Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
SETELAH melakukan sinkronisasi data dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa jumlah kejadian bencana di Indonesia pada 2020 yang semula terdapat 2.951 kejadian menjadi 4.649 kejadian.
Selanjutnya jumlah korban meninggal dan dinyatakan hilang akibat bencana yang semula 409 jiwa menjadi 418 jiwa.
Sementara itu korban luka-luka yang semula 536 jiwa menjadi 619 jiwa dan korban mengungsi serta terdampak yang semula 6.455.670 jiwa menjadi 6.796.707 jiwa. Terakhir adalah kerusakan rumah yang semula 42.781 unit dan setelah diverifikasi ulang menjadi 65.743 unit.
Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyatakan,h asil dari validasi data bencana tersebut kemudian diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan penelitian lebih lanjut, diseminasi informasi dan literasi bagi masyarakat dan pemangku kepentingan.
"Verifikasi tersebut bisa menjadi acuan dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, dasar pertimbangan program pembangunan jangka panjang dan hal lain yang dianggap perlu," kata Abdul dalam keterangan resmi, Rabu (14/7).
Adapun implementasi verifikasi data bencana tersebut berdasarkan pada konsep dan definisi dari Peraturan Kepala BNPB Nomor 8 Tahun 2011 tentang Standarisasi Data Kebencanaan.
Dalam hal ini, sinkronisasi dan verifikasi data bencana tersebut bertujuan untuk menyetarakan data bencana dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB dengan BPBD sebagai tim lapangan dan bagian dari ujung tombak penanganan bencana sekaligus perangkum data.
"Mencocokkan data Pusdalops BNPB dengan BPBD sebagai petugas di lokasi bencana yang mengambil data,” ujar Kepala Bidang PDSI Pusdatinkom Teguh Harjito.
Di sisi lain, pelaksanaan sinkronisasi dan verifikasi data bencana tersebut juga dilakukan guna mengelompokkan dan menyeleksi hasil penyajian rangkuman data dari BPBD agar sesuai dengan yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007.
Sebab, menurut Teguh, tugas dan fungsi BPBD di tiap-tiap daerah tidak hanya menangani masalah kebencanaan saja, melainkan juga membantu penanganan masalah sosial masyarakat seperti mengevakuasi hewan liar yang masuk permukiman warga, mengevakuasi sarang tawon, membersihkan puing rumah roboh, mengevakuasi hewan ternak dan sebagainya.
Baca juga : Penambahan Kasus Covid-19 Harian Indonesia Tembus 50 Ribu Kasus
"Kebanyakan BPBD tidak hanya mencatat data sesuai kejadian bencana yang tercantum di UU Nomor 24 tahun 2007. Seperti menangkap ular, bangunan roboh, dan sebagainya. Oleh sebab itu, PDSI Pusdatinkom melalui kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mengecek dan klarifikasi kembali jumlah data kejadian yang terjadi selama tahun 2020,” kata Teguh.
Dalam implementasinya, sinkronisasi tersebut dilakukan melalui dua metode pengumpulan data. Adapun yang pertama adalah dengan melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi secara langsung atau ‘jemput bola’ oleh tim Bidang PDSI yang kemudian diverifikasi dan divalidasi.
Kegiatan tersebut telah dilaksanakan dalam kurun waktu selama enam bulan, terhitung sejak Januari hingga Juni 2021 di 15 BPBD tingkat provinsi.
Adapun sebanyak 15 BPBD Provinsi yang telah dilaksanakan sinkronisasi dengan metode jemput bola tersebut meliputi BPBD Provinsi Aceh, BPBD Provinsi Sumatera Utara, BPBD Provinsi Sumatera Barat, BPBD Provinsi Bengkulu, BPBD Provinsi Banten, BPBD Provinsi Jawa Barat, BPBD Provinsi Jawa Tengah, BPBD Provinsi Jawa Timur dan BPBD Provinsi DI Yogyakarta.
Kemudian BPBD Provinsi Kalimantan Tengah, BPBD Provinsi Kalimantan Selatan, BPBD Provinsi Sulawesi Tengah, BPBD Provinsi Sulawesi Selatan, BPBD Provinsi Nusa Tenggara Barat dan BPBD Provinsi Bali.
Dalam hal ini, pemilihan dan penentuan BPBD Provinsi tersebut didasarkan pada frekuensi kejadian bencana terbanyak, terbesar/terluas dan jumlah korban jiwa paling banyak dalam satu dekade terakhir.
Selanjutnya metode yang kedua adalah dengan pengumpulan data dari BPBD tingkat provinsi lainnya melalui jejaringa internet dan surat elektronik.
Melalui metode tersebut, tim Bidang PDSI telah menerima hasil pelaporan data dari 15 BPBD Provinsi meliputi BPBD Provinsi Kalimantan Barat, BPBD Provinsi Riau, BPBD Provinsi Kepulauan Riau, BPBD Provinsi Jambi, BPBD Provinsi Sumatera Selatan, BPBD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan BPBD Provinsi Lampung.
Berikutnya BPBD Provinsi Kalimantan Utara, BPBD Provinsi Kalimantan Timur, BPBD Provinsi Sulawesi Utara, BPBD Provinsi Gorontalo, BPBD Provinsi Maluku, BPBD Provinsi Maluku Utara, BPBD Provinsi Papua dan BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Dalam hal ini, empat BPBD provinsi meliputi BPBD Provinsi Nusa Tenggara Timur, BPBD Provinsi Sulawesi Barat, BPBD Provinsi Sulawesi Tenggara dan BPBD Provinsi Papua Barat tidak melaporkan data. (OL-7)
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
(BMKG) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengintensifkan pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah Jabodetabek selama 24 jam sejak 7 Juli 2025
BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) pada 7-11 Juli 2025 untuk percepatan penanganan darurat banjir di area Jakarta Raya.
Pemprov Riau mendapatkan bantuan berupa satu unit helikopter water bombing untuk membantu pemadaman Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau.
BNPB menyebut wilayah Indonesia masih akan dipengaruhi oleh dinamika atmosfer. Kondisi itu membuat ancaman bencana hidrometeorologi juga masih akan mengintai.
BNPB mencatat 18 kejadian bencana di berbagai wilayah Indonesia dalam kurun waktu 24 jam sejak Selasa (24/6) pukul 07.00 WIB hingga Rabu (25/6) pukul 07.00 WIB.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved