Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEHILANGAN pendengaran bukan berarti kehilangan hati dan pikiran untuk menginspirasi orang banyak agar menjadi warga yang lebih terbuka pada disabilitas. Berbekal keinginan ini, Fenny Ayuningtyas, 34, salah seorang tunarungu wicara yang berprofesi sebagai guru di SLB Negeri Temanggung, Jawa Tengah, berupaya memperluas akses untuk kaumnya dengan memberikan pendidikan bahasa isyarat.
Salah satu bentuk edukasi bahasa isyarat dibuat Fenny dalam bentuk video. Bahasa isyarat dalam pandangan perempuan asal Salatiga ini amat membantu orang-orang tuli yang susah berkomunikasi serta memudahkan masyarakat luas untuk memahami komunikasi dengan disabilitas.
Kesehariannya, guru kelas 10 SLBN Temanggung ini memang secara khusus mengajar bahasa isyarat di sekolah. Ia juga memberikan tutorial bahasa isyarat di lembaga lain, seperti di pelajaran bahasa isyarat untuk staf pengadilan. “Saya ingin terus belajar, juga ingin menjadi guru yang baik dan menginspirasi,” ujar Fenny, Kamis (17/6).
Istri dari Bandung Triasmoro Bayu Ajie, 40, ini mengalami tuli sejak usia dua tahun. Ketika itu Fenny kerap diasuh asisten rumah tangga lantaran orangtuanya sibuk bekerja. Suatu hari ia mengalami panas tinggi hingga keluar nanah dari telinganya. Karena tidak ada alat komunikasi waktu itu, pengasuhnya kesulitan menghubungi orangtua Fenny. Lalu hari berikutnya merupakan hari libur, Fenny terlambat dibawa ke dokter untuk diobati.
“Panas tinggi yang saya alami juga dianggap sakit panas biasa sehingga tidak langsung dibawa ke dokter,” katanya.
Hari berikutnya tiba-tiba Fenny tidak bisa merespons suara dari sekelilingnya karena pendengarannya hilang. Dokter menyatakan saraf pendengarannya putus dan Fenny mengalami tuli karena total sudah tidak bisa mendengar. Fenny mengaku tidak lagi mengingat memori masa itu. Namun, ia bisa merasakan lingkungan keluarga dan tetangga bisa menerima kehadirannya yang tiba-tiba menjadi tuli. Untungnya sebelum itu ia telah bisa berbicara sehingga ia bisa memahami ucap an orang lain dengan melihat, mengamati gerak bibir mereka.
Umur lima tahun, Fenny mulai masuk sekolah berasrama di SLB Dinaupakara Kabupaten Wonosobo. Di sana ia diajari artikulasi atau biasa disebut bahasa orang atau disebut juga bahasa verbal. Ia juga belajar bahasa ibu, yakni bahasa sehari-hari di rumah, seperti menunjuk atau menyebutkan ibu, bapak, makan, dan mandi. Bahasa ibu ini lebih tepat disebut bahasa isyarat.
“Misalnya ketika tangan melengkung di atas bibir untuk menggambarkan kumis artinya bapak. Tangan menunjuk anting di telinga untuk menggambarkan sosok ibu, dan isyarat lainnya,” tutur Fenny.
Kerap dirundung
Merasa mampu bersaing dengan anak-anak dengar, sekitar tahun 2001, bungsu dari tiga bersaudara anak pasangan Yahya Syarif dan Tanti Widatini ini memutuskan masuk sekolah umum, yakni SMP Negeri 6 Salatiga. Kebetulan lokasi sekolah itu juga tidak jauh dari rumahnya di daerah Ledok, Salatiga.
Ketika itu, Fenny sempat ditolak masuk sekolah itu lantaran tidak memenuhi syarat karena tuli. Agar bisa diterima sekolah, Fenny menyertakan surat rekomendasi dari dinas pendidikan setempat. “Tahun pertama bersekolah di SMP 6 Salatiga ternyata hasilnya di luar dugaan. Meski sempat diragukan kemampuannya, saya malah meraih rangking lima besar di kelas. Hasil itu membuat saya percaya diri karena lebih bagus dari murid yang dengar. Para guru juga mengakui kemampuan saya,” ujar Fenny.
Hanya di sekolah itu Fenny kerap di-bully teman-temannya karena hanya ia sendiri yang tuli. Mereka kerap mengolok dengan kalimat ‘Fenny tidak bisa bicara’. Fenny juga diberi tempat duduk paling depan dengan bangku sebelahnya dikosongkan. Tempat kosong itu khusus untuk anak-anak umumnya laki-laki yang datang terlambat. Mereka yang dianggap ketiban ‘apes’ duduk di samping Fenny, lalu jadi bahan tertawaan seisi kelas.
“Saya masih ingat orang yang paling sering mem-bully saya. Sebenarnya dulu saya merasa amat sakit hati, tapi tidak bisa melawan. Jadi hanya bisa diam dan berusaha bersabar meski di hati tetap merasa kesal. Lama-lama sudah biasa diperlakukan begitu,” ungkap Fenny.
Alasan lain Fenny ditempatkan duduk di deretan bangku paling depan ialah karena ia punya keterbatasan sehingga dianggap tidak bisa mengikuti pelajaran. Faktanya, tiap kali ada pelajaran dikte, nilai Fenny selalu paling bagus. Soalnya ia pernah mendapat pelajaran artikulasi ketika masih bersekolah di SLB Wonosobo. Ia juga teliti mengamati gerak bibir orang lain ketika berbicara. Meski total tidak bisa dengar, ia bisa memahami perkataan orang lain.
“Para guru memuji saya, mereka bilang Fenny luar biasa, ada juga yang bilang Fenny paling pintar. Saya merasa bangga dan makin percaya diri,” lanjutnya.
Sekitar tahun 2004 setelah lulus SMP, lagi-lagi Fenny menunjukkan kemampuannya yang lebih dari anak dengar lainnya. Ia diterima masuk SMA favorit di Salatiga. Di sekolah favorit itu, menurut Fenny, ia bergaul dengan anak-abak pintar sehingga mereka lebih bisa menghargai orang disabilitas. Karena itu, ia tidak mengalami perundungan seperti di SMP. Fenny masuk jurusan IPA. Di sekolah Fenny paling jago dalam pelajaran matematika, IPA, dan biologi. Ia juga mendapat rangking 30 dari total 45 siswa dalam satu kelas.
“Waktu kecil sebenarnya saya bercita-cita ingin menjadi dokter gigi. Namun, akhirnya saya mengikuti arahan kepala SLB di dekat rumah saya untuk masuk jurusan PLB di Universitas Negeri Yogyakarta supaya bisa mengajar anak-anak tunarungu dengam bahasa isyarat,” ujar Fenny.
Ibu dua anak ini kemudian masuk jurusan pendidikan luar biasa (PLB) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2009. Ia menyelesaikan kuliah lebih cepat dalam 3,5 tahun dengan judul skripsi ‘Penggunaan Bahasa Isyarat Lokal untuk Meningkatkan Interaksi Sosial di SLB Wiyata Dharma Sleman’. Karya skripsi tersebut ia susun dengan metode deskriptif kualitatif.
Lolos CPNS
Selama kuliah, ia banyak bertukar pikiran dengan para dosen. Karena gampang lupa dan miskin kosakata, Fenny mengaku lebih banyak bertanya pada teman-temannya. Jika orang ‘dengar’ cukup sekali membaca buku bisa langsung mengerti, namun karena memiliki keterbatasan, Fenny mengaku harus membaca buku yang sama sebanyak tiga hingga empat kali baru bisa memahaminya.
“Namun, saya bisa lulus lebih cepat jika dibanding dengan orang yang dengar karena saya lebih fokus, lebih tekun, dan lebih rajin,” ujar Fenny bangga.
Lulus dari UNY tahun 2013 Fenny mengabdi sebagai guru honorer di SLBN Salatiga, tak jauh dari rumahnya. Ketika itu ia menerima honor sebesar Rp175 ribu per bulan. Bagi Fenny, tak mengapa digaji kecil, yang penting ia bisa membantu anak-anak tuli. Ia mengajar di sana dengan sabar dan telaten selama lima tahun. Beberapa kali ia sempat mengikuti tes CPNS, tetapi baru berhasil lolos tahun 2019 dari kuota khusus disabilitas untuk Kementerian Pendidikan dengan penempatan di SLBN Temanggung sampai sekarang. (N-1)
Literasi keuangan merupakan pengetahuan esensial yang perlu ditanamkan sejak dini, termasuk bagi siswa penyandang disabilitas.
Agni Project adalah inisiatif pemberdayaan penyandang disabilitas di Yogyakarta yang terinspirasi dari komunitas UMKM kreatif di kota asal Tiara.
Eni Joe memaknainya sebagai The Beautiful Heart for Difabel, meskipun dengan segala keterbatasannya atlet difabel mampu turut serta mendukung dan melestarikan budaya Indonesia.
Archipelago International, grup perhotelan terbesar di Asia Tenggara, terus menunjukkan komitmennya dalam menciptakan lingkungan kerja yang setara, aman, dan inklusif
Pegadaian berkomitmen terus melakukan pendampingan terhadap pelaku UMKM.
Pemilih disabilitas ini tersebar di seluruh kecamatan di Bandung Barat,
Di Sekolah Khusus Anak Mandiri, anak-anak berkebutuhan khusus tidak hanya mendapat pendidikan akademik, tetapi juga dilatih keterampilan hidup.
Dari ruang tamu milik pribadi, Maria Lyis mengantar anak-anak usia dini mampu jadi juara di sekolah dasar.
PEMERINTAH di tingkat desa terkadang tidak memiliki data warganya yang mengalami disabilitas.
IDAK semua orang dilahirkan sempurna. Meskipun begitu, mereka masih tetap memiliki kesempatan yang sama dengan orang lain dalam beraktivitas, bekerja, sekolah, dan lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved