Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Menyimak Tanda-Tanda Kecil

Nike Amelia Sari
02/12/2021 06:20
Menyimak Tanda-Tanda Kecil
Vanessa Jazzy(Dok. Pribadi)

UNGKAPAN ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ tampaknya berlaku untuk gadis asal Probolinggo, Jawa Timur, Vanessa Jazzy. Vanes, begitu sapaannya, terlahir dari orangtua yang mencintai musik.

Sejak kecil, Vanes telah dikenalkan dan diarahkan oleh kedua orangtuanya untuk mendalami bidang ini. Kendati demikian, sempat tebersit di benak Vanes, apakah musik memang renjana dirinya?

Selama lebih dari 10 tahun mendalami musik, Vanes terus berproses untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut. Selama itu, ia memperoleh banyak pengalaman dan pelajaran hidup yang berharga.

Kepada Muda, gadis yang belum lama ini mendapatkan penghargaan di kompetisi World Piano Teacher Association (WPTA) 2021 berskala global ini berbagi cerita masa kecilnya, hal-hal yang meyakinkan bahwa musik ialah passion-nya, hingga pelajaran hidup yang ia rasa membantu mendewasakannya. Yuk, simak obrolan Muda dengan gadis berprestasi ini via daring, Senin (29/11).

Halo, Vanes, beberapa waktu lalu kamu memperoleh penghargaan dalam International Piano Competition oleh WPTA. Bisa diceritakan?

Pada saat aku ikut itu ada puluhan peserta dari berbagai negara di dunia. Aku main tiga lagu. Lagu-lagunya bebas, tapi harus ada lagu Indonesianya. Puji Tuhan, aku bisa dapat kemenangan untuk Best Interpretation di lagu Indonesia, judulnya Anak Perahu, karangan Mochtar Embut.

Anak Perahu ini ialah lagu yang pernah aku mainkan waktu umur 4 tahun. Ini sebenarnya bukan lagu yang rumit. Namun, aku mau lihat, perbedaannya bagaimana antara ketika dulu aku main dan sekarang. Walaupun waktu umur 4 tahun aku mungkin bisa memainkan notnya, tapi interpretasi lagunya pada saat umur 17 tahun ini hasilnya berbeda.

 

Wah, jadi usia 4 tahun kamu sudah bisa bermain piano, ya. Sejak kapan kamu mulai belajar?

Dari kecil aku memang banyak les. Tapi, mama enggak menganggap itu beban buat aku, tapi lebih ke main sambil belajar. Jadi, misalnya aku les bahasa Inggris, les sempoa, dan lain-lain, aku bukan privat, tapi bareng teman-teman.

Aku les piano sejak umur 4 tahun, dan umur 3 tahun aku les nyanyi untuk bantu aku ngomong, juga dalam pengucapan bahasa Inggris.

Dari kecil aku juga ikut komunitas Suzuki camp dan belajar sama mama, sedangkan mulai les private biola sewaktu aku SMP. Suzuki method ini sebuah metode belajar musik yang ada di seluruh dunia, ada biola, piano, harpa, dan lainnya. Jadi, di sini belajar musik itu seperti belajar bicara. Ini belajar sesuai metode itu, lalu di sini juga sering diadakan camp hingga terbentuk komunitas. Ada camp se-Indonesia, Asia, hingga dunia.

Apa memang sejak kecil kamu berbakat di bidang ini?

Aku sendiri merasa kalau aku itu enggak berbakat dalam bidang musik. Tapi, aku bersyukur karena aku belajar lebih awal karena di saat orangtua mengarahkan aku ke musik, aku enggak ada penolakan. Memang dulu aku lebih banyak support dari orangtua, didorong untuk latihan. Jadi, aku bukan tipe anak yang bisa latihan tanpa disuruh sewaktu kecil.

Aku juga tipe anak yang harus ditarget. Misalnya enggak ada target, aku bisa belajar satu lagu itu dua bulan. Namun, karena ikut lomba, misalnya, jadi ada target. Aku ikut lomba enggak mengejar menang, tapi justru buat aku terus maju dengan target yang ada. Jadi, senjata aku memang deadline.

Kapan kamu akhirnya bisa memotivasi diri sendiri untuk berlatih?

Semenjak aku SMP, aku baru sadar kalau latihan itu tanggung jawab aku. Aku merasa aku perlu untuk main bagus untuk diriku sendiri. Mungkin waktu aku kecil asal aku main saja, tapi sejak SMP, aku merasa aku perlu bisa main bagus.

Apa hal yang terus memotivasi kamu untuk belajar?

Mungkin aku saat di perut mama juga udah dikenalin musik karena kebetulan Mama guru musik, mengajar piano dan biola. Papa aku juga bisa main musik. Aku sendiri mulai belajar musik itu sekitar umur 3 atau 4 tahunan. Mulai belajar lagu-lagu yang simpel kayak Twinkle, Twinkle, Little Star.

Aku asalnya dari Probolinggo. Nah, di sini enggak banyak yang bisa bermain biola. Jadi, aku sempat mikir ngapain aku harus bisa main biola, sedangkan yang lain saja enggak bisa. Akhirnya, aku jadi merasa sudah jago dari yang lain dan malas latihan.

Tapi, pas aku ketemu lebih banyak orang, aku baru sadar kalau banyak orang di tempat lain yang lebih dari aku, dan ini menginspirasi aku.

Aku inget banget peran orangtua waktu itu, aku sempat mogok enggak mau main karena jenuh dan enggak punya teman. Lalu, aku pergi ke camp di Jakarta. Di sana banyak banget anak seumuran aku yang lebih jago. Aku juga mengambil sekolah ke Surabaya agar aku lebih banyak mendapatkan inspirasi di lingkungan yang lebih luas.

Sekian lama berlatih, apakah kamu merasa musik ialah bidang yang ingin terus kamu geluti dengan serius? 

Untuk tahu passion aku di musik itu, jujur aja saat aku masih berumur 16 tahun. Dari aku kecil belajar musik, akhirnya aku bisa merasa yakin ini passion aku. Ini aku temukan setelah aku berproses lebih dari sepuluh tahun.

Aku sadarnya enggak langsung tiba-tiba, ya. Ada tanda-tanda kecil yang kemudian bisa membuatku menyimpulkan bahwa aku suka musik dan passion aku di sini. Aku saat ini kelas 12 SMA dan mencoba mencari jurusan lain selain musik yang ingin aku tekuni, tapi enggak ketemu, dan aku makin yakin kalau kayaknya memang di musik.

Selain itu, orang-orang bilang kalau belajar di musik itu harus menikmati proses. Dulu aku sempat berpikir, kalau saat aku latihan lalu salah dan bawaannya emosi, berarti aku enggak menikmati proses. Tapi, akhirnya aku tahu, setiap orang punya cara masing-masing saat belajar musik. Nah, aku baru sadar kalau sepertinya aku bisa di bidang ini sesuai dengan caranya aku.

Seperti saat lomba piano, aku latihan banget supaya dapat recording bagus. Di sini aku merasa, seperti ini ya prosesnya, dan aku pun enjoy. Jadi, hal-hal kecil seperti ini yang akhirnya membuat aku yakin bahwa musik adalah passion aku.

Apa ini berarti kamu ingin menjadi musikus profesional nanti? 

Aku dari kecil memang pengin dikenal semua orang dan ingin membawa vibes yang positif kepada orang lain. Aku bersyukur jika hidup aku bisa bermanfaat untuk orang dan menginspirasi banyak orang.

Pada saat ini, aku fokus meningkatkan kemampuan, dan kalau ada proyek, aku akan ambil kalau aku bisa. Namun, untuk jangka panjang, untuk menjadi apa ke depannya, jujur aku belum ada bayangan.

Orangtua memang mengikutkan aku untuk les musik, tapi mereka tidak menuntut aku untuk menjadi musisi dan membebaskan aku untuk menekuni profesi apa nantinya.

Selagi kamu berproses untuk menemukan passion kamu, apakah ada pelajaran hidup yang kamu dapatkan?

Menurut aku, saat sedang berproses itu jangan mikir untuk menjadi lebih bagus hanya untuk mengalahkan seseorang. Jika hanya ingin untuk menyaingi seseorang, kita akan terpaku ke dia saja. Istilahnya, kalau bisa lebih bagus dari dia, kita akan cepat puas. Kita juga belajarnya tidak tenang karena khawatir jika orang tersebut sudah lebih bagus lagi.

Belajar dan berproses ialah untuk diri kita sendiri agar kita bisa menjadi yang lebih baik dari versi diri kita sendiri, dan yang paling penting, aku juga percaya kalau semua itu ada waktunya. Termasuk tentang kesempatan yang didapat orang lain. Menurutku, kebahagiaan bukan hanya pada saat kita di atas, tapi juga saat melihat teman kita di atas. Jadi, tidak melulu tentang ‘aku’.

Kalau aku cuma fokus ke diri aku, bagaimana bisa memberikan dampak yang baik dan bermanfaat bagi orang lain? Kita bisa berekspektasi, tapi Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk kita.

Boleh tahu siapa idola kamu di bidang musik?

Aku nge-fans sama Maudy Ayunda karena dia bukan hanya sebagai musisi, tapi juga edukator juga. Selain itu, aku juga sangat respek dengan guru-guru aku karena mereka juga inspirasi aku.

Dari beberapa prestasi bergengsi yang kamu berhasil toreh, apa kompetisi yang paling berkesan untuk kamu?

Salah satu yang paling berkesan ialah saat aku ikut kompetisi dari Ananda Sukarlan dari lomba lagu-lagunya dia. Yang ikut itu udah gede-gede ya di umur belasan, tapi pada saat itu, aku adalah kategori yang paling muda, aku umur 7 tahun.

Semua tahu aku enggak akan menang di lomba itu, akupun tahun. Namun, itu jadi pengalaman karena aku bisa melihat orang lain nyanyi itu gimana. Lucu banget waktu itu aku dikasih hadiah kecil karena berani ikut lomba, bukan karena menang.

Ini dibangun dari lingkungan aku juga, karena guru dan orangtua juga bilang ‘enggak apa-apa, ikut saja’. Mungkin kalau mereka bilang, ‘enggak usah ikut, nanti bikin malu’, itu akan membuatku takut juga.

 Selama menekuni musik, apa kamu pernah merasa down?

Biasanya merasa down itu kalau lagi latihan, misalnya saat hari ini nilai aku sudah 7/10 dan aku berekspektasi bahwa nilai aku besok minimal akan 8/10, tapi ternyata enggak lancar. Tapi kembali lagi ya, ke diri kita masing-masing dan juga tahu kalau ini proses.

Aku pernah kecewa saat pentas karena salah-salah padahal di latihan sudah bagus. Ini kembali lagi kepada kita untuk mengontrol diri sendiri. Aku bersyukur punya orangtua yang tidak pernah menuntut aku untuk harus menang dalam kompetisi.

Kalau lagi down pas latihan, untuk membangkitkan semangat dan mood aku lagi itu dengan hanya sekedar mendengarkan musik yang aku suka atau melihat orang lain yang jago main musiknya. Itu memotivasi dan membangkitkan semangat aku lagi.

Beberapa alat musik juga piawai kamu mainkan seperti harpa, piano, biola dan kamu juga mengikuti semua kursus alat musik ini dan juga vokal, bagaimana cara kamu membagi waktu antara sekolah dan belajar musik?

Jujur dari kecil itu aku enggak anggap les ini sebagai beban, tetapi aku anggap ini semua adalah kegiatan aku saja. Justru aku merasa susah latihan dan susah bagi waktu aku udah SMA ini karena mungkin lebih banyak tuntutan pada diri sendiri saat aku sudah SMA. Cara aku bagi waktu itu dengan skala prioritas, jadi apa yang diprioritaskan itu yang dikerjakan lebih dulu.

 Kamu sempat membuat lagu untuk anak, kenapa?

Lagu anak-anak penting banget karena sangat dibutuhkan oleh mereka. Aku sering melihat anak-anak yang sudah berbicara dengan kata-kata yang tidak baik, tapi mereka ucapkan tanpa dosa karena memang mereka tidak tahu.

Ini rada kasihan karena mereka berbicara sesuatu yang enggak pantas, tapi mereka enggak sadar, cuma karena mereka dengar di lagu dewasa. Ini bisa jadi karena lagu anak-anak enggak cukup menarik untuk mereka, atau enggak cukup ada buat mereka dengarkan.

Dulu cukup banyak lagu anak-anak, sedangkan di zaman sekarang sudah mulai jarang. Padahal, lagu anak-anak dapat memberikan sarana pendidikan juga untuk mereka.

Jadi, selain aku sempat bikin singel lagu anak dan menyosialisasikannya di media sosial, aku juga ajak orang-orang terdekat aku untuk bisa memperdengarkan lagu anak dan memberikan jokes ke mereka untuk tidak mendengarkan lagu-lagu yang tidak sesuai dengan umur mereka.

 

Tips menekuni bidang musik:

 

1. Jangan sia-siakan kesempatan

Dari kecil aku selalu bilang iya terhadap setiap kesempatan dan enggak membatasi diri aku sendiri. Kalau ada kesempatan, jangan takut untuk ambil. Meski begitu, harus mempertimbangkan juga saat-saat yang seharusnya kita mengatakan tidak.

2. Fokus dan jangan takut salah

Berfokus juga pada apa yang ingin dilakukan. Selain itu, kita enggak perlu takut apabila salah karena dari kesalahan itu kita belajar. Sekecil apa pun kemajuan, kita harus bisa menghargainya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya