ALIANSI Mahasiswa Untuk Keadilan (AMUK) dan Aliansi Warga Muara Enim-Lahat mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo bagi perusahaan terdampak pandemi virus corona (Covid-19).
"Pemerintahan Jokowi telah mengambil langkah cerdas dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan mengeluarkan kebijakan relaksasi kepada pengusaha di Indonesia saat pandemi," kata Koordinator AMUK, Gopal di Jakarta, Selasa (12/7).
Namun, Gopal menuturkan perangkat pemerintah maupun pihak pengusaha tidak sepenuhnya menjalankan kebijakan Jokowi. Beberapa pengusaha, menurut Gopal, memanfaatkan kesulitan masyarakat atau debitur dengan cara mengambil aset perusahaan milik debitur.
Salah satu debitur yang dirugikan, yakni PT Titan Infra Energy (TIE) yang belum dapat mengembalikan aset yang disita penegak hukum. Padahal, Gopal menyebutkan, Putusan Praperadilan Nomor 38/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL PT TIE menyatakan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0753 /XII/2021/SPKT/BARESKRIM.POLRI tidak sah dan PT TIE mendapatkan hak pengembalian aset.
Gopal mengungkapkan, kejadian itu merupakan salah satu contoh kasus yang dialami investor sehingga berpotensi merusak iklim investasi di Indonesia. Ia mengharapkan perangkat pemerintah menjalankan kebijakan relaksasi yang dikeluarkan Jokowi untuk kemudahan pertumbuhan investasi di Indonesia, seperti cicilan kredit akibat pandemi sejak April 2020 dan menghormati skema OJK berdasarkan POJK Nomor 11 Tahun.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dalam kasus dugaan kredit macet PT Titan Infra Energy di Bank Mandiri. Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan memastikan penanganan kasus PT Titan terus berjalan.
Polri serius menangani kasus yang diduga merugikan negara hampir Rp6 triliun itu. "Tetap berjalan, enggak ada masalah itu," ujar Whisnu.
Bank Mandiri melalui keterbukaan informasi publik di Bursa Efek Indonesia menyatakan utang Titan kepada kreditur sindikasi berstatus non performing loan (NPL) alias macet. Namun, Direktur Utama Titan Darwan Siregar membantah hal itu. Darwan menilai pernyataan tersebut sangat normatif. "Pernyataan NPL itu sangat normatif. Buktinya, kita masih bayar," kata Darwan.
Darwan menjelaskan upaya penangguhan pembayaran yang terjadi pada 2020 lalu lantaran Titan berusaha mengikuti kebijakan relaksasi kredit yang ditawarkan pemerintah. Dia menegaskan upaya restrukturisasi kredit yang disodorkan Titan tersebut sebagai hak yang dimiliki pelaku usaha di Indonesia. "Pemerintah-OJK memberikan relaksasi. Kami coba ikuti (relaksasi kredit)," ujarnya.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano mempertanyakan itikad baik Titan untuk menunaikan kewajiban pembayaran kepada sejumlah kreditur sindikasi. Pasalnya, sejak berhenti mencicil sesuai ketentuan yang berlaku pada Februari 2020 dan mendapat label kredit macet dari para kreditur pada Agustus 2020, hingga kini Titan tak melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan awal.
"Solusi kredit macet ini sebenarnya simpel. Kalau memang Titan beritikad baik segera lunasi kreditnya ataupun bayar tunggakannya kepada seluruh kreditur sindikasi," pungkas Ricky
(Ant/OL-15)