkan terus. Per 2019, kami fokus di online. Sudah enggak ada roadmap toko offline. Memang toko yang di Apartemen Kalibata City itu masih ada di 2021, tetapi secara roadmap sudah enggak ada. Benar-benar fokus roadmap-nya untuk online,” jelas Hapasi yang siang itu masih berada di Medan.

Model bisnis baru It’s Buah pun menemukan momentum semasa pandemi. Ketika banyak bisnis tumbang, mereka justru berkibar. Apalagi produk kesehatan menjadi salah satu yang paling dibutuhkan publik dan format daring menjadi kian lazim. Akselerasi bisnis It’s Buah pun bereskalasi dengan peningkatan produksi dari tiga hingga lima kali lipat.

Pada 2018, saat Hapasi mulai menjajal instrumen digital di fase percobaan, skala produksi It’s Buah saat itu masih 300-400 botol. Saat ini, skala produksi harian mereka berada di angka 1.500 sehari. Atau dalam sebulan sekitar 40 ribu-45 ribu botol.

“Awal 2018, kami masih mengontak rumah dua lantai dengan spesifikasi 96 meter persegi. Staf kami masih 19 orang. Per Juni tahun lalu, kami pindah lokasi di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, karena bisa mengakomodasi produksi yang lebih besar. Saat ini tim kami ada sekitar 65 orang. Bertumbuh dua kali lipat karena di awal tahun masih 29 orang. Rencana bisa mencapai 100 orang di akhir tahun. Sekarang kami lagi di tahapan scale up. Targetnya tahun depan bisa bangun pabrik.”

Di lokasi baru mereka, sebenarnya kapasitas produksi bisa mengakomodasi hingga 7.000-an botol per harinya. Sebab itu, Hapasi tengah mendorong meningkatkan usahanya tersebut.

 

Bukan sekadar posting

Bagi Hapasi, salah satu keuntungan mengoptimalkan instrumen pemasaran digital ialah ongkos untuk menaikkan level bisnis relatif terjangkau dan bisa disesuaikan dengan level bisnis yang tengah dijalankan.

Ia menganalogikan para pelaku UMKM tidak perlu menunggu nilai produk mereka sempurna. Ketika nilai produk tersebut sudah mencapai enam, dalam analoginya, kelak bisa ditingkatkan seiring dengan naiknya level bisnis tersebut.

“Pada 2019 ketika kami menemukan cara berjualan online, ya, tidak ada modal. Bahkan masih dalam posisi minus. Jadi, ketika itu, dua pekan menjelang Lebaran, kami bikin kampanye agar boleh saja makan apa pun, tapi harus ingat kesehatan. Salah satunya dengan cara detoks tubuh dengan mengonsumsi jus buah.”

Saat itu, metode yang digunakan Hapasi ialah beriklan di media sosial. Bayar iklannya dengan instrumen kartu kredit yang bisa dilunasi bulan mendatang. Sementara itu, pemesanan produk It’s Buah dengan metode prapesan (pre-order/PO).

“Pada masa tiga pekan itu, kami sudah dapat omzet hampir Rp200 juta. Saya padahal belum jualan apa-apa. Dari situ barulah kami beli blender (lagi), buah, botol. Jadi, semuanya dimodali customer. Itulah keuntungan memanfaatkan digital marketing.”

Menurut Hapasi, ongkos percobaan dan kegagalan di instrumen pemasaran digital ‘sangat murah’. Pelaku UMKM bisa mulai beriklan, misalnya, untuk tes pasar dari kisaran Rp25 ribu-Rp50 ribu. Itu berbeda dengan metode konvensional, yang belum jualan produk saja sudah harus siapkan tempat, dekorasi, dan cetak brosur. “Belum lagi kalau lokasinya tidak tepat. Bisa-bisa tidak ada customer yang datang. Dari hitung-hitungan dan berkaca dari pengalaman, metode konvensional jadi lebih mahal,” ujarnya.

Memang, diakui Hapasi, berbisnis dengan instrumen digital juga sebenarnya tidak murah. Ia melihat jalur yang ditempuh dengan menginvestasikan ratusan juta rupiah untuk belajar ilmunya. Namun, bagi dia, itu sepadan dengan hasil yang didapatnya saat ini.

“Masalahnya, UMKM itu terkadang terlalu idealis dengan mengatakan produknya paling bagus, atau apa pun, tapi apakah market-nya itu ada yang butuh? Di digital marketing bisa tes pasar dengan skala kecil, tapi begitu berhasil, scale up-nya juga jadi cepat. Di offline, tes pasar lama dan mahal. Scale up pun lama dan mahal.”

Bagi Hapasi, digital marketing juga bukan sekadar urusan posting. Ada optimasi di baliknya yang perlu dilakukan. Banyak yang beranggapan dengan mengunggah produk mereka di media sosial, itu sudah termasuk bagian dari pemasaran digital.

“Padahal yang lihat posting-an itu baru teman-temannya. Apakah temannya itu juga target pasarnya? Dengan belajar digital marketing, jadi tahu bagaimana mencari market yang tepat.”

Optimasi yang dilakukan It’s Buah di antaranya, selain menaikkan level produk, membuat konten. Konten ditujukan untuk mengomunikasikan produk tersebut. Baru, setelah itu, optimasi didorong dengan pendistribusian untuk mendatangkan penjualan.

“Penyempurnaan produk dan bisnis itu seiring dengan skala membesar. Itu juga yang kami lakukan. Di awal-awal, bisa dengan sendiri, banyak peralatan yang bisa dipakai atau sekarang, kan, ada juga yang menawarkan jasa. Tidak usah memikirkan ribet di awal. Mulai dengan sendiri bisa. Kalau terbukti berhasil, baru scale up.”

Peningkatan level bisnis It’s Buah juga dilakukan bertahap seiring dengan naiknya skala produksi mereka. Pada periode awal, penyusunan komposisi paket diet mereka bersumber dari Google. Namun, kini formulasi produk mereka sudah diramu sembilan ahli gizi yang menjadi bagian tim pengembangan. Selain itu, mereka sudah merekrut tim teknologi dan pemasaran profesional.

Dalam catatan Hapasi, di eksosistem ekonomi digital saat ini, masih ada jarak yang perlu diisi. Di antaranya soal pemahaman instrumen digital itu, selain soal cara berpikir para si pelaku UMKM.

“Masih banyak yang nostalgia di konvensional. Misal ketika saya ikut program Food Startup di Bali, ada yang bertanya sudah punya berapa cabang. Bagi saya, untuk era digital saat ini pertanyaan itu sudah tidak relevan. Kalau mau migrasi ke online, sudah beda cara mainnya. Lebih ke kesadaran digitalnya harus dibangun. Harus punya komitmen untuk berinvestasi ke sana supaya paham.” (M-4)

 

 

Profil

It’s Buah

Berdiri: 2012

- Bisnis produk jus buah dan sayur serta pendampingan konsumsi asupan gizi oleh ahli nutrisi (ahli gizi) profesional.

Founder dan CEO: Hamzah Parsaoran Sinaga

Tempat, tanggal lahir: Samosir, 30 Maret 1993

Pendidikan: S-1 teknik elektro ITB

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik