Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
ANAK merupakan investasi jangka panjang suatu bangsa. Karenanya, nutri asupan anak harus benar. Dengan demikian kualitas hidupnya harus lebih baik, tidak sakit-sakitan, supaya bisa membangun bangsa sejak dini.
Itu dikatakan Prof. Dr. dr. Rini Sekartani, Sp. A (K), seorang dokter spesialis anak. Banyak terlibat dalam penanganan kesehatan anak di puskesmas, posyandu, dan masyarakat membuat Prof. Rini serius menekuni spesialisasi kesehatan anak dengan kepakaran di bidang tumbuh kembang pediatri sosial. Tapi pengaruh terbesar juga datang dari keluarganya sendiri.
Maklum, Prof. Rini ialah cucu dari Bapak Gizi Indonesia, Prof Poorwo Soedarmo, sosok yang dikenal juga sebagai penggagas slogan Empat Sehat Lima Sempurna. Tak hanya itu, sang ayah ialah Prof. Dr. dr. Sumarmo Sunaryo Poorwo Soedarmo, SpA(K), spesialis anak yang juga peneliti penyakit demam berdarah yang disegani.
Berkat kiprahnya sebagai peneliti, akademisi, dan praktisi, Prof. Rini ditunjuk menjadi Principal Investigator dalam studi lapangan South-East Asia Nutrition Survey (Seanuts). Studi ini diprakarsai oleh FrieslandCampina, induk perusahaan produk bergizi berbasis susu PT Frisian Flag Indonesia, bekerja sama dengan universitas di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Untuk menggarap studi itu, Prof. Rini membentuk tim yang terdiri dari para pakar kesehatan anak, gizi, kesehatan masyarakat, dan kedokteran olahraga. Sebagai advisor, ditunjuklah Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, M.Sc, seorang pakar gizi yang terpanggil menekuni bidang nutrisi pada anak dan ibu hamil yang perah bertugas cukup lama di Papua. Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpAK, Msi pakar tumbuh kembang-Pediatri social dan Prof. DR .dr. Aryono Hendarto, SpAK, MPH sebagai pakar nutrisi dan penyakit metabolik juga berkontribusi sebagai advisor pada penelitian ini.
"Dari pengalaman saya, sebetulnya masalah nutrisi ini tergantung bagaimana kita menyiapkan makanan sehingga anak mau makan dan tidak terjadi masalah gizi. Dari situlah saya mendalami ilmu nutrisi, ilmu gizi," tutur Prof. Saptawati. "Sampai sekarang saya merasa tugas belum selesai, karena itu saya berikan ilmu-ilmu saya kepada DR. dr. Dian, salah satunya yang akan menjadi pengganti saya. Mimpi saya, masalah gizi ini bisa terselesaikan oleh generasi-generasi, pakar-pakar gizi selanjutnya."
Sosok yang disebut Prof. Saptawati ialah DR. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi. Sebagaimana Prof. Saptawati, DR. dr. Dian juga memetik pelajaran berharga saat ditugaskan di rumah sakit di daerah. Di sana dia menemukan banyak kasus non-communicable disease seperti diabetes dan hipertensi pada kaum kurang mampu. Setelah diteliti, DR. dr. Dian mendapati bahwa akar masalahnya yakni metabolic disease yang disebabkan kondisi kurang gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan.
"Dari situlah saya sangat tertarik pada masalah gizi dan merasa terhormat diajak terlibat dalam penelitian Seanuts," tutur DR. dr. Dian, sebagai Field Coordinator Seanuts. Untuk menggarap project ini, DR. dr. Dian merekrut sejumlah tenaga enumerator yang terdiri dari para sarjana gizi, kesehatan masyarakat, dan olahraga.
Aktivitas fisik anak menjadi salah satu hal baru yang disoroti dalam penelitian ini. Ini areanya DR. dr. Listya Tresnanti Mirtha, Sp.KO, sosok yang sudah berpengalaman mengurusi atlet nasional Indonesia. Dr. Listya mengatakan Indonesia memang membutuhkan data mengenai aktivitas fisik anak dalam kaitan gizi, sebab dalam tumbuh kembang anak masalah gizi tidak bisa dilepaskan dari aktivitas fisik. "Mempersiapkan anak dengan gizi dan aktivitas fisik yang baik sejak dini menjadi modal mereka nanti di masa dewasa," tutur dr. Listya.
Keterlibatan di dalam studi besar itu telah memberikan pengalaman berharga bagi 18 enumerator yang direkrut untuk mengumpulkan data di 21 kota di seluruh Indonesia. "Saya bisa kerja sambil jalan-jalan, selain itu cocok dengan bidang keilmuan gizi yang saya pelajari," tutur Nancy Kosasih dan Halpi Salam, sarjana ilmu keolahragaan.
Baca juga: Dampak Kehidupan Hybrid Akibat Pandemi Perlu Diwaspadai
Seanuts telah menghimpun data nutrisi dari sekitar 3.000 anak dari 21 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Data primer yang sangat berharga untuk menyusun strategi penanganan masalah malanutrisi di Indonesia, paling tidak di tingkat daerah. Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia, Andrew F Saputro, mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada seluruh tim yang terlibat pada studi Seanuts. Pihaknya yakin data primer yang komprehensif mengenai status gizi anak ini menjadi sumbangsih yang besar untuk mengurangi prevalensi malanutrisi di Indonesia. "Selama hampir 100 tahun di Indonesia, Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk ikut meningkatkan literasi dan perbaikan gizi keluarga Indonesia melalui penyediaan produk-produk susu yang berkualitas tinggi dalam rangka membangun keluarga Indonesia yang sehat sejahtera dan selaras," ujarnya. (OL-14)
Kegiatan dikemas dalam format talkshow, workshop, dan nonton bareng, dengan melibatkan para ibu rumah tangga sebagai peserta aktif.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
Ajang Peduli Gizi 2025 kembali digelar sebagai bentuk apresiasi terhadap individu, institusi, dan pelaku industri yang dinilai telah memberikan kontribusi nyata.
Konsekuensi dari konsumsi susu berlebihan adalah anak akan merasa kenyang dan kehilangan selera untuk mengonsumsi makanan lain. Akibatnya, asupan gizi menjadi tidak seimbang.
Pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga sangat menentukan perkembangan kognitif, motorik, hingga sosial emosionalnya.
ICW menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya menjadi program untuk menghamburkan uang negara. MBG tidak memenuhi standar gizi dan justru berpotensi menjadi pemborosan anggaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved