Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan Festival Iklim 2021 yang akan diselenggarakan mulai 5 Oktober hingga 21 Oktober 2021. Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengungkapkan, festival tersebut dilaksanakan dalam rangka pembukaan delegasi Indonesia menjelang COP-26 UNFCCC Glasgow, Inggris pada 31 Oktober – 12 November 2021 mendatang.
"Ini sangat penting sebagai modalitas kita untuk nanti pada saat COP-26 UNFCCC Glasgow. Karena isu-isu yang kita angkat di festival ini akan didiskusikan di sana," kata Bambang dalam pembukaan Festival Iklim 2021 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (5/10).
Baca juga: Wamenag Minta PTKI Lebih Responsif Beri Solusi Masalah Bangsa
Adapun, pada Festival Iklim 2021, akan diadakan serangkaian diskusi mulai dari pencegahan hingga adaptasi perubahan iklim untuk menuju menuju FOLU Net Sink pada tahun 2030 dan emisi negatif pada tahun 2050.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK Laksmi Dhewanthi menyampaikan, untuk persiapan COP-26, Indonesia telah menyerahkan Updated NDC yang memuat elemen adaptasi perubahan iklim sebagai elemen yang sama pentingnya dengan elemen mitigasi, serta target yang melingkupi upaya mencapai ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan sumber penghidupan, serta ketahanan ekosistem dan lanskap.
Dikatakan Laksmi, angka target penurunan emisi GRK memang tidak berubah, namun ada peningkatan ambisi dan strategi untuk mencapai target 41% di tahun 2030. Dalam dokumen tersebut, ada peningkatan ambisi implementasi, misalnya komitmen terkait elemen adaptasi dan ETF, update informasi berkaitan dengan visi misi nasional yang sesuai dengan kondisi saat ini, serta penjelasan terhadap hal yang masih perlu informasi rinci, misalnya terkait pemukiman dan kelautan untuk elemen adaptasi.
Selain Updated NDC, Indonesia juga menyampaikan dokumen Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 yang merupakan komunikasi visi upaya aksi perubahan iklim sampai dengan 2050. LTS-LCCR 2050 bukan merupakan komitmen namun merupakan dokumen komunikasi dan sampai saat ini tidak berstatus legally-binding.
“Kedua dokumen ini (Updated NDC dan LTS-LCCR) disampaikan secara bersamaan karena Indonesia memiliki perencanaan jangka panjang menuju 100 tahun Indonesia Merdeka 2045. Indonesia selalu serius dalam melakukan pengendalian perubahan iklim, bukan untuk sekedar mematuhi komitmen global, tapi ini merupakan mandat yang ada di UUD 1945. Dengan ini, diharapkan kita bisa mencapai target 2030 dan bisa memantapkan upaya-upaya jangka panjang,” jelas Laksmi.
Lebih lanjut, KLHK juga telah mengembangkan berbagai macam modalitas atau support system untuk memastikan apa yang direncanakan di NDC bisa tercapai, diantaranya strategi dan peta jalan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Sistem Inventori Gas Rumah Kaca (GRK), Sistem Registri Nasional (SRN), Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK), Program Kampung iklim (Proklim) dan lainnya. Support system ini terus berkembang dan bergerak sesuai dengan kebutuhan karena tantangan dan strategi ke depan memerlukan dukungan.
Laksmi mengatakan mengenai dukungan pendanaan, “Kita juga mengembangkan 4 strategi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, yaitu menguatkan fiskal, menguatkan akses kepada sumber-sumber pendanaan global, mendorong agar kegiatan aksi mitigasi dan adaptasi menjadi kegiatan yang menarik investasi, dan mengembangkan skema pendanaan yang inovatif,” kata Laksmi. (OL-6)
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Studi Nature ungkap pemanasan global tingkatkan fotosintesis darat, tapi lemahkan produktivitas laut. Hal itu berdampak pada iklim dan rantai makanan global.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved