Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
EDUKASI dan literasi terkait perfilman sekaligus sensor menjadi salah satu pilar penting untuk meningkatkan etika dan kesadaran masyarakat saat menonton film di bioskop.
"Orang ke bioskop itu mencari kenyamanan. Sehingga, dengan adanya informasi yang bisa diakses dengan mudah, maka diharapkan masyarakat bisa tahu betapa pentingnya budaya sensor mandiri, dan membuat mereka menjadi peduli dan responsif (saat menonton film di bioskop)," kata Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Fibri Hardiyanto di Jakarta, Rabu (27/7).
"Tantangan kita saat ini adalah bagaimana masyarakat bisa memiliki literasi cukup untuk menonton film sesuai klasifikasi usianya, karena sekarang adalah zamannya pencerahan, di mana itu merupakan tanggung jawab masing-masing (individu)," imbuhnya.
Bicara soal klasifikasi usia, Rommy mengatakan Indonesia telah menetapkan standar baku, petugas harus menanyakan kepada calon penonton apakah umurnya sesuai dengan rating film yang akan ditonton. Namun, hal tersebut menjadi tantangan, mengingat kini pembelian tiket bioskop sudah bisa diakses melalui platform daring.
"Kita semua tahu sekarang, membeli tiket bisa dilakukan secara online. Nah, ketika dilakukan online, bagaimana (tracing-nya)? Padahal, di situ sudah ada syaratnya (terkait rating film dan usia). Secara imbauan, persuasi, sudah dilakukan oleh semua pihak. Namun, sekarang adalah bagaimana masyarakatnya bisa memahami hal tersebut, serta literasi dan etikanya," jelas Rommy.
Baca juga: Film Autobiography jadi satu-satunya Wakil Indonesia di Venice Film Festival
Sependapat, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan penonton yang menghiraukan aturan klasifikasi usia untuk film sudah terjadi sejak lama.
Menurut Djonny, diperlukan adanya regulasi yang tegas terkait penindakan untuk para calon penonton yang "nakal" ini.
"Permasalahan ini sebenarnya sudah terjadi sejak dulu. Ketika pihak bioskop menegur dengan baik, namun penonton menolak, kita deadlock di situ, karena tidak ada regulasi yang jelas (terkait penindakan)," ucap Djonny.
"Namun, promosi gencar seperti ini menjadi langkah penting. Pendekatan persuasif, edukatif, simpatik dan publikasi yang tidak berhenti menjadi salah satu caranya. Harapannya, ketika kita semua beritikad baik, maka harus dilakukan terus-menerus," tuturnya.(Ant/OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved