WAKIL Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas mengatakan implementasi surat edaran menteri agama soal aturan penggunaan speaker di masjid dan musala terlalu kaku. Menurutnya perlu ada konsideran yang mengatur dan memberi kelonggaran.
"Implementasinya mungkin jangan terlalu kaku dan jangan disamakan untuk semua daerah, terutama di daerah-daerah yang 100% penduduknya beragama islam," ungkapnya saat dihubungi, Senin (21/2).
Seperti diketahui, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Salah satu yang disoroti MUI adalah penggunaan loudspeaker luar masjid yang hanya 5 menit sebelum waktu solat yang terlalu pendek. Sebab, beberapa masyarakat muslim terbangun dan bersiap ke masjid setelah mendengar suara melalui loudspeaker luar masjid.
"Minimal saya rasa 10 menit, khusus untuk subuh banyak orang yang terbangun setelah mendengar suara lewat loud speaker kemudian juga banyak dari mereka yang mandi terlebih dahulu sebelum berangkat ke mesjid jadi mungkin minimal memerlukan waktu 15 menit sebelum waktunya," jelasnya.
Dirinya juga menyoroti daerah atau kampung yang memiliki jarak antara masjid dan rumah yang jauh memerlukan waktu yang lama untuk beribadah. Dirinya meminta untuk dipertimbangkan kembali.
"Biasanya jarak mesjid dari rumah jamaah itu jauh dan kalau 5 menit atau 10 menit itu bisa-bisa mereka terlambat sampai di mesjid karena waktu mereka sudah banyak habis di jalan apalagi kalau mereka berjalan kaki. Hal-hal seperti ini tentu perlu dipertimbangkan," katanya.
Sebagai catatan, MUI meminta pelaksanaan peraturan perlu adanya kesepakatan dari masyarakat setempat. Ia menegaskan peraturan tersebut hendaknya berfungsi sebagai acuan. (H-2)