Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
PEKAN Olahraga Nasional (PON) XX yang diselenggarakan mulai 2 Oktober hingga 15 Oktober lalu di Papua telah mencuatkan atlet-atlet muda berprestasi dari berbagai cabang olahraga. Dalam ajang ini, atlet taekwondo DKI Jakarta, Permata Cinta Nadya, berhasil membawa pulang medali emas setelah mengalahkan atlet Bali Ni Kadek Surya Febriantari pada kategori kyorugi kelas under 67 kg putri di GOR Politeknik Penerbangan Kayu Batu, Kota Jayapura, Papua. Selain medali emas di PON Papua, mahasiswi semester 7 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini juga sudah mengoleksi berbagai prestasi di cabang tersebut, baik skala nasional maupun internasional.
Kepada Muda, gadis yang akrab disapa Pecin yang telah fokus belajar taekwondo sejak masih di bangku sekolah dasar ini berbagi cerita terkait sepak terjangnya menggeluti seni bela diri itu, suka duka, hingga aktivitasnya di luar seorang atlet. Tak lupa, dia juga berbagi kiat-kiat meraih kemenangan di berbagai ajang bergengsi. Berikut petikan wawancara yang dilakukan secara daring, Rabu (13/10).
Pada saat pertandingan PON lalu, kamu kerap kali mendaratkan serangan yang tepat mengenai lawan sehingga ini memengaruhi poin kemenangan kamu. Bagaimana perjalanan pertandingan tersebut?
Aku main tiga kali pada saat pertandingan ini. Quarter final, semifinal, sama final. Nah saat di quarter final, aku berhasil mendapatkan poin dengan selisih 20 poin sama atlet Yogya. Lanjut ke semifinal aku bertemu atlet Kalimantan Timur, aku berhasil mendapatkan poin lebih tinggi di angka 31-15. Terakhir di babak final, aku unggul di angka 26-15. Saat itu aku lawan atlet Bali.
Di final, aku merasa lebih sulit karena ada beberapa yang dianggap pelanggaran, padahal tidak, seharusnya. Harusnya bisa lebih tinggi poinku, tapi beberapa kali poinnya dibatalkan.
Meski begitu, kamu tetap berhasil unggul dan menyumbang emas untuk DKI Jakarta. Bagaimana perasaanmu?
Sebenarnya enggak percaya juga, maksudnya bisa sampai ke final. Aku baru pertama di kelas 67 kg, biasanya di kelas 57. Saat di pra-PON, aku di kelas di 57. Lanjut ke PON, sama pelatih dinaikin ke 67, tapi beratnya juga enggak sampai. Jadi, kayak enggak pede (percaya diri) aja bisa main di kelas yang besar. Power-nya takut enggak sampai di kelas itu. Tetapi akhirnya (bobot) enggak memengaruhi juga untungnya.
Kenapa pelatih mengambil keputusan tersebut?
Waktu itu kami pemusatan latihan (TC), lalu beberapa kali dilihat, ada faktor aku latihan sama laki-laki. Maksudnya, keras-kerasan sama laki-laki. Terus pelatih bilang, "Naik aja ke kelas 67, gua yakin lo ada kans buat gold gitu."
Pada saat diminta pelatih itu, aku enggak yakin sama sekali. Cuma saat di PON, melihat peta lawan karena di PON rata-rata kelas 67 sudah masuk yang berat, ya, tapi aku dari kelas ringan. Jadi, mereka nendang sekali, aku bisa nendang dua kali. Speed-nya (kecepatan) lebih dapat daripada mereka.
Bagaimana persiapan latihan kamu?
Persiapannya TC dulu di Mabes (Markas Besar) TNI selama tiga bulan dan sehari bisa tiga kali sampai empat kali latihan. Latihannya pagi, jam setengah enam dan mulai latihan jam enam, lalu lanjut lagi jam 10. Latihan selanjutnya, sore jam empat, kemudian latihan malam, jam delapan. Tiga bulan full di Mabes TNI dan enggak boleh keluar-keluar juga.
Dalam kemenangan kamu, kamu memiliki harapan untuk dapat memotivasi anak-anak di Jakarta agar berlatih taekwondo?
Iya betul, kalau saya lihat di cabang taekwondo, banyak antusiasnya karena mungkin ekskulnya (ekstrakurikuler) ini berjalan. Jadinya, pasti dari klub-klubnya juga bersaing di Jakarta.
Bicara ekskul, kalau enggak salah, kamu berlatih sejak SD?
Waktu kecil, aku diikutin banyak ekskul sama orangtua. Lalu aku merasa lebih asyik di taekwondo. Lama-kelamaan, ekskul lain aku lepas dan mulai fokus taekwondo saja. Itu aku masih kelas 1 SD. Aku masuk (taekwondo)-nya saat masih usia 5,5 tahun. Saat itu, aku homeschooling, jadi bisa rutin latihan taekwondo.
Aku suka taekwondo waktu itu karena pas ada kejuaraan open di Bali, tahun 2006, aku menang. Langsung dapat juara 1. Menang itu bikin nagih, membuat aku pengin tanding lagi terus-terusan.
Tak sedikit orangtua yang khawatir kalau anak perempuan ikut bela diri, menurut kamu bagaimana terkait ini?
Kalau misalnya anaknya enggak berminat di bela diri, berarti orangtua tidak perlu memaksakan anak untuk ikut. Lebih mending ke belajar daripada ikut jika anaknya tidak berminat. Tetapi kalau dari anak perempuannya kuat dan dianya juga mau, ya orangtuanya juga harus mendukung. Kalau untuk pilihan menjadi atlet, ya kalian jalani apa yang kalian mau, bukan apa yang orang lain mau, dan pastinya buktikan untuk berprestasi.
Kalau orangtua aku, mereka mendukung banget, ya, karena mereka juga sibuk, jarang mengontrol. Jadi, kalau ada kegiatan yang disuka anaknya, mereka juga pasti dukung banget.
Kamu sendiri pernah cedera?
Waktu kecil, enggak. Tapi aku pernah cedera pas SMA, pas masuk sekolah atlet. Ini yang orangtua paling khawatir karena sampai patah waktu itu. Itu pertama kali aku cedera, tahun 2015, tulang kering patah sebelah kiri saat kompetisi open juga di UPI.
Biasanya kalau bengkak-bengkak, ya udah dikompres aja. Maksudnya, orangtua enggak terlalu panik. Tapi, saat patah itu, langsung panik banget. Cedera aku waktu itu sembuhnya dua minggu karena saat itu dikejar mau tanding juga, akhirnya urut patah tulang. Tapi setelah itu enggak ada masalah lagi sama cederanya, langsung rontgen ulang, ternyata enggak apa-apa.
Untuk berkembang di taekwondo atau bidang lain juga, pastinya butuh mental yang tangguh. Apa kiat kamu?
Pertama, memang kita harus punya target sih di hidup kita. Terus, kalau dari aku, aku lebih memikirkan ke depannya aku bakal jadi apa kalau aku menang, gitu. Lalu, lebih ke Allah juga, ya. Memperbanyak zikir di lapangan, itu seperti menambahkan rasa percaya diri kita.
Pernahkah mental kamu down? Mungkin saat cedera itu, atau kalah?
Pernah, saat aku di Pra-PON 2019, aku enggak dapat emas di kelas itu. Seperti di kelas itu, aku nurunin berat terus dan aku susah nurunin berat ke kelas itu. Akhirnya mainnya jadi kayak lemas.
Waktu itu aku di 57, tapi itu di pelatnas (pemusatan latihan nasional), jadi di pelatda (pemusatan latihan daerah) di DKI aku juga disuruh 57. Tapi kalau nurunin ke 57 itu jadi lemas badannya.
Jadi, kalau mau juara harus lebih ekstra buat nurunin juga. Pada saat itu, aku mikirnya jadi banyak. Itu yang membuat down. Lalu kalah juga waktu itu. Terus sempat mikir kayaknya taekwondo sampai di sini saja.
Tapi kamu akhirnya pulih, dan justru membuat capaian baru. Apa yang kamu lakukan?
Aku bisa bangkit karena ada faktor orang-orang terdekat. Juga dari pelatih dan orangtua, sama ada satu dosen yang membawa aku kembali lagi ke taekwondo dan meyakinkan aku kalau aku bisa. Akhirnya, aku bisa bangkit lagi dan punya target kembali untuk ke depannya.
Dosen aku lebih banyak mengajak aku ke latihan meskipun enggak banyak ngomong. Jadi, dia menaikkan mood aku buat latihan lagi karena latihan itu diperlukan jika ingin menjadi juara.
Di antara berbagai kompetisi yang pernah kamu ikuti, kompetisi apa yang paling berkesan?
Paling berkesan ada dua kompetisi, ya. Pertama, saat juara satu di Korean Games 2019. Kedua, PON Papua kemarin, karena dari sekian lama di nasional, di DKI, perempuan akhirnya pecah telor juga, ada yang dapat medali emas.
Banyak kompetisi telah kamu ikuti hingga ke ranah internasional. Bagaimana kamu bisa melakukannya?
Proses latihannya harus keras sama diri sendiri, gitu. Kayak misalnya kita dapat program untuk latihan, ya jangan setengah-setengah melakukannya, harus maksimal.
Pandemi mungkin memengaruhi jadwal latihan kamu, ya, di luar persiapan kompetisi. Apa kesibukan lain yang kamu lakukan?
Aku usaha dimsum online. Aku memilih usaha bidang kuliner karena aku mikirnya begini, kalau kuliner itu mungkin enggak mati, ya. Maksudnya selama pandemi, makanan bisa dikirim juga.
Kalau begitu, setelah kamu puas menjadi atlet, apakah kamu akan jadi wirausaha, atau mungkin pelatih?
Tentu saja usaha, ya. Aku merasa capek saja jadi atlet dan capek juga mungkin jadi pelatih. Ya sudah, maksudnya aku sudah bangga dengan diri aku. Jadi, banyak kesempatan juga buat orang lain.
Apa rencana yang sedang kamu targetkan ke depannya?
Target ada di Asian Games 2022, kalau dipanggil, ya. Kalau enggak dipanggil, ya aku menjalani kuliah sambil usaha, insya Allah. Usahanya masih di bidang kuliner sih ke depannya, nantinya mau aku kolaborasi dengan kopi. (M-2)
Tips Meraih Kemenangan:
1. Percaya pada Kemampuan Diri Sendiri
Intinya kalian harus percaya sama diri sendiri bahwa kalian bisa mencapai apa yang kalian mau.
2. Latihan dengan Maksimal
Latihannya harus maksimal, apa pun yang dikasih sama pelatih. Selain itu, dibutuhkan keikhlasan juga selama menjalani latihan.
BIODATA
Nama : Permata Cinta Nadya
Tempat, tanggal lahir : Denpasar, 18 Desember 1999
Karier: Atlet taekwondo DKI Jakarta
Pendidikan:
- SMAN Ragunan (sekolah olahragawan)
- Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Jakarta
Daftar Prestasi:
- 2016, Juara 3 PON 2016 Jawa Barat (under 53 kg)
- 2017, Juara 1 Banten Open, Pandeglang (- 62kg)
- 2017, Juara 1 Kejurnas Mahasiswa UNS Solo (-62 kg)
- 2017, Juara 3 Kejurnas PBTI Road to Asian Games (-62 kg)
- 2018, Juara 3 Test Event Asian Games Jakarta (-57 kg)
- 2018, 16 besar Asia Championship, Ho Chi Min City, Vietnam (-57 kg)
- 2018, Juara 3 World University Pohang, Korea Selatan (-57 kg)
- 2018, 16 besar Jeju Korea Open (-57 kg)
- 2018, 8 besar Asian Games Jakarta (-57 kg)
- 2019, Juara 1 UPI Challenge Bandung (-62 kg)
- 2019, Juara 3 Prakualifikasi PON Banten (-57 kg)
- 2019, Juara 1 Korean Games (The 100th National Sport Festival), Seoul (-57 kg)
- 2019, Juara 1 Kejurnas Mahasiswa DKI Jakarta (-62 kg)
- 2021, Juara 1 Pekan Olahraga Nasional XX Papua (-67 kg)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved